Rabu, 19 Mei 2010

Sepotong Roti

.::Cerita Jurnalis Kampus Gagal::.


Teriakan Kurt Cobain masih membakar semangat saya. Lagu demi lagu merayap. Coba simak saja Love Buzz yang menjadi awal bangkitnya Nirvana awal 90’an. Disusul Smells Like Teen Spirit dan tembang-tembang lainnya yang menggemparkan belantika musik dunia. Saya suka Nirvana sejak SD. Saya puas. Kepala ini tak berhenti bergoyang. Sore yang dingin namun gerah. Thanks Nirvana.
***

Angka enam kurang kurang sepuluh menit. Sabtu yang resah. Dihari kedua Januari 2010. sudah dua jam saya berada di sini. Memang sudah dua hari juga saya tidak datang ke Suaka. Rasanya malas sekali kalau gak ada kendaraan.

sebelumnya, Jam empat sore, saya rela berjalan ke Suaka. Sehabis mandi, Sholat Ashar tentunya. Hujan mulai berlompatan di langit, turun bertubi-tubi menjitak kepala saya, namun kecil. Hujan yang gerimis.

“a, udah di Suaka kah?” Tanya Lilih lewat telepon genggamnya.
“udah.” Jawab saya simple, dengan empat huruf, U.D.A.H

Saya kira kampus gak seramai ini. Ternyata banyak aktifitas juga selama liburan. Di Aula Student Center, sebagian mahasiswa berkostum hitam-kuning tengah mengadakan sesuatu. Entah apa sesuatu itu, belakangan saya tau, mereka sedang mengadakan OPAB jurusan, tau sendirikan OPAB itu apa? Okelah saya artikan apa itu OPAB. Huruf ‘O’ berarti Orientasi. Huruf ‘P’ adalah Penerimaan sedangkan ‘A’ adalah anggota, dan sudah pasti ‘B’nya Baru. Jadi OPAB adalah Orientasi Penerimaan Anggota Baru. Itu juga kalau saya tidak salah.


“lagi OPAB a,” kata mereka pada saya setelah sebelumnya saya menanyakan “ada acara apa ini?”
“OPAB apa emang?” pertanyaan saya lagi.
“Administrasi Negara.” Kata salah satu peserta. Dan saya pun meninggalkan mereka.

Di Suaka terdapat Bayu, Firman dan Fikri. Wah kayaknya kumplit ni para jajaran Pemimpin Suaka, yang gak hadir Cuma Agus Trei. Sedangkan Iyan datang belakangan walau Cuma beberapa detik nongol ke Suaka lalu mengucapkan “hayu Mik, urang balik ti heula.” Tak lama kemudian Fikri dan Firman pun meningglkan saya, meninggalkan Suaka.

“ka Kosan heula.” Jawab Firman. Fikri mengikuti. Helm tak lupa mereka pasang di kepala. Pasti mereka bawa motor. Tinggal saya dan bayu berdua disini, di Suaka ini dan seonggok komputer yang sekarat, kadang hidup kadang mati. Maklum usianya udah 10 tahun. Komputer yang tua, tapi tak setua ‘peng-kebirian’ rektorat terhadap Suaka.

“assalamualikum.” Seseorang, pastinya perempuan, karena suaranya gak kedengaran laki-laki, mengucapkan salam. Itu pasti Lilih. Lilih adalah mahasiswa UIN SGD juga, tau sendiri kan UIN SGD? Jadi gak udah saya artikan kaya OPAB di atas. Ya, dia mahasiswa UIN, katanya jurusan Humas, anak buahnya Wicaksono. Tau sendiri kan Wicaksono panglima besar serta jenderalnya Humas, atau mungkin karuhunnya. Secara gituloh dia sangat cinta sekali terhadap Humas. Tau sendirilah buktinya. Heuheu…!!!

Lilih ngebet banget pengen lagu D’Cinnamons. Setelah saya suruh datang ke Suaka, karena saya pernah denger D’Cinnamons di Suaka. Entah kenapa dia mati-matian sekali minta lagu-lagu itu, padahal kalau di bandingkan dengan Nirvana, itu jauh sekali, seperti 1:1000. tuh kan coba. Tapi emang sih selera manusia tuh berbeda. Dan akhirnya setelah didengar-dengar lumayan juga tuh D’Cinnamons. Hmm…!!

“ada gak lagunya.” Katanya.
“bentar dicari dulu.” Bukan katanya, tapi kata saya.
“lagi di Install dulu komputernya.” Kata saya lagi.

Hujan masih tertawa terbahak-bahak namun pelan. Kali ini tidak menjitak kepalaku, karena saya sudah berada di ruangan. Jadi gak mungkin hujan menelusuri kepalaku melewati jendela. Bayu sedang asyik membaca. Saya juga baca sedikit majalah lama, Gatra dan Forum, yang ternyata kedua Pemrednya jebolan dari Tempo. Waktu itu Karni Ilyas jadi dedengkotnya Forum, dan Widi Yarmanto pegang Gatra setelah cabut dari Tempo. Isi berita dari keduanya gak jauh beda dari Tempo. Namun punya khas masing-masing.

Komputer pun selesai diinstal. Saya cari itu lagu-lagu D’Cinnamons. Yeah, Cuma ada beberapa biji di komputer. Tiga lagu kalau gak salah.

“nih pilih sendiri.” Kata saya.

Dia atau lilih mencari lagunya sendiri, karena saya yakin mencari lagu itu gak usah berdua, karena mouse-nya juga Cuma ada satu. Jadi barkanlah dia cari sendiri. Dan saya kembali melanjutkan membaca. Dan akhirnya Lilih pun selesai dengan kegiatan memasukan lagu D’Cinnamon nya ke MP3 nya. Katanya lagu itu buat bekal di perjalanan menuju Bogor, kota kelahirannya mungkin. Aneh juga, bekal kok lagu! Dia pun beranjak dari Suaka. “hati-hati di jalan.” Kata saya.

Bayu, masih membaca. Dan saya mencoba memutar lagu, tentunya Nirvana. Di samping saya, secara tidak saya sadari, terlihat sepotong roti. Namun menurut perkiraan saya, roti itu udah basi. Tergeletak dimana saja. Pantas gak ada yang memakannya. Warnanya pun sudah membusuk. Dan sedikit bau.

Konon, roti ini menjadi barang yang begitu berarti bagi para awak Suaka. Walaupun roti ini udah busuk dan berjamur, namun tetap saja, anak-anak Suaka sering menikmatinya dengan penuh lahap. Kadang roti itu pun disantap secara bersama-sama dan bergiliran. Saya pun sedikit merenungi dari manakah roti itu berasal?

Alkisah, tiga tahun yang lalu, ketika Wicaksono kebingungan mencari tempat kos, dia pun menemukan tempat yang sangat berarti bagi hidupnya. Listrik gratis. Wc gratis. Pemandangan gratis. Ya serba gratis. Namun SPP tidak gratis. Dan, di Suaka inilah Wicak menemukan tempatnya itu.

Sebuah roti dibawanya sebagai bekal sehari-harinya. Waktu itu, mungkin rotinya masih segar dan mulus. Tanpa ‘cap’ apapun. Mungkin masih perawan. Tak tersentuh oleh bibir orang yang mencicipi. Dan sekarang, setelah wicak pindah dari Suaka. Roti itu pun masih tersaji di Suaka. Mungkin, ia akan membagi-bagikan bagaimana roti itu enak sekali untuk disantap kala istirahat siang ataupun malam. Dan perlu digarisbawahi, sekarang roti itu sudah menjadi ‘welcome’ buat kaki-kaki nakal awak Suaka. Permukaannya hitam namun tetap menjadi tempat bersinggahnya jurnalis kampus ini dikala lelah.

Thanks ya roti tengik, kau emang menjadi penyelamat kami.
Tanpa kau, mungkin kami gak kan tidur nyenyak.
Tapi temanmu itu lho, bantal hijau itu
Sudah tidak berwujud lagi
Kadang dia jadi ‘kekesed’
Kadang jadi alas kepala.
Sekarang kau menjadi ‘peta’ nusantara.
Dan banyak sekali orang yang
Menabung iler didalam tubuhmu.


01 Januari 2010. –tanpa asap berkumandang-

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda