Rabu, 19 Mei 2010

Nonton Bola

.::Cerita Jurnalis Kampus Gagal::.


Hari itu adalah hari Rabu. Hari yang tidak konsisten, kadang hujan kadang tidak. Hari dimana saya pergi ke kampus setelah jam satu siang untuk mengikuti salah satu mata kuliah yang saya tidak ambil sebelumnya. Walaupun saya tidak tercatat sebagai salah satu mahasiswa di mata kuliah itu, tapi biarlah karena saya suka sekali ikut di mata kuliah Critical Theory.

Saya sudah ada di kampus, tepatnya di kelas, tapi duduk di luar, karena dosennya, pak Awang belum ada. Di situ, di bawah tangga yang mau masuk kelas, ada banyak teman-teman, ada Yefi di situ, dan tiba-tiba Ipenk datang. Yefi sedang merokok dengan nikmatnya bersama anak semester enam. Saya juga pingin merokok, tapi Yefi cuma punya satu batang. Saya suruh si anak semester enam itu untuk membeli rokok.

“daek meuli rooko,” kata saya.
“oh, mangga, rooko naon kang,” jawab dia mau.
“Super weh lah, “ kata saya lagi.

Dia ambil uang dari saya. Tak lama ia beli rokok. Hanya beberapa menit, karena warung si babeh dekat kelas yang saya sedang duduki. Ia kembali dengan membawa tiga batang rokok. Sambil sedikit meminta maaf pada saya, walaupun seharusnya tidak usah meminta maaf segala.

“duh kang, Super na ngan sabatang, ku Surya wehnya?” dia berkata.
“ah teu nanaon, cik hayang ngasaan Surya,” kata saya.
“haha, Surya jiga kuli wae,” kata Yefi atau kata Ipeng, saya lupa lagi suara itu.

Saya ambil sebatang dari bungkus itu. Dia juga ambil satu batang sambil malu-malu, walupun gak usah malu-malu, atau gak usah takut-takut karena saya senior. Saya sendiri benci dengan senioritas sebetulnya.

Waktu terus berputar. Sedot demi sedot saya kepulkan rokok ke atas. Mahasiswa banyak yang lalu lalang melewati saya yang sedang nongkrong dekat pintu masuk kelas. Ada pak Nurholis terlihat mau ngajar mata kuliah lain. Dia lihat saya sambil senyum. Saya juga balas dengan senyuman. Senyuman menggoda. Mudah-mudahan si bapak tergoda.

Di luar, anak-anak semester enam tiba-tiba berkumpul. Ternyata pak Awang datang. Mungkin dia sedang memberi petuah, atau juga sedang memberi tugas, karena dia tidak akan masuk. Dan ternyata betul, dia tidak akan masuk, akhirnya dia kasih tugas mata kuliah itu pada gerombolan mahasiswa. Saya hanya diam saja tidak ikut nimbrung.

Dengan tidak masuknya mata kuliah itu. Saya ajak Ipeng dan Yefi untuk nonton bola liga mahasiswa antar Jurusan. Kebetulan hari itu kesebelasan Bahasa dan Sastra Inggris atau BSI, jurusan saya sedang bertanding dengan kesebelasan Matematika. Kebetulan lagi lapangnya dekat, paling juga satu menit kalo pake motor dari kelas yang saya duduki tadi. Saya langsung tak ambil diam, menyalakan motor sekencang-kencangnya. Yefi ikut dibonceng. Ipeng juga naik motor kesayangannya.

Kami bertiga sudah nongkrong di belakang lapang. Penonton masih sedikit. Pertandingan belum menunjukkan sesuatu yang ramai. Sangat beda sekali ketika ada pertandingan bola di teve antara Chelsea melawan Barcelona beberapa hari yang lalu, walaupun jujur saya tidak menontonnya.

Pertandingan yang saya tonton itu sebetulnya tidak menarik, karena jurusan saya yang main, makanya saya bela-belain untuk nonton. Saya, Ipeng dan Yefi terlihat serius menontonnya walau kadang suka gemes melihat peluang-peluang yang hampir gol itu. Jadinya, ejekan-ejekan terlontar dari mulut kami. Karena seru sekali kalo nonton bola sambil ngetawain orang, terutama pemain. Karena, selain menjadi penonton kami juga merangkap sebagai kritikus atau komentator sepak bola.

Saya ambil uang di kantong celana denga tanpa kata saya sodorkan ke Yefi. Kalo dalam bahasa non verbal, saya suruh dia beli rokok, because watching without smoking is nothing. Yefi ambil uang itu, namun tidak secekatan dengan mahasiswa semester enam tadi yang langsung pergi ke warung. Yefi sedikit malas, agak loading, namun tetap pergi setelah saya paksa untuk pergi ke warung.

Para penonton tiba-tiba bersorak di stadion, itu menunjukan bahwa para supporter dari Matematika senang dan gembira setelah para pemainnya menggolkan kegawang BSI. Mereka terus bersorak kegirangan setelah gol berikutnya. Mereka semakin bersorak setelah gol ke tiga. Mungkin mereka puas. Bagaimana dengan supporter BSI? Mereka juga agak sedikit bersorak membalas sorakan dari supporter lawan.

Wasit meniup peluit, bertanda babak pertama usai. Saya angkat badan dari duduk. Yefi juga. Ipeng juga. Para pemain menyudut ke tempat yang disediakan panitia, karena pertandingan diistirahatkan dulu beberapa menit. Saya menyalakan motor lagi. Ipeng juga menyalakan lagi.

“ka suaka mik?”
“hayu,”

Saya ajak Yefi. Dia naik lagi dibonceng saya, namun dia turun di situ, di dekat Kopma, karena saya mau ke Suaka, tapi Yefi tidak ikut, dia mau pulang katanya. Di Suaka banyak orang, sedang rapat. Saya gak mau nyebutin namanya, karena banyak sekali, takut lupa, ntar yang lain sirik ada yang gak disebut.

Di ruang sebelah ada Ojan sedang dengerin lagu. Lagu apa gak jelas. Katanya sih lagu temennya. Dia terus menyanyikan apa yang dinyanyikan dalam lagu itu. Dia juga sedikit bertanya pada saya. Pertanyaannya gak jauh dari 5W+1H, seperti “darimana?” Saya juga langsung jawab, “habis nonton bola.” Dan ternyata dia tertarik untuk nonton babak kedua.

“hayu ah lalajo,” kata saya.
“hayu,” kata dia bergegas.

Saya dan Ojan pergi meninggalkan Suaka, berniat untuk nonton babak kedua. Di ruang tengah ada Ipeng sama Ikmah, mungkin lagi ngobrol tentang apa, biasa masalah pribadi mungkin. Ojan tanya sesuatu tentang financial sama saya di deket Kopma sambil berjalan menuju stadion.

“boga duit teu?” Ojan tanya kayak gitu untuk beli rokok mungkin. “eweuh beak tadi, maneh boga?” kata saya.
“eweuh beak,” katanya lagi.
“baelah, lalajo mah teu kudu bari udud,” kata saya lagi.

Kami terus berjalan menuju stadion tanpa sebatang rokok apapun. Uang kami sudah habis. Jadinya untuk nonton babak kedua ini kami harus rela tanpa kepulan asap berkumandang ria. Tak apalah yang penting hepi.

Saya mulai duduk di salah satu kursi beton stadion. Ojan juga ikut duduk di sebelah saya. Dia pake jaket kulit hitam dengan sedikit renda merah di arah lengan. Saya juga pake jaket kulit tanpa renda. Dibawah saya terlihat cewek-cewek lagi nonton juga, pasti dia semester dua. Wajahnya segar dan cantik cantik, centil juga, gak apalah biar rame.

Rupanya ada yang datang. Itu Ilma, Ipeng sama Ikmah. Dia ikut nonton juga rupanya padahal tadi mereka sedang duduk-duduk di Suaka. Gak apalah mereka kan pingin nonton, siapa juga yang melarang. Mereka juga kan sama bayar SPP. Mereka bertiga duduk di bawah saya. Tapi rupanya pindah keatas sejajar dengan saya dan Ojan setelah hujan gerimis sedikit menyerang.

Setelah gawang BSI terus kebobolan, Ojan mulai kesurupan, entah kenapa dia seperti seorang komentator sepak bola yang kawakan. Perpaduan antara sunda dan Indonesia dia pake.

“ternyata bolanya ngagulutuk sodara-sodara,” kata dia.
“oh terlalu tinggi mengangkat cokor,” kata saya sambil tertawa, Ojan juga ketawa. Kenapa sih ketawa? Bukannya liat pertandingan.

Ojan terus ngoceh gak karuan, Shandi, salah satu dosen BSi terus melirik dia aneh, mungkin dalam hati Shandi bertanya-tanya, “ini pria jurusan apa, perasaan di BSI gak ada orang kayak gini?”

Memang, Ojan itu anak PAI tetapi saya hipnotis dia supaya dukung BSI. Oleh karena itu dia mati-matian dukung kesebelasan yang saya dukung juga, walaupun kalah. Ipeng sama Ikmah juga terlihat pada ketawa melihat apa yang dilakukan Ojan.

Hujan masih gerimis kecil sekali, tapi henpon saya bunyi tiba-tiba. Ada sms masuk rupanya. Saya buka sms itu. Tadinya henpon disimpan di saku jaket. Tapi saya ambil karena ada sms.

“A dimana?” ketik seorang perempuan yang saya gak mau sebutin namanya.
“di stadion,” bales saya.
“huh, stadion wae, mo k 7uaka ga?” ketik dia, rada aneh kenapa Suaka, huruf ‘s’ nya diganti sama angka 7.
“tanggung lagi nonton bola,” jawab saya.
“akh klah jg, he, Qt ja2n yu,” rayu dia tiba-tiba ngajak jajan, aneh.
“bawa aja sini,” gurau saya.
“mo ap?” serbu dia lagi.
“rooko ma aer,” tawar saya.
“rkok pa?” serang dia.
“ga ah, bcnda ak,” ngelak saya.
“ikh gpp, bruan mo ap,” paksa dia.

Saya gak balas. Tanggung, lagi asik nonton. Tapi dia terus miskol. Dua kali dia miskol. Hape gak terasa bergetar mungkin ketimpah sama suara para supporter. Dia telpon lagi terus menerus. Gak saya angkat juga. Akhirnya dia sms lagi.

“dtggu dblkang stadion, buruan,” bentak dia. Saya tetap gak bales. Akhirnya dia telepon lagi. Akhirnya saya angkat juga.
“aku dibelakang stadion, kesini buruan,” kata dia.
“udah ah ga usah, aku becanda,” kata saya.
“ikh udah beli tanggung,” serobot dia
“iya atuh tunggu,” jawab saya sambil pergi ke bawah, ke belakang stadion. Di situ dia sedang pegang
kresek putih, berisi sebungkus rokok Starmild dan minuman apa lagi mereknya saya lupa, mungkin Ojan tahu. Kamu tahu Jan?

“nih aku mo ngembaliin flashdisk,” kata dia. Sambil juga ngasih itu kresek putih.
“udah ah gak usah,” jawab saya malu-malu kucing.

Iya, memang, rezeki itu jangan ditolak, kalo ditolak mungkin dosa, dia kan udah baik-baik mau ngasih, kenapa harus ditolak. Ya sudah saya ambil itu kresek sambil bilang terima kasih. Lalu saya kembali ke stadion sambil bawa kresek itu. Dan tak lupa duduk bersama mereka lagi.

Benar-benar hari yang bahagia, penuh canda dan tawa plus rezeki yang harus di syukuri. Saya ambil satu batang. Ojan ikut ambil. Ipeng silahkan ambil. Di belakang saya, rupanya ada anak si semester enam tadi, dia nonton juga, saya pinjem korek sama dia, tak lupa nawarin rokok rezeki tadi. Saya ambil minuman itu, tapi tak tau dimana lubang buat ditusuk oleh sedotannya. Ojan berkomentar sedikit.

“uh katinggali tara jajan ka minimarket na tweh,” katanya sambil menusukan sedotan ke area yang harus ditusuk. Saya ketawa mengiyakan.
“heueuh, biasa nginum cai herang atuh da urangmah,” kata saya.

Pertandingan masih berlanjut. Skor terus menggila: tujuh kosong buat Matematika. Penonton terus bersorak. Saya juga ikut bersorak walalupun tim saya kalah. Tapi yang penting bukan kalah atau menang. Yang penting itu bisa hepi dan bisa ketawa terbahak-bahak. Wasit meniup peluit. Pertandingan berarti selesai. Saya ambil lagi rokok dan menghisapnya dalam-dalam.

Kamar, 15 April 2010

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda