Rabu, 19 Mei 2010

Hari Bete Nasional

.::Cerita Jurnalis Kampus Gagal::.

Jika ada hari yang menyebalkan sedunia, maka hari itu adalah kemarin. Jika ada hari yang bikin gondok sedunia, maka hari itu adalah kemarin, tanggal 16 April 2010. entah kenapa saya nobatkan hari itu adalah hari yang tidak enak untuk dinikmati. Berbagai alasan memang cukup tidak masuk akal melanda hidup saya. Tapi tetap saja, Jum’at kemaren saya sebut hari yang bikin kesal dari kaki hingga ujung kepala. Saya sempat membulati kalender rumah sebagai tanda dongkolnya jiwa dan raga ini.

Untuk meringankan beban hati itu, saya dengan sengaja bermain ke tempat Gilang, pengusaha service handphone, dia teman saya. Tempatnya di Cipadung dekat baso Lotus. Saya ke sana dengan mengendarai si King. Motor yang kata orang membuat kuping resah akibat suaranya terlalu bising.

Gilang saat itu sedang makan siang, tak lama setelah itu dia ngajak saya ke warnet terdekat. Biasa, dia mau download sesuatu yang berkaitan dengan dunia handphone.

“ka warnet yuk!” Katanya.
“hayu, warnet mana?” jawab saya.
“hareupeun kifa,” kata dia. Kifa itu nama sekolahan deket kampus UIN SGD Bandung. Aslinya Kifayatul Achyar.
“naha teu di Gani net?” saya bertanya.
“didinya weh nu dekeut,” dia menjawab.

Saya pun langsung terjun ke bawah bersama dia. Gilang mampir dulu ke warung beli kertas yang berisi tembakau. Rokok super setengah bungkus saya pegang setelah dia ngasih ke saya. Saya juga ambil sebatang. Tak lama kami sudah sampai di warnet itu. Nama warnetnya Socha. Aneh juga memang, kenapa yang punya kasih nama Socha. Kalo dalam bahasa sunda Socha itu mata.

Saya duduk di room nomor empat. Sekedar buka facebook dan lain-lain untuk menghilangkan kegondokan yang berkecamuk di dalam pikiran. Atau bikin status yang sangat bedebah yang saat itu juga saya hapus kembali. Terus saya bikin status lagi dengan sangat kasar, kemudian saya hapus kembali. Gak tau kenapa saya ingin hapus terus status itu.

Bermain facebook ternyata gak enak juga, malah bikin bete. Akhirnya saya menyudahi permainan itu. Saya kembali duduk di komputer yang Gilang diami. Dia juga kayaknya lagi gak enak hati. Lagi bete juga. Buktinya mulutnya komat kamit kaya dukun, mengejek warnet yang loading itu.

Saya tak menghiraukannya, mata saya terus berkedip. Mulut saya terus menguap. Oh, alangkah ngantuknya siang ini, apalagi gerimis begitu menghantam genting rumah orang lain, hmm, cuaca yang enak untuk menggulingkan badan di kasur. Tapi tidak, saya harus menemani dulu Gilang sampe selesai download.

Saya ambil rokok lagi dan pasti membakarnya. Gilang juga berbuat sama dengan apa yang saya lakukan dengan rokok itu. Perlu kamu tahu rokok yang saya bakar itu hasil peminjaman korek yang oleh si pemilik warnet kasih. Gilang terus saja komat-kamit. Dan saya tetap tak berkutik, hanya diam saja mendengar celotehannya walalupun Gilang tahu bahwa kata-katanya gak perlu ditanggapi oleh saya.

Ternyata kegiatan mendowloadnya selesai, dan kami harus segera meninggalkan warnet Socha itu. Kami mengerti jika udah selesai, maka kami pun harus pamit dan tak lupa bayar, soalnya poin penting dalam melakukan usaha, baik warnet atupun yang lainya adalah membayar. Dan pasti si pemilik warnet akan senang, tapi tidak dengan saya dan Gilang. Kurang begitu senang.

Kami kembali ke bengkel servis Gilang. Dia segera menyalakan komputernya. Dia juga segera memasukan flashdisk kedalam colokan USB, kamu tau singkatan USB? Itu adalah Universal Serial Bus.
Setelah flashdisk terbaca oleh computer, saya mendengar kekagetan Gilang yang sangat dramatis sekali saat itu. Kebetulan juga di situ ada bapak-bapak yang saya tidak tahu namanya, dia mau service handphone juga.

“anjir, can ka kopikeun datana kana flesdis?” kata gilang kaget betulan. Sambil dia meyakinkan bahwa betul data yang tadi di download belum di kopikan ke flashdisk, mungkin masih disimpan di data komputer yang punya warnet itu. Saya juga kasih komentar sedikit.

“heueuh meureun can dikopikeun, ente disimpen dina C? kata saya. Gilang tidak menjawab, tapi langsung pergi, pasti pergi ke warnet tadi untuk ambil data lagi. Dan betul, Gilang kembali dengan selamat setelah beberapa menit dia ke sana, ke warnet itu.

“aya?” kata saya.
“aya,” jawab dia sambil mengecek dan meyakinkan lagi folder dan file yang sudah di download tadi.

Betul, data itu sudah ada dan sudah dikopi ke flashdisk. Baguslah kalo begitu, saya jadi ingin ngecas hape saya. Saya langsung cas hape. Casan punya Gilang, saya numpang sebentar.
Si bapak yang duduk di samping saya, yang ingin servis tadi langsung membuka percakapan. Tentunya ada sangkut pautnya dengan masalah hape.

“ieu spikerna teu jalan, tapi ari suara batur nelepon mah aya,” kata dia sambil mengasih lihat hapenya pada Gilang.
“Samsung?” tanyanya.
“sanes, akew,” kata si bapak, akew itu istilah untuk hape keluaran china.
“kela nya pak sakedap nginstal heula.” Gilang lagi.
“oh, kalem weh santai,” si bapak.

Suasana yang tidak bersahabat mulai terasa setelah Gilang mengutak-ngatik sebuah program yang entah diapakan oleh dia, yang jelas membuat dia bengong dan sedikit menyimpan kedua tangannya diatas kepalanya.

“anjiiiiiiiiiiiiir, gelo ka hapus,” kata dia.
“naona dut,” saya penasaran
“ieu kalahkah kahapus kabeh,” katanya lagi, saya juga gak ngerti macam apa program hape itu, soalnya

saya gelap banget dengan itu, istilahnya gaptek. Saya hanya diam saja melototi biar Gilang mengira saya sedikit care dengan kebeteannya. Nah, lengkap sudah, bukan hanya saya yang bete, dia juga sama kaya saya. Malahan dia pernah bilang, saking susahnya program yang akan dia install itu, dia kasih sedikit statement. “anjir, lewih-lewih ti diputuskeun kukabogoh aingmah,” ya, mungkin baginya program yang langka sekali didapat, membuat dia sedikit ngahuleng.

Si bapak yang tadi akhirnya pulang pamit. Mungkin dia juga bete melihat kami bete. Makanya dia pergi meninggalkan kami, untung saya bawa hape yang ada mp3 nya, alhasil saya putar lagu-lagu buat mencairkan suasana.

“kudu bari ngopi dut meh rada lancar,” kata saya.
“heueuh betul euy,” senyum dia.

Saya pun langsung bergegas ke bawah, ke warung terdekat untuk sedikit mengobati kegelisahan kita berdua. Segelas kopi hitam kental saya bawa dan tiga batang rokok lagi saya teng-teng di tangan. Musik masih berjalan di hape saya. Alunan almarhum mbah Surip terus meledak-ledak. Saya dan Gilang terpancing emosi mengikuti lagu itu. Judulnya bangun tidur.

Jam menunjukan pukul sembilan lebih. Itu artinya saya harus segera beranjak meninggalkan Gilang, walaupun dia menahan saya untuk jangan pulang dulu. Tapi saya tetap bersikukuh ingin pulang.

Saya tunggangi si King. Saya nyalain, tapi tak mau nyala. Saya sedikit maju ke depan, tepat di pinggir jalan samping lotus sambil dorong si King, tapi tetap tak mau nyala. Saya gak menyerah, terus dan terus kocok panyelahan motor itu. Oh, keringat saya terus mangalir. Tak ada yang bantu saya. Oh, saya lihat ada teman saya dari kejauhan naik motor juga, sepertinya dia mau menghampiri saya, mungkin dia mau Bantu.

Oh, ternyata tidak, dia tidak melihat saya, padahal kami begitu beradu wajah, oh begitu teganya dia membiarkan saya capek sendiri. Heuh, tobat gusti, kenapa kau tak mau membantuku? Apakah kau takut saya tanya “kamu habis dari mana?” walaupun saya tau kau itu baru beres kencan dengan siapa itu? Ah biarlah terserah kalian, saya gak mau ikut campur lagi dengan masalah-masalah kalian.

Akhirnya saya pulang dengan jalan kaki. Saya titip motor sama Gilang. Hmm, betul betul hari yang bikin jiwa enggan mau ngapa-ngapain. Hari yang enak untuk mencaci maki. Hari yang cocok untuk bertengkar. Oh, maafkanlah dengan diriku yang sama sekali gak kuat tahan emosi. Mudah-mudahan hari esok tak seperti hari ini lagi. Wassalam.

Bandung, 17 April 2010

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda