tag:blogger.com,1999:blog-78563437555314621482024-03-13T05:29:01.880-07:00Aroma Pagiyang lekas tercatat...mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.comBlogger239125tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-38002186168960987212021-07-07T11:27:00.025-07:002021-07-09T16:08:29.843-07:00Selamat Jalan Teh Yuli<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-DYnaCKISAS8/YOjWjXfJl4I/AAAAAAAAAXk/-_8MLloG3-k5vMWHkCa5A0XBLGhlDENSACLcBGAsYHQ/s1280/WhatsApp%2BImage%2B2021-07-08%2Bat%2B01.21.13.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" height="300" src="https://1.bp.blogspot.com/-DYnaCKISAS8/YOjWjXfJl4I/AAAAAAAAAXk/-_8MLloG3-k5vMWHkCa5A0XBLGhlDENSACLcBGAsYHQ/w400-h300/WhatsApp%2BImage%2B2021-07-08%2Bat%2B01.21.13.jpeg" width="400" /></a></div><br /> <p></p><p>Teh... Begitu saya biasa memanggil Teh Yuli Suwarni. Saya mengenalnya sekitar 2016 ketika sering main di Depok. Orangnya hangat. Gampang akrab kepada siapapun. Mulai cukup dekat dan nyambung karena kami sama-sama pernah tinggal dan kerja di Bandung. Sama-sama bicara Sunda dan senang menulis.<br /><br />Teh Yuli adalah sosok yang mengayomi, pandai bergaul dan senang mengajak temannya untuk terlibat dalam kegiatan atau urusan yang sedang ia kerjakan. Saya salah satu yang sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang dikerjakannya. Saya selalu senang dipercaya meskipun punya kesibukan sendiri sejak masih kerja di Jakarta.<br /><br />Entah berapa banyak saya dilibatkan dengan kegiatan yang ia kerjakan. Mulai dari menulis buku, aksi sosial, membantu mengelola <i>platform </i>dari kenalannya di pemerintahan dan juga swasta hingga mencoba merealisasikan mimpi bersama yang belum sepenuhnya terwujud. Sampai detik ini.<br /><br />Teh Yuli jadi salah satu sosok yang meyakinkan saya berani mengambil keputusan untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hal-hal baru.<br /><br />Teh Yuli juga sosok yang perhatian kepada siapapun. Ia selalu 'rewel' menanyakan kondisi kesehatan saya, istri dan anak-anak. Ia tak segan-segan mengirim makanan dan obat-obatan secara tiba-tiba saat saya dan keluarga sakit.<br /><br />Teh Yuli senang melihat orang lain senang. Tak jarang ia tiba-tiba mengajak dan menyuruh kami sekeluarga bervakansi sekedar melepas penat dari rutinitas harian. Kami menganggap ia sudah seperti sosok kakak, keluarga sendiri, meskipun tak ada sama sekali pertalian darah.<br /><br />Saya rasa orang lain yang mengenalnya akan sama seperti yang saya rasakan.<br /><br />Sejak awal kenal sampai sekarang, kebaikannya tak pernah padam. Tetapi selama pandemi ini, intensitas perjumpaan dengan Teh Yuli semakin jarang. Lebih sering melalui daring untuk urusan kerjaan atau sekedar <i>say hi</i>.<br /><br />***<br /><br />Rabu, 16 Juni 2021, selepas adzan magrib, sebuah pesan WhatsApp masuk.<br /><br />"Qadarullah abdi positif Covid. Hasil PCR semalam. Alhamdulillah barudak negatif," begitu isi pesan dari Teh @yulitriss.<br /><br />Cukup kaget ketika membaca pesan itu. Tapi hilang seketika karena ia masih bisa bercanda. Malah giliran ia yang khawatir ketika saya kasih tau bahwa Kala, anak saya lagi tidak enak badan dan suka <i>rungsing </i>karena lagi disapih. Ia siap-siap mau kirim obat herbal untuk membantu penyapihan.<br /><br />Pesan di WhatsApp itu menjadi percakapan terakhir saya dengan Teh Yuli sembari ia ‘memaksa’ saya untuk segera divaksin dan sering-sering berjemur.<br /><br />Awal Juli, saya dapat info, Teh Yuli dirawat di Rumah Sakit Pertamina. Kondisinya menurun. Ia dibantu ventilator beberapa hari untuk membantu pernapasan.<br /><br />Perasaan mulai gak karuan. Ponsel pribadi yang dihubungi tidak merespons. Saya kontak terus menerus beberapa orang dekatnya, Marissa dan anaknya Zizi untuk mengetahui kondisi Teh Yuli. Kabar baik belum juga terdengar.<br /><br />Rabu, 7 Juli 2021, banyak pesan masuk. Isinya mengabarkan Teh Yuli sudah dipanggil Allah. Saya dan istri hanya terdiam dan kaget tak percaya. Lebih merasa tak percaya lagi ketika melihat langsung jenazahnya dikeluarkan dari ambulans dan dikuburkan. Air mata yang semula ditahan, akhirnya menetes perlahan.<br /><br />Inna Lillahi wa inna ilayhi raji'un. Sosok baik itu telah pergi meninggalkan orang-orang yang menyayanginya. Meninggalkan kita semua. Semoga keluarga yang ditinggalkan, Mas Irfan, Zizi, Ludza dan Tera diberi ketabahan.<br /><br />Selamat Jalan Teh Yuli... Surga menanti.<br /><br /><br /><br /></p><div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-8029779887393986522016-07-02T20:10:00.002-07:002021-07-09T16:13:10.072-07:00Di Balik Pembubaran The Bondoners<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-aQkskmhaIKs/WFSigGIROEI/AAAAAAAAAO4/NQzKK6A1sPoolomM3b-3EEGvTIF4S1_bgCLcB/s1600/705632_4125768105369_891713264_o.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://1.bp.blogspot.com/-aQkskmhaIKs/WFSigGIROEI/AAAAAAAAAO4/NQzKK6A1sPoolomM3b-3EEGvTIF4S1_bgCLcB/s320/705632_4125768105369_891713264_o.jpg" width="320" /></a></div>
<div dir="ltr">
<br /></div><p>Medio 2007-2008 skena musik rock n roll sedang ngetren di UIN Bandung. Bermacam pertunjukan dan festival digelar di beberapa fakultas. Mahasiswa UIN saat itu sedang demam The Sigit, The Changcuters, The Rolling Stones, The Beatles. Pokoknya, <i>Rock n Roll is back</i>.<br /><br />Di BSI, empat mahasiswa tampan, kurus, macho, idola para mahasiswi jurusan lain pasang aksi. Rambutnya serempak poni ala-ala Lennon dan personel The Sigit.</p><p> <br />Yuga Anugrah, Puji Rahmatulloh, Yadi Kusmayadi dan Furqan Fauzi mendadak nyentrik. Lagu-lagu macam <i>I Wanna Hold Your Hand</i>, <i>Help</i>, <i>Yesterday</i> jadi makanan sehari-hari mereka. Tak lupa, tembang <i>Black Amplifier</i> hingga <i>Live In New York</i> jadi senandung paling kerap dinyanyikan di kosan-kosan bilangan Cipadung. Ya, mereka mengidap rock n roll.<br /><br />Tak lama kemudian, terbentuklah sebuah band The Bondoners. Saya tak tahu apa tujuan mereka menamakan bandnya itu. Apa mungkin karena mereka kerap tiap malam main ke Cempaka? Ah entahlah. Yang jelas band yang belakangan membawakan lagu-lagu The Sigit dan The Beatles itu digawangi Furqan 'Bram' Fauzi (vocal), Puji 'John' Rahmatulah (gitar), Yadi 'Kiong' Kusmayadi Bass, Yuga (vocal) dan kalau gak salah Dedi (drum).<br /><br />Mereka adalah anak-anak band dari BSI kelas A dan B angkatan 2005 yang mungkin punya misi sama: <i>Life is rock n roll</i>. Gaya manggung mereka cukup atraktif, terutama Bram yang kalau sedang nyanyi kayak cacing kepanasan. Saat ngobrol biasa pun suaranya mirip Vino Bastian. Selain banyak koleksi tentang lagu-lagu rock n roll, Bram juga dikenal oleh teman-teman sebagai kolektor film-film 'Vocab' (dibaca bokep). Sampai-sampai di angkatan kami sudah kadung membudaya copy-paste 'Bokep Ti Bram' dari flash dish ke flash dish, dari komputer ke komputer.<br /><br />Entah kapan tepatnya, saya masuk membantu The Bondoners jadi penggebuk drum. Mereka tak tahu, apalah saya ini tiba-tiba ditantang jadi pemain drum. Ah sudahlah saya terima saja. Saya beberapa kali berkesempatan berlatih dengan mereka. Lagu yang dimainkan tak jauh dari Beatles, Sigit dan belakangan mencoba lagu-lagu Keane.<br /><br />Sayang, ketika sedang asyik-asyiknya The Bondoners berkarya, tiba-tiba di siang bolong, di bawah pohon mangga (kalau gak salah dulu posisinya di pinggir pascasarjana samping UKM lama) Puji memanggil para personil. "Ada rapat penting," katanya.<br /><br />Saya, Yuga, Puji, Kiong dan Bram berkumpul. Suasana hening. Wajah mereka serius. Kami duduk melingkar. Rokok mengepul ke udara. Ada beberapa makanan. Saya lupa. Rujak atau gorengan.<br /><br />Puji membuka percakapan.<br /><br />"Sepertinya band harus dibubarkan," ujar Puji.<br />"Kenapa?" Saya tanya.<br /><br />Saya lupa Puji menjawab apa. Mungkin karena kesibukan kuliah. Atau hal lain. Yang jelas semuanya setuju The Bondoners bubar.<br /><br />Rokok kembali mengepul. Saya lihat Yuga dan Puji menghisap dalam-dalam. Tak lama kemudian, kami membubarkan diri dari kerumunan. Bram langsung pergi entah ke mana. Tak selang lama kami kembali berkumpul tanpa Bram.<br /><br />Suasana mulai cair.<br /><br />"Sebetulnya kita tidak benar-benar bubar," kata Puji.<br /><br />Puji menjelaskan pembubaran The Bondoners hanyalah akting belaka untuk mengubah personel. Intinya posisi baru band yang kemudian bukan bernama The Bondoners digawangi Yuga (vocal), Puji (gitar) Kiong (bass) dan saya (drum).<br /><br />Saya cukup berat menerima drama pembubaran ini. Namun, perlahan saya cukup tahu alasan mereka mengubah format band.<br /><br />Kami mulai berlatih. Kebanyakan kami sewa studio di bilangan Ujungberung. Sayalah satu-satunya personel yang jarang urunan. Maklum, saya termasuk mahasiswa paling kere di BSI 2005. Jangankan buat kegiatan hura-hura macam ngeband, buat ngeprint tugas dosen saja suka nebeng sana-sini. Makan juga suka nebeng di kosan Yuga di An-Nur.<br /><br />Kami mulai mencoba memainkan lagu-lagu Beatles dan Keane. Suatu hari, ada acara pertunjukan di Aula utama kampus UIN Bandung. Kami harus main beberapa lagu. Dua kalau gak salah. Beatles dan Keane. Tapi yang bikin degdegan justru bukan saat manggungnya. Tapi saat itu saya takut Bram melihat penampilan kami.</p><p> <br />Alhasil, penampilan saat itu tidak berjalan maksimal. Saya misalnya beberapa kali lupa ketukan.<br /><br />Dan entah kapan band ini bubar dengan sendirinya. Mungkin karena personel sudah mulai meninggalkan kampus. Puji dengan skripsinya tentang metafora dalam lirik Beatles lulus lebih dulu. Disusul Kiong dan Yuga. Sayalah yang paling terakhir lulus hingga hampir 7 tahun. Sedih, ketika teman-teman seangkatan sudah wara-wiri memakai toga, saya malah baru bangun tidur di salah satu kompleks UKM.<br /><br />Dan Bram, entah ke mana dia sekarang. Saya juga merasa berdosa. Saya pernah diberi sejumlah uang olehnya untuk membantu mencari referensi dan buku-buku buat skripsinya.<br /><br />Di postingan ini. Kami dari Ex-The Bondoners terutama saya ingin mengucapkan maaf sebesar-besarnya buat Bram yang mungkin telah merasa dizolimi. Jangan anggap serius kawan. Ini hanyalah salah satu ciri khas bercanda anak-anak BSI 2005. Yang kadang-kadang tak kenal batas. Ini hanya kisah seberapa tentang band. Belum tentang percintaan yang lebih dramatis yang dilakoni para mahasiswa BSI 2005.<br /><br />Selamat hari raya Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir batin.</p><div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-54833115278590481472016-05-23T22:12:00.001-07:002016-05-31T20:37:38.020-07:00Jangan Ada Lagi Sandiwara SapiRencana impor sapi indukan sebanyak 25.000 ekor menyisakan dilema bagi pemerintah. Satu sisi pemerintah ingin impor melalui jalur lelang sesuai aturan yang berlaku. Di sisi lain skema penunjukan langsung dinilai lebih tepat.<br />
<br />
"Tapi, kita tahu, skema lelang hanyalah sandiwara belaka. Seolah formalitas, padahal yang menangnya sudah ditentukan terlebih dahulu," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladono Bashar di Bogor akhir pekan lalu.<br />
<br />
Pernyataan Muladno tersebut tentu bukan isapan jempol belaka. Dia berkaca pada pengadaan sapi indukan tahun-tahun sebelumnya yang dianggap menjadi permainan segelintir pihak untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui lelang.<br />
<br />
Memang, saat ini, berdasarkan pengakuan Muladno, pemerintah telah menetapkan skema lelang untuk impor sapi indukan tersebut. Bahkan sudah ada 6 calon pemenang. Masalahnya, peserta yang lolos tahap lelang tersebut bukan berasal dari perusahaan bonafit. Pendek kata, kredibilitas dan profesionalitas calon pemenang lelang dipertanyakan.<br />
<br />
Dia khawatir, perusahaan peserta lelang tersebut setelah ditetapkan sebagai pemenang ujung-ujungnya menggunakan jasa perusahaan berpengalaman untuk mendatangkan sapi impor ke Indonesia.<br />
<br />
"Nah nanti di situ ada tata niaga lagi. Perusahaan yang menang memakai jasa perusahaan berpengalaman yang biasa tangani sapi dan tentu harga akan semakin mahal."<br />
<br />
Muladno tak ingin permainan tersebut terus terjadi di pemerintahan saat ini. Artinya, dia mengisyarakatkan jika pun lelang impor sapi indukan sudah mengerucutkan 6 calon pemenang, pihaknya akan mengupayakan agar skemanya diubah menjadi penunjukan langsung.<br />
<br />
Pihaknya sudah mengajukan ke Kemenko agar impor sapi indukan sebaiknya dilakukan penunjukan langsung. Tentunya nanti dipilih perusahaan yang benar-benar kredibel dan profesional.<br />
<br />
"Tinggal menunggu Pak Jokowi apakah nanti jadi penunjukan langsung," ujarnya.<br />
<br />
Muladno juga mengisyaratkan bahwa Jokowi akan menyetujui untuk mengambil langkah penunjukan langsung siapa yang akan mendatangkan sapi dari Australia tersebut.<br />
<br />
Pasalnya, pemerintah saat ini cukup concern memberantas permainan-permainan yang tidak sesuai dan berpotensi merugikan negara. Hitung-hitungan Kementerian Pertanian, total anggaran untuk pengadaan 25.000 sapi indukan Brahman Cross mencapai Rp700 miliar.<br />
<br />
Pemerintah, lanjutnya, tentu tidak ingin menggelontorkan uang sebanyak itu berujung percuma. Dia ingin pengadaan sapi indukan tahun ini lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang dinilai banyak terjadi 'sandiwara'.<br />
<br />
Dari segi teknis, setelah sapi tiba di Indonesia, sapi-sapi tersebut selanjutnya dibawa ke tempat instalasi hewan selama sebulan. Dia ta kinging sapi langsung didistribusikan langsung ke para peternak yang akan mengelola. Di samping itu, pemerintah akan melatih para peternak terkait bagaimana mengurus sapi agar bisa beradaptasi dan diurus serta beranak pinak dengan baik.<br />
<br />
"Pokoknya kami ingin mengatur sapi ini nanti secara ketat agar semuanya berjalan baik, termasuk soal ketersediaan pakan. Nah ini yang harus dimatangkan lebih dalam," ujarnya.<br />
<br />
Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Rochadi Tawaf tak mau ikut campur terkait skema apa yang akan dilakukan pemerintah soal pengadaan sapi indukan tersebut.<br />
<br />
Dia tak ingin memikirkan apakah nantinya pemerintah meneruskan skema lelang atau penunjukan langsung siapa importir sapi indukan dengan nilai ratusan miliar itu.<br />
<br />
Tawaf mencatat, pemerintah harus serius menindaklanjuti distribusi dan pemeliharaan setelah sapi tiba di Indonesia. Dia mengimbau agar 25.000 sapi indukan tersebut nantinya dikelola oleh BUMN yang menangani khusus soal persapian.<br />
<br />
"Setelah jinak baru didistribusikan ke peternak untuk diurus. Kalau langsung diserahkan peternak rakyat, nanti tidak bakalan bener, bisa-bisa nanti sapi-sapinya pada mati," ujarnya.<br />
<br />
Namun, berbeda dengan pandangan Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana. Dia menilai rencana pengadaan sapi indukan dari Australia tidak akan berhasil sama sekali.<br />
<br />
Pemerintah dinilai tidak akan bisa mengambil pelajaran tahun-tahun sebelumnya yang kerap gagal mengelola sapi indukan. Bahkan dia mengkritik pemerintah untuk menghentikan program tersebut karena dinilai hanya memborosokan uang negara semata.<br />
<br />
"Dari awal kami sudah ingatkan lebih baik pemerintah fokus membiayai bagaimana caranya menekan sapi betina produktif yang setiap tahunnya dipotong sampai sejuta ekor," ujarnya.<br />
<br />
Teguh sadar betul, rencana penambahan populasi sapi indukan tersebut tidak akan berjalan efektif. Logikanya, kata dia, para peternak rakyat yang nantinya dibebankan mengurus sapi tidak akan kuat mengurus sapi dalam jumlah banyak.<br />
<br />
Selain itu, ketersediaan pakan harian dianggap sulit dilakukan oleh peternak rakyat sehingga kesehatan sapi akan menjadi hambatan dalam pembibitan.<br />
<br />
"Saya berani taruhan, lihat saja kalau program impor sapi indukan ini jadi, tidak akan berjalan lancar kalau melihat pengalaman yang sudah-sudah," ujarnya.<br />
<br />
Apalagi, kata dia, saat ini kuota impor sapi indukan mencapai 25.000 atau lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi, lanjutnya, daerah yang mampu memelihara sapi dalam jumlah banyak hanya bisa dilakukan Jawa Timur dan Jawa Tengah saja.<br />
<br />
Dia beralasan mengapa pemerintah seharusnya fokus menekan pemotongan sapi betina produktif dibandingkan impor sapi indukan. Dalam catatannya, ketersediaan sapi betina dan jantan pada 2011 mencapai 14,5 juta ekor. Adapun, pada 2013 mencapai 12,5 juta ekor.<br />
<br />
"Ini kan stoknya terus berkurang karena setiap tahun berkurang. Nah, tahun ini jumlah sapi yang ada tidak mungkin lebih dari 12,5 juta ekor karena pemotongan sapi produktif yang kian masif," katanya.<br />
<br />
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Muhammad Yamin menyetujui rencana impor sapi indukan oleh pemerintah dan menekan pemotongan sapi produktif seperti yang ditegaskan kalangan pengusaha sapi.<br />
<br />
Menurutnya, keduanya sama-sama bisa menambah jumlah ketersediaan sapi yang selama ini terus mengerucut. Sehingga, kata dia, ke depan Indonesia bisa swasembada daging seperti yang diharapkan pemerintah.<br />
<br />
"Apa yang diungkapkan pengusaha sapi soal pemerintah harus menekan jumlah pemotongan sapi produktif itu baik. Dan rencana impor 25.000 sapi indukan juga baik untuk menutupi sapi-sapi produktif yang dipotong tersebut," ujarnya.<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-73809014963306564052016-05-01T06:20:00.000-07:002016-05-01T22:48:45.345-07:00Depok Police Expo, Pokja dan Selamat Bertugas Kombes Pol DwiyonoBeberapa bulan lalu, sebuah gagasan sempat terbersit: bagaimana kalau Pokja Wartawan Depok menggelar pameran foto di Margo City. Pameran foto-foto hasil karya anggota Pokja tentang Kota Depok.<br />
<br />
Beberapa anggota Pokja antusias dan tertarik. Namun gagasan itu tiba-tiba tenggelam, seolah terlupakan.<br />
<br />
Belakangan, awal April lalu, tiba-tiba Ketua Pokja, Hidayatul Mulyadi sambil setengah berbisik melontarkan kelanjutan ide tersebut yang lebih menarik: "Ini ada orang Margo ngajak kita buat bikin acara pameran tentang kepolisian. Waktunya digelar sekitar akhir April."<br />
<br />
Saya mengiyakan ajakan tersebut sambil setengah pesimis. Karena, waktu sekitar tiga minggu mana mungkin cukup untuk persiapan. Apalagi kegiatan ini membawa nama Polresta Depok. Ah... Ini cuma mimpi, saya bilang dalam hati. Terlebih tidak ada bantuan dari pihak profesional dalam pengonsepan acara.<br />
<br />
Saya lebih pesimis lagi. Berikut, program Pokja masih banyak yang belum terealisasikan. Maka saya segera bilang agar bentuk dulu kepanitiaan masing-masing untuk lebih memudahkan komunikasi.<br />
<br />
Ada tiga agenda Pokja saat itu yang tengah digodok, yakni Pokja Goes to School, Futsal Wali Kota Cup dan Depok Police Expo (DPE). Agenda DPE ini termasuk yang harus segera dilaksanakan, mengingat pihak Margo hanya mampu memfasilitasi waktu pada akhir April.<br />
<br />
Saya senang temen-temen Pokja antusias menggelar rapat untuk memuluskan DPE. Mereka mulai berkoordinasi dengan pihak Margo City yang memfasilitasi acara dan pihak Polresta Depok sebagai objek kegiatan.<br />
<br />
Saya tidak terlalu terlibat dalam proses pematangan acara. Karena saya masih mengira acara DPE mustahil bisa dilaksanakan karena keterbatasan tenaga dan pikiran rekan-rekan Pokja.<br />
<br />
Bahkan sempat terlontar untuk menggunakan event organizer saja agar acara tersebut berjalan lancar. Tapi toh ternyata akhirnya Pokja sendiri yang dibantu oleh Margo City dan Polresta Depok yang tetap menjalankan acara tersebut.<br />
<br />
Tapi ternyata perkiraan saya keliru. Sikap pesimisme saya berbalik menjadi optimisme sejak saya lihat sendiri pada hari ketiga stand-stand mulai berdiri. Tata panggung yang cukup menarik. Serta tata letak dan aneka desain lainnya yang dalam hati saya bilang: ini gak mungkin dilakukan oleh rekan-rekan Pokja sendiri.<br />
<br />
Saya tidak menyangka atas kinerja Pokja yang tentunya dibantu Margo dan Polresta Depok bisa membuat acara yang saya sendiri nilai berkelas nasional. Meskipun memang harus diakui acara DPE ini sedikit-banyak mengadopsi kegiatan serupa yang dilaksanakan Polda Metro Jaya di Gandaria City beberapa waktu sebelumnya.<br />
<br />
Saya masih ingat betul proses pematangan DPE oleh rekan-rekan Pokja. Rapat berkali-kali digelar meskipun banyak kekurangan dan sempat jadi bahan senyum sinis dari pihak lain, seolah-olah ingin berteriak; ah ngapain sih Pokja bikin acara DPE bikin capek aja!<br />
<br />
Tapi, rekan-rekan Pokja terus membuktikan. Mereka bekerja banting tulang sampai lupa bahwa tugas mereka seharusnya meliput. Tapi demi terselenggaranya DPE, mereka tampil all out dan maksimal.<br />
<br />
Keberhasilan DPE mungkin bisa dilihat dari antusiasme pengunjung mulai dari hari pertama digelar pada Senin, 25 April hingga 1 Mei 2016.<br />
<br />
Saya melihat wajah-wajah bahagia ketika ratusan anak kecil berfoto ria berlatar motor VVIP, mobil jaguar dan stand-stand yang ada. Saya bisa merasakan bagaimana ribuan warga Depok merasa bangga bisa berfoto bersama Tim Jaguar yang mereka anggap keren dan gagah berani.<br />
<br />
Saya bisa merasakan kegembiraan para pengunjung saat mereka tersenyum, simpati, dan bahkan tertawa melihat aneka foto yang dipamerkan.<br />
<br />
Saya bisa merasakan kesenangan warga yang antre memperpanjang SIM di stand Satlantas Depok. Ada juga yang antusias bertanya tentang bagaimana cara mendaftar menjadi polisi di stand Sumber Daya. Dan ada juga yang antusias bertanya ingin lebih mendalam mengetahui informasi tentang bahaya narkoba. Dan tak sedikit warga pengunjung yang terkesima dengan para personil Satreskrim dengan baju Turn Back Crime-nya juga pada satuan Sabhara dan Binmas.<br />
<br />
Ya, kebahagiaan mereka, para warga dan pengunjung itulah yang menjadi tujuan awal digelarnya DPE 2016 ini. Mereka mungkin tak lagi menganggap bahwa polisi adalah satuan yang kejam, bengis, suka menakut-nakuti masyarakat. Justru sebaliknya, warga pengunjung lebih mendekatkan diri bersama satuan kepolisian.<br />
<br />
Mereka berbaur seperti tidak ada jarak dengan masyarakat. Mereka berfoto bersama bahkan rela antre dengan pengunjung lain demi bisa mengabadikan dan memposting hasil fotonya di media sosial.<br />
<br />
Ya, kegiatan ini mungkin berhasil atas kerja sama semua pihak. Pokja Wartawan Depok tentunya. Dan, pihak Margo City juga Polresta Depok.<br />
<br />
Bahkan, menurut catatan, pengunjung Margo City selama kegiatan tersebut digelar, terjadi peningkatan mencapai sekitar 40%.<br />
<br />
Saya sedari awal tidak terlalu percaya, tetapi setelah saya cek langsung, terutama pada jam-jam padat. Pihak Margo City sampai membuat mushola dadakan di area parkiran saking membludaknya pengunjung pada Sabtu malam.<br />
<br />
Ah, saya sangat terharu dengan kinerja rekan-rekan. Saya acungi jempol kepada rekan-rekan yang bertanggung jawab di acara: Apih, Arul, Jantuk, Amoy, Rinna dan Iyunk yang mati-matian menghabiskan staminanya buat DPE.<br />
<br />
Tapi keberhasilan ini mungkin tak akan tercapai tanpa bantuan pikiran dan tenaga rekan-rekan lain seperti Melly, Uji, Kacuy, Ady, Fahri, Imam, Aris, Jun dan Aji Cing.<br />
<br />
Hormat juga saya sampaikan pada Wiki dan Barry yang juga telah begitu lelah menyiapkan pameran fotonya sehingga banyak dinikmati para pengunjung. Juga pada Lala yang sibuk dan lelah memikirkan persiapan dan stok konsumsi untuk acara.<br />
<br />
Saya juga ingin berterima kasih kepada rekan-rekan Pokja yang juga sangat membantu dalam pendokumentasian seperti Bang Yudi, Feru, Choky, Angga, Edwin, Lingga, Bambang dan Hendrik. Mereka juga yang cukup membantu membackup rekan lain yang tidak sempat liputan. Juga kepada Atem dan Damar yang sejak awal sibuk dari pagi hingga malam melayani pembeli merchandise kepolisian (bagi-bagi dong untungnya... hehehe).<br />
<br />
Tak mungkin lupa. Saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya pada Sang Ketua Pokja Wartawan Depok Hidayatul Mulyadi yang mungkin stres, capek, mau mati, sesak nafas memikirkan agar DPE ini bisa terselenggara dengan berhasil. Saya merasakan dan melihat betul sibuknya Pak Ketua ini. Seolah-olah seluruh hidupnya diwakafkan buat Pokja dan DPE (hmm... lebay deh).<br />
<br />
Dan tentunya buat Kasat Reskrim Polresta Depok Kompol Teguh Nugroho yang menjadi aktor di belakang layar atas terselenggaranya acara ini.<br />
<br />
Namun, tanpa bantuan seluruh satuan Polresta Depok dan jajaran Polsek, tentu saja DPE ini mustahil digelar. Karena sesungguhnya, merekalah yang menjadi bagian dari acara ini. Oleh karena itu, kegiatan DPE ini diharapkan menjadi manfaat bagi semua pihak.<br />
<br />
Ya, kami dari Pokja Wartawan Depok mengakui, meskipun kami mengklaim acara ini telah berhasil, tetapi masih banyak kekurangan selama kegiatan berlangsung, terutama masalah teknis. Soal rundown acara yang tidak tersusun dengan rapi dan konsisten, soal sound system yang kurang maksimal, soal kordinasi dan kekurangan-kekurangan lainnya yang mungkin membuat Polresta Depok sebagai objek kegiatan tidak berkenan.<br />
<br />
Namun, segala kekurangan tersebut tentu bukan dilakukan dengan sengaja. Itu mungkin terjadi karena kami dari rekan-rekan Pokja mengakui belum begitu profesional menggelar sebuah acara sebesar ini. Tapi, ini akan menjadi sebuah pelajaran berharga untuk Pokja Wartawan Depok.<br />
<br />
Dan mungkin atas terselenggaranya DPE ini sekaligus menjadi jawaban bahwa dibentuknya Divisi Event Organizer di Pokja Wartawan Depok cukup memberikan karya dan kontribusi bagi semua pihak.<br />
<br />
Mudah-mudahan kegiatan Depok Police Expo 2016 ini menjadi hadiah spesial untuk Kapolresta Depok Kombes Pol Dwiyono yang sebentar lagi akan meninggalkan Depok. Karena dibalik kegiatan DPE ini, Pak Dwiyono sebetulnya yang sangat berperan.<br />
<br />
Maka dari itu, kami ingin mengucapkan selamat sekaligus mohon maaf dari kami, Pokja Wartawan Depok apabila banyak salah dan kekurangan dalam setiap kesempatan terutama pada Depok Police Expo ini.<br />
<br />
Kami ingin sampaikan bahwa kegiatan Depok Police Expo ini menjadi pengiring perpindahan tugas Anda dari Depok ke Jakarta Pusat.<br />
<br />
Selamat bertugas Ndan. Izinkan kami meminjam istilah: Kami Pokja Wartawan Depok Memang Belum Sempurna, Tapi Kami Selalu Berusaha.<br />
<br />
Salam sinergitas Pokja & Polresta Depok<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-52857804407167914512016-04-23T19:54:00.001-07:002016-04-23T19:55:49.342-07:00Menguak Kematian Nurdin Priatna<div class="fullpost">
Tak ada yang lebih mengagetkan warga Kampung Cijambe, Desa Sukaresmi, Kecamataan Cisaat, Kabupaten Sukabumi pada Sabtu (25/4/2015) sore, pekan lalu, selain menerima kenyataan pahit saat salah satu warganya, Nurdin Priatna, tewas tak terduga.<br />
<br />
Nurdin pria berusia 27 tahun yang bekerja di salah satu stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pasar Pucung, Cilodong, Kota Depok itu disangka menggondol duit Rp56 juta di tempatnya bekerja.<br />
<br />
Polisi menangkap Nurdin pada Rabu (23/4/2015) dari hasil rekaman CCTV di SPBU tersebut. Sang adik, Drajat Permana, yang juga bekerja di SPBU itu menyaksikan penangkapan kakaknya itu.<br />
<br />
Penangkapan Nurdin oleh kepolisian sektor Sukmajaya Kota Depok mulanya tak membuat heboh keluarga. Namun, setelah Kamis (24/4/2015) malam keadaan mendadak berubah. Pihak keluarga memperoleh informasi bahwa Nurdin kejang-kejang dengan kondisi kritis di Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta.<br />
<br />
Keluarga Nurdin, yakni Jaja Sujana--sang ayah, Drajat Permana, dan kerabat lainnya langsung meluncur mendatangi rumah sakit. Mereka penasaran apa yang telah terjadi pada Nurdin. Tante Nurdin, yakni Iis Hasanah, menyusul keesokan harinya.<br />
<br />
"Saya ke rumah sakit itu sekitar subuh," ujarnya saat dikonfirmasi Bisnis.com. "Sesampainya di rumah sakit kami tidak langsung menemui Nurdin. Kepolisian melarang kami. Siangnya baru kami temui."<br />
<br />
Batin Iis bertanya-tanya. Nurdin, sang keponakan bisa tak sadarkan diri secepat itu. Kondisi Nurdin saat ditemui keluarga masih bisa bernafas. Tetapi, menurut keterangan dokter yang dia terima, kondisi kesadarannya sangat rendah.<br />
<br />
"Dia seperti koma," ujarnya.<br />
<br />
Pada Jumat pagi, pihak keluarga Nurdin terus mendampingi. Mereka menjaga dari luar ruangan tempat Nurdin berbaring. "Kami menjaga dari ruang tunggu," paparnya.<br />
<br />
Belakangan Iis heran. Perlakuan Nurdin dengan pasien lainnya di rumah sakit itu berbeda. Pasien lain diperbolehkan didampingi keluarga oleh pihak rumah sakit. Sementara itu, keluarga Nurdin kebanyakan menjaga di ruang tunggu.<br />
<br />
"Jadi sampai dia meninggal pun kami tak tahu. Kami heran kenapa waktu masa kritis pihak rumah sakit tidak memberi tahu kami," ujarnya.<br />
<br />
Nurdin, pada Sabtu pagi ditemukan tewas. Pihak keluarga pun tak tahu persis pukul berapa Nurdin menghembuskan nafas. Iis, bahkan menemukan Nurdin sudah diikat ketika pihak keluarga masuk ke ruangan Nurdin.<br />
<br />
Pihak keluarga mulai menemukan kejanggalan. Mereka masih tak percaya bahwa penyebab kematian Nurdin disebabkan kecelakaan. Polisi mengklaim Nurdin terjatuh saat hendak melarikan diri.<br />
<br />
Tangis dan kesedihan pun pecah seketika. Jaja Sujana, sang ayah yang bekerja sebagai tukang bangunan itu harus merelakan anak keduanya itu berpulang selamanya.<br />
<br />
Sekitar pukul 11.00 WIB, pada Sabtu itu, jenazah Nurdin dibawa ke Kampung Cijambe. Nurdin tiba di kediamannya di Sukabumi sekitar pukul 16.00 WIB. "Sekitar habis beduk Ashar," kata Iis.<br />
<br />
Warga Kampung Cijambe yang sudah tahu kedatangan jenazah Nurdin saat itu sudah berkumpul. Nurdin diantar oleh empat polisi, pihak rumah sakit dan keluarga yang sebelumnya datang ke Jakarta. Total ada tiga mobil saat pengantaran jenazah itu.<br />
<br />
Keempat polisi yang mengantar jenazah Nurdin sempat menjadi bulan-bulanan warga Kampung Cijambe. Mereka menduga kematian pria yang hobi main play station itu bukan disebabkan oleh jatuh seperti yang dikatakan pihak kepolisian.<br />
<br />
"<i>Ieu mah lain labuh tapi diteunggelan</i> [ini bukan terjatuh, tapi akibat dipukuli]," teriak warga seperti ditirukan Iis. "<i>Duruk-duruk weh tuman</i> [bakar-baka saja biar kapok]," teriak warga lain.<br />
<br />
Gerimis jatuh perlahan sore itu. Amuk warga Kampung Cijambe berhasil bisa dicegah. "Untung kita bisa menahan amarah," kata Iis.<br />
<br />
Keempat polisi yang belakang diketahui ketika mengantarkan Nurdin saat itu antara lain Akhirianto, M.Rusli, Napirullah, dan Aris. Warga juga, kata Iis, geram dengan ulah keempat polisi itu yang mengantarkan jenazah dengan tangan kosong. Pasalnya, tak ada surat pengantar hasil otopsi pada tubuh korban.<br />
<br />
Iis mengatakan kepolisian juga sebelumnya menyuruh pihak keluarga untuk menandatangani kesepakatan bahwa keluarga tidak akan menuntut untuk melakukan otopsi atau visum pada korban.<br />
<br />
Sejumlah kejanggalan yang dilakukan kepolisian menjadikan ketidakpercayaan bahwa Nurdin mati akibat terjatuh. "Kalau memang terjatuh, masa ada bekas lecet, lebam dan bolong-bolong ditubuhnya," kata Iis.<br />
<br />
Eti Sumiati, kaka Nurdin juga mengaku kesal dengan kematian Nurdin yang dinilai janggal itu. Eti menuturkan sebelum Nurdin tewas, dia pernah berbicara melalui telpon dengan Nurdin. Obrolan antara Eti dan Nurdin menggunakan ponsel milik temannya yang juga pekerja SPBU.<br />
<br />
"Dia mengatakan bahwa dia tidak mengambil uang itu," ujarnya. "Itu saja pembicaraan saya dengan Nurdin. Karena tiba-tiba ponselnya ditutup."<br />
<br />
Kepala Polsek Sukmajaya Polresta Depok Agus Widodo menegaskan bahwa Nurdin tewas akibat terjatuh saat sedang menjalani pengembangan kasus pencurian yang dilakukannya. Agus mengungkapkan Nurdin mencoba kabur saat tangannya diborgol. Dia kemudian terjatuh dan kepalanya terbentur.<br />
<br />
Pihak kepolisian kata dia, langsung menyampaikan kepada pihak keluarga terkait kondisi Nurdin yang terluka sehingga harus menjalani perawatan dan operasi di rumah sakit saat itu. Dia menjelaskan sedetil mungkin kejadian dan kemungkinan yang akan terjadi. "Keluarga juga sudah menerima," tuturnya.<br />
<br />
Dia menuturkan hasil rekam medis dari rumah sakit akan keluar Senin (27/4/2015). Hasilnya bisa dilihat kesimpulan rekam medis Nurdin. Dia juga menegaskan bahwa Nurdin meninggal karena terdapat luka di bagian kepalanya.<br />
<br />
Kapolresta Depok Komisaris Besar Ahmad Subarkah mengatakan dirinya akan tegas memberikan sanksi pada anggotanya apabila terbukti terlibat dalam kasus kematian Nurdin Priatna tersebut.<br />
<br />
"Kami sudah memintai keterangan pada Kapolseknya dan beberapa penyidik. Tapi hingga saat ini belum ada kesalahan ditemukan. Kalau ada pasti dikasih sanksi," ujarnya di Balaikota Depok, Senin (27/4/2015).<br />
<br />
Menurut Ahmad, saat dirinya menanyakan pada saksi dan Kapolsek Sukmajaya, Komisaris Agus Widodo, dia menegaskan bahwa Nurdin tewas akibat terjatuh saat berusaha kabur di kawasan Cilodong Depok dengan kondisi tangan terborgol. Kemudian dia jatuh terguling dan kepalanya membentur benda keras.<br />
<br />
Ahmad Subarkah menuturkan dirinya tidak bisa berkomentar lebih jauh lantaran kasus tersebut masih dalam penyelidikan dan menunggu hasil rumah sakit tempat Nurdin diotopsi.<br />
<br />
"Menurut keterangan juga dikabarkan Nurdin memiliki riwayat penyakit di kepala. Jadi dia tewas bukan saat di dalam tahanan," paparnya.<br />
<br />
Kecurigaan keluarga Nurdin belum habis. Sambil menunggu hasil visum, pihak keluarga berinisiatif membawa kasus tewasnya Nurdin ke ranah hukum dengan melaporkan Kapolsek Sukmajaya Kompol Agus Widodo dan jajarannya ke Propam.<br />
<br />
"Kami tunggu hasil visumnya dulu seperti apa," kata Iis.<br />
<br />
"Saya kasihan sama keluarga korban yang juga kakak saya. Ibu Nurdin lagi sakit. Dia punya penyakit Jantung. Sekarang saja biaya tahlilan hasil urunan para keluarga," ujarnya.<br />
<br />
Namun, kendati keluarga masih menunggu kejelasan dan keadilan atas kasus kematian Nurdin. Keluarga tidak mau membiarkan jenazah dibiarkan begitu saja. Nurdin pada Minggu (26/4/2015) disemayamkan di lokasi yang tak jauh dari rumahnya di Kampung Cijambe, RT 8/RW 4, Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.<br />
<br />
"Tapi kami semua yakin, Nurdin tidak bersalah. Kami saja belum melihat apakah benar Nurdin mencuri uang itu. Kasus ini pun belum selesai," pungkas Iis.<br />
<br />
*Sumber: Bisnis.com</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-75939958506009195252016-04-21T18:44:00.000-07:002016-04-21T18:51:35.195-07:00Sebuah Telaah Sederhana Tentang Cerpen Kunang-Kunang Kematian[1]<div class="fullpost">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>AR-SA</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true" DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99" LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false" UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:0cm; mso-para-margin-left:35.7pt; mso-para-margin-bottom:.0001pt; text-indent:-17.85pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;} </style> <![endif]--> <br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , serif; text-indent: 0cm;">I</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Sudah sepantasnya saya merasa senang, mengingat beberapa tahun ke belakang, atmosfer kesu(sastra)an yang terbangun di kota saya, khusunya di kampus ini (UIN SGD Bandung) sangat bergairah. Atau ringkasnya, sastra, sekarang (agak) tidak ditabukan lagi posisinya. Lihat saja, sudah menjadi prestasi besar ketika kampus yang di lirik sebelah mata oleh kampus-kampus lain berhasil ‘mengirimkan’ para penyair muda di ajang Temu Sastrawan Indonesia IV (TSI IV) di Ternate, Maluku sana. Tentu saja ini layak diacungi jempol pada mereka yang memandang dunia sastra adalah sesuatu yang patut dilestarikan dan dikenalkan pada khalayak publik. Sebagai contoh, sebut saja nama Restu A Putra yang sudah melahirkan beberapa karya: cerpen, puisi dan esai yang terbit di media lokal dan nasional, juga di beberapa antologi keroyokan. Ia juga tercatat sebagai pendiri salah satu komunitas yang sampai sekarang masih eksis di bidang kajian, sastra dan film—Komunitas Rumput. Lalu kita kenal sosok Pungkit Wijaya yang saya anggap konsisten di ranah sastra. Semangatnya selalu menggebu-gebu jika membicarakan sastra—baik dalam obrolan biasa, diskusi atau pun seminar-seminar yang kerap ia hadiri. Atau, belakangan kita segera tahu dua sosok penyair yang konsen di puisi: Galah Denawa dan Herton Maridi. Keduanya adalah bibit-bibit unggul, yang, jika saya baca beberapa puisinya memiliki ciri khas tersendiri. Itu pun tidak bisa dipungkiri, dengan hadirnya beberapa komunitas yang membentuk masing-masing, atau malah dengan giat individu-individu dari merekalah yang menyebabkan karakteristik dari mereka muncul—tanpa embel-embel komunitas itu sendiri. Namun apa pun penyebabnya, saya patut berbangga hati. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">II</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Dalam kurun dua tahun belakang ini (dengan rendah hati saya menyebut masih di ranah kampus), bermunculan berbagai komunitas dan media, yang [setidaknya] berbicara masalah kesu(sastra)an. Sepanjang catatan saya, ada Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK), Komunitas Kabel Data, Sasaka, Verstehn, Noise Youth dan Muntah (walau hanya baru menerbitan satu edisi), dan Tabloid Suaka yang tetap memberi ruang dalam salah satu rubriknya: cerpen dan puisi. Kesemuanya minimal rutin mengadakan acara diskusi baik bulanan atau mingguan yang digelar di kampus dan sekretariatnya masing-masing. Namun yang secara konsisten dalam pengamatan saya, Komunitas Sasaka-lah yang masih membuka lebar-lebar kajian dan diskusi, baik membedah cerpen, puisi atau novel-novel klasik (Indonesia) untuk dikonsumsi umum. Dan itu saya kira merupakan salah satu semangat yang luhur untuk memajukan kesu(sastra)an kita Indonesia ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">III</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Berbicara Sasaka, saya belakangan ini sering menghadiri diskusi-diskusi mingguannya. Di tahun 2012 ini, di kesempatan pertama yang membicarakan puisi-puisi karya Saeful Mushtofa dan (saya lupa lagi namanya), kemudian cerpen Andai Emak Tahu karya Siti, yang saya rasa adalah langkah baik untuk memulai tradisi diskusi semacam ini. </span><span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Lalu pada kesempatan minggu ini, saya mengenal sosok T.H Ihsan dengan cerpen Kunang-Kunang [Kematian], cerpen yang sempat terbit di bulletin Sasaka tempat di mana ia bernanung di komunitasnya. Begitulah perkenalan singkat saya dengan beberapa yang berkaitan dengan kesu(sastraa)an di [lagi-lagi saya ingin berrendah hati] kampus ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">IV</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Sebetulnya saya menerima email pada cerpen ini berjudul Kunang-Kunang saja, mungkin saya pikir ada sedikit revisi dengan yang pernah saya baca di bulletin Sasaka—Kunang-Kunang Kematian. Tapi <i>toh</i> saya tidak memperdulikan masalah judulnya. Saya juga belum sempat membandingkan kembali dengan teks yang ada di bulletin Sasaka, atau mungkin penulis lupa tidak membubuhkan kata ‘Kematian’ saat mengirim emailnya ke saya?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Kunang-kunang adalah sebuah mitos. Konon, ia membawa kuku orang mati atau ia adalah jelmaan dari iblis. Namun para peneliti terdahulu menemukan ada zat Lucifer dalam tubuh kunang-kunang yang dapat memproses reaksi dalam tubuhnya sendiri sehingga ia bisa mengeluarkan cahaya. Lalu, apakah ini masih disebut sebagai mitos? Tentu saja, Roland Barthes menyebutnya mitos adalah sebuah tipe pembicaraan; suatu sistem komunikasi bahwa mitos <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>adalah suatu pesan. Mitos merupakan mode pertandaan (a mode of signification), suatu bentuk (a form).<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 11.0pt;">[3]</span></span></span></span></a> Semula, kunang-kunang merupakan hewan yang dianggap biasa saja seperti hewan yang lainnya, namun kemudian kunang-kunang menjadi penanda yang menimbulkan atau mempunyai efek mistis dalam kehidupan suatu daerah. Dan ia menjadi pesan yang tersembunyi atau malah secara separatis menjadi bentuk yang dianut dan menjadi tradisi turun temurun. Artinya, sistem komunikasi seperti ini, dalam tradisi orang-orang non-modern, mitos adalah laku percaya atau tidak, bukan ada atau tidak, [atau] benar atau salah.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 11.0pt;">[4]</span></span></span></span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Membaca cerpen <a href="https://taranyastra.wordpress.com/2013/01/22/kunang-kunang-kematian-2/">Kunang-Kunang Kematian karya T.H Ihsan</a>, saya merasa mengingat-ingat lagi cerpen serupa yang sempat saya baca di cerpen-cerpen Kompas Minggu. Tema-tema seperti ini dengan gagah orang-orang menyebutnya realisme-magis. Tema-tema yang memadukan kejadian-kejadian yang hadir di sekitar (realitas) kita yang disisipkan mistis-mistis tertentu. Namun tentu saja T.H Ihsan, dalam proses kreatifnya mengatur strategi sedemikian rupa agar karyanya berbicara lain dengan tema sejenis—yang masih berkutat dengan ‘kunang-kunang’ ini. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Cerpen Kunang-Kunang, bercerita tentang seorang pemuda yang bernama Yadi Jopang. Umurnya 27 tahun, usia yang cukup muda dan gagah. Di kampungnya, ia dikenal sebagai jawara. Tidak ada yang berani macam-macam padanya karena ia mempunyai ilmu <i>kanuragan</i>—suatu ilmu yang bisa menangkal dari bahaya dan serangan musuh. Ia tahan dengan berbagai segala senjata. Tubuhnya sangat kuat walau golok menyambar sekalipun. Namun ada beberapa syarat yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>harus ia jauhi, yakni jangan pernah menyebut nama tuhan atau mengingatnya sama-sekali.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Yadi Jopang mempunyai seorang teman bernama Taryo—seorang pemuda jail yang suka mempermainkan perempuan. Suatu waktu Taryo kedapatan tengah bergumul dengan istri orang, malah perempuan di kampung lain pun ia gagahi. Namun, kebejatan prilaku Taryo pun akhirnya diketahui warga kampung lain. Taryo mati seketika dihabisi oleh warga kampung tersebut. Dan yang menjadi gempar adalah hadirnya kunang-kunang setelah kematian Taryo, seolah-olah sebagai tanda bahwa dengan kehadiran kunang-kunang tersebut membuat warga resah dan takut dengan mitos yang ada—yakni bila seseorang yang dihinggapi kunang-kunang, maka ia akan mati seperti orang sebelumnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Mendengar semua itu, Yadi Jopang dan seorang temannya, Joko hendak balas dendam untuk Taryo, walau dalam hati Yadi Jopang tiba-tiba ia merasa miris, kekuatannya merasa lemah seketika saat ia secara tidak sengaja menyebut secara tidak langsung yang berkaitan dengan atas nama Tuhan. Dalam bentrokan itu, Joko mati. Sementara Yadi Jopang selamat dan bersembunyi di balik semak dengan keadaan mengingat Tuhan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Membaca cerpen ini, saya teringat pada Karl Manheim, seorang Sosiolog, yang mengajukan bahwa karya sastra menyampaikan makna pada tiga tingkat yang berbeda: tingkat pertama yaitu <i>objective meaning</i> atau makna obyektif, yaitu hubungan suatu karya dengan dirinya sendiri; apakah ia gagal atau berhasil menjelmakan keindahan dan pesan yang hendak disampaikannya. Suatu karya sastra adalah suatu obyek yang mengobyektivasikan suatu nilai atau antinilai; keindahan, pembaruan, orsininalitas, otensitas atau peniruan, dan kepandaian teknis semata-mata. Tingkat kedua adalah <i>expressive meaning</i> atau makna ekspresif berupa hubungan karya itu dengan latar psikologi penciptanya; apakah sebuah sajak diciptakan untuk mengenang suatu saat penting dalam kehidupan penciptanya: kelahiran anak, kematian ayah atau ibu, atau putusnya suatu momen tertentu dari kehidupan pencipta. Tingkat ketiga adalah <i>documentary meaning</i> atau makna dokumenter berupa hubungan antara karya itu dengan konteks sosial penciptaan: pengaruh-pengaruh sosial-politik atau kecenderungan budaya yang tercermin dalam suatu karya. Suatu karya adalah suatu dokumen sosial atau dokumen human tentang keadaan masyarakat dan alam pikiran di mana suatu karya diciptakan dan dilahirkan.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 11.0pt;">[5]</span></span></span></span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Membaca cerpen Kunang-Kunang, terutama di pembukaan narasi, kita seolah digiring oleh penulis ke dalam sebuah suasana kampung yang memiliki kepercayaan-kepercayaan tertentu. Sebuah kampung yang masih mempercayai mitos-mitos orang-orang terdahulu, dari nenek moyang mereka—mitos jawa. Kita lihat saja kutipan berikut:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Di kampungku, yang lokasinya berada di daerah jawa, bila ada salah satu warga yang mati, maka pada malam kematiannya, secara tiga malam berturut-turut kunang-kunang akan berkeliaran mengudara. Entah kebetulan atau tidak, mereka selalu beterbangan memijarkan cahaya kerlap-kerlip berwarna putih pucat, atau ada juga yang kehijauan. Sebentar bercahaya sebentar redup. Seperti itulah kunang-kunang. Kata warga kampung, mereka percaya bahwa kunang-kunang itu jelmaan dari kuku orang mati. Cahayanya yang selalu redup itu berbentuk seperti bekas cakaran, mungkin ingin mencoba mencakar kegelapan menjadi terang oleh kuku orang mati. Namun anehnya, hanya kematian dari orang baik saja kunang-kunang tidak pernah berkeliaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Pertanyaannya: apakah narrator yang sekaligus sebagai subjek pertama dari cerpen ini sudah [secara tidak langsung] percaya terhadap mitos tersebut? Tentu saja iya, ia percaya. Kenyataannya, tidak ada yang bisa aman dari mitos, mitos dapat berkembang dalam skema tingkat-keduanya dari makna apa pun<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "cambria" , "serif"; font-size: 11.0pt;">[6]</span></span></span></span></a>, artinya ketika pada narasi <i>namun anehnya, hanya kematian dari orang baik saja kunang-kunang tidak pernah berkeliaran.</i>, di sana derajat atau tingkat yang lain dari mitos itu sendiri hadir dengan mitos-mitos agama, yakni jika ‘orang yang baik akan di sayang Tuhan’ artinya orang yang hidup di dunia dengan baik, dengan mematuhi segala perintah tuhannya, bakal jauh dari bencana. Di sini, dalam bahasa lain, masuk dalam tingkat ketiga seperti apa yang diungkap Mark Kalheim: sebagai <i>documentary meaning</i>, cerita yang hadir sesuai apa yang terjadi pada masyarakat, yang dalam konteks ini masyarakat jawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Strategi T.H Ihsan sendiri dalam cerpen ini saya kira cukup brilian. Ia dengan apik membangun suasana sekaligus memberikan informasi pada pembaca tentang bagaimana menjadikan “paragraf awal adalah labolatorium” dalam cerpennya ini. Namun sepertinya ia lupa pada beberapa kalimat yang agak membingungkan sebagian pembaca—saya khusunya. Kita lihat misalnya pada:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Ia bilang, tubuhku akan tahan senjata apapun asal tiap malam menyulut kemenyan di bawah jendela kamar dan beberapa syarat lainnya; jangan pernah menyebut atas nama Tuhan, menjauhi Tuhan, dan memuja kepada setan.</span><span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Barangkali, jika saya boleh mengoreksi, maksud dari ketiga syarat itu adalah <i>jangan pernah menyebut atas nama Tuhan, jauhilah Tuhan, dan memujalah kepada setan.</i> Tentu saja, saya anggap konteks Tuhan di sini adalah tuhan sebenarnya yang dianut oleh masyarakat yang diceritakan dalam cerpen ini. Tuhan yang disembah dan dijadikan tempat segalanya. Sehingga, nuansa mistis dan <i>takhayul</i> didobraknya begitu saja. seolah-olah Tuhan itu tidak ada dan tidak berfungsi yang kemudian dalam agama itu disebut <i>musyrik,</i> menyekutukan Tuhan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Akibat dari mitos yang kental di kampung tersebut, Yadi Jopang yang semula taat beribadah dan mengaji, kini keimanannya pun runtuh. Dalam hatinya yang penuh dengan ke(percaya)an atau tidak mengenai mitos itu kita bisa lihat:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Jadi perihal kunang-kunang yang berkeliaran malam ini di sebabkan karena Taryo mati, orang yang butuh cahaya, orang yang kurang beramal. Aku tak habis pikir kenapa kunang-kunang itu hinggap ke tanganku? Apa benar tentang mitos kunang-kunang jelmaan kuku orang mati dan yang dihinggapinya akan ikut mati? Soalnya kemarin ada kunang-kunang yang menempel di punggungnya. Ah, aku masih tetap tak percaya. Tapi bila itu jelmaan Taryo, berarti ia meminta tanganku membalaskan dendam pada warga kampung sebelah. Itu sebabnya kunang-kunang hinggap di tanganku. Pikirku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span lang="IN" style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Pertanyaan-pertanyaan Yadi Jopang inilah yang mengakibatkan imannya goyah. Jiwanya bertempur antara percaya atau tidak. Bagaimana bisa hanya karena orang mati, orang yang tidak baik, kunang-kunang akan berterbangan di malam hari, lalu mencari dan hinggap di tubuh orang yang akan menjadi korban selanjutnya? Penanda-penanda dalam teks tersebut seperti <i>butuh cahaya </i>dan <i>kuku orang mati</i> kemudian diasosiasikan dengan teks lain menurut <i>documentary meaning</i>-nya Manheim adalah bagaimana Yadi Jopang mempercayai ketika ada kunang-kunang yang sempat hinggap di punggung Taryo sebelum ia terbunuh. </span><span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Keterkaitan antara mitos dan dan budaya yang ada di kampung ini, sebagai kampung yang masih bergaya tradisional, semakin menguatkan mitos itu sendiri semakin benar adanya. Walau pun pada akhirnya dilematis yang dialami Yadi Jopang di ujung ceritanya menjadi semacam cuci tangan penulis, agar cerpennya ini menjadi (setidak-tidaknya) kejutan: <i>kini selain aku percaya pada perlindungan Tuhan, aku juga percaya pada mitos kunang-kunang. Aku telah dihinggapinya. Dan bila aku mati di sini, semoga tidak ada kunang-kunang yang berkeliaran di malam kematianku.</i>, yang seolah-olah pembaca kembali digiring untuk berharap “bagaimana kalau ketika Yadi Jopang mati lalu kunang-kunang tetap berkeliaran?” Maka, justru jika si pembaca berpikiran seperti itu, bukankah sama saja kita percaya pada mitos tersebut? Pada mitos kunang-kunang itu? Atau bagaimana seandainya jika pembaca menyalahkan sang penulis dengan mengatakan “seenanknya saja menutup cerita seperti itu, bukankah Yadi Jopang bukan orang baik-baik, bukankah orang yang tidak baik pasti akan butuh cahaya kunang-kunang?” ah, rupanya saya sendiri sudah terlibat dalam mitos kunang-kunang ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">V</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Dan seperti itulah hasil pembacaan saya yang saya rasa terlalu banyak kekeliruan. Namun saya harus mengakui bahwa T.H Ihsan dalam cerpennya Kunang-Kunang [Kematian] ini sudah (agak) berhasil memenuhi ketiga tingkat itu—<i>objective meaning</i>, <i>expressive meaning </i>dan<i> documentary meaning</i>. Namun, ya, sedikit catatan saja bahwa dalam sastra pun begitu banyak mitos yang melulu diagung-agungkan, salah satunya: “jika karya kita—puisi dan cerpen dimuat di koran, maka gelar sastrawan kita sudah di depan mata atau setidaknya diakui.” Ah, rupanya saya sendiri sudah terlibat dalam mitos sastrawan koran ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 14.2pt; text-align: justify; text-indent: 0cm;">
<span style="font-family: "cambria" , "serif"; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: major-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font: major-latin;">Bandung, 02 Maret 2012.</span></div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt;">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Tulisan ini sebagai keisengan penulis dalam acara diskusi mingguan Sasaka pada 2 Maret 2012 di taman kampus UIN SGD bandung.</span></div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt;">[2]</span></span></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Penulis adalah dia yang sedang belajar memahami dan mengerti cerpen.</span></div>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt;">[3]</span></span></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Lihat Roland Barthes: Membedah Mitos-mitos Budaya Massa. Jalasutra. 2010</span></div>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt;">[4]</span></span></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Lihat Acep Iwan Saidi dalam Matinya Dunia Sastra. Pilar Media. 2006.</span></div>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt;">[5]</span></span></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Karl Manheim, Essays on The Sociology of Culture (London: Routledge & Kegan Paul Ltd., 1959), dalam Ignas Kleden: Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan. Freedom Institute. 2004</span></div>
</div>
<div id="ftn6" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7856343755531462148#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="IN" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt;">[6]</span></span></span></span></span></a><span lang="IN"> </span><span style="mso-ansi-language: EN-US;">Roland Barthes: Membedah Mitos-mitos Budaya Massa. Jalasutra. 2010, hal 329.</span></div>
</div>
</div>
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-56499274776582954362016-04-12T09:26:00.003-07:002016-04-21T18:26:48.207-07:00Menakar Manuver Yusril di Pilgub DKI Jakarta 2017<div class="fullpost">
Harus diakui, manuver Yusril Ihza Mahendra yang mencalonkan diri pada Pilgub DKI Jakarta 2017 membuat suhu politik nasional tampak memanas.<br />
<br />
Meskipun, pertarungan memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta itu digelar kurang dari setahun lagi. Namun, opini yang berkembang saat ini sudah menjurus antara Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang maju secara independen melawan Yusril Ihza Mahendra. Meskipun sang Ketum Partai Bulan Bintang itu hingga saat ini belum jelas bakal mencalonkan melalui pengusungan partai atau jalur independen.<br />
<br />
Tetapi jika disimak secara seksama, manuver Yusril yang sudah tancap gas sedari awal dan terkesan 'liar' itu menjadi daya tarik sendiri. Dia mulai bersafari politik kepada beberapa sosok yang juga berencana akan maju seperti Ahmad Dhani, Adhyaksa Dault, Sandiaga Uno, Haji Lulung dan Boy Sadikin.<br />
<br />
Ini menjadi pemandangan yang unik dalam politik mutakhir nasional pasca reformasi, di mana silaturahmi politik seperti itu jarang dilakukan oleh para politikus sebelumnya pada helatan Pilkada, Pileg atau Pilpres sekalipun. Bahkan Yusril mengaku siap jika dia bisa bersilaturahmi dengan Ahok si petahana.<br />
<br />
Keputusan Yusril untuk maju di Pilgub Jakarta 2017 sebetulnya masih terbilang baru, atau sekitar Februari lalu, setelah dirinya digadang-gadang bisa bersaing dengan Ahok, seiring kakak kandung Yusril yakni Yuslih Ihza Mahendra berhasil mengalahkan adiknya Ahok yakni Basuri Tjahja Purnama di Pilkada Belitung Timur.<br />
<br />
Dari momen itu saja, publik sudah menilai bahwa pertarungan dua putra Belitung itu akan juga menarik perhatian dalam peta percaturan Pilgub DKI Jakarta.<br />
<br />
Dan, harus diakui juga, dari sisi pendukung, Ahok tampaknya selangkah lebih depan dengan hadirnya Teman Ahok yang dianggap militan bisa berhasil mengumpulkan KTP data sementara sekitar 500.000 sebagai syarat pengusungan calon independen dari total jumlah aman sekitar 550.000.<br />
<br />
Para pendukungnya bisa dibilang bergerak cepat. Salah satu manuvernya digerakkan melalui media sosial yang disetir para seleb tweet berjumlah ribuan pengikut. Selain itu, pengumpulan KTP di mal, door to door dan jemput bola pun terus dilakukan.<br />
<br />
Sementara itu, selain memburu dukungan dari kampung ke kampung, Yusril terus bergerilya menggunakan cara konvensional mendatangi partai ke partai dan berkomunikasi dengan dedengkot partai seperti Prabowo, SBY, Aburizal Bakrie, Dzan Farid dan bahkan berencana bertemu dengan Megawati.<br />
<br />
Modal diplomasi Yusril yang pernah menjabat menteri era Gusdur, Megawati dan SBY menjadi nilai tambah untuk memuluskan rencana pencalonannya melalui usungan partai. Sinyal-sinyal yang mengisyaratkan dukungan itu tampak terlihat, ketika, tanpa hujan tanpa angin, PDI Perjuangan mengundang Yusril sebagai pembicara acara pelatihan manajer kampanye di 'Kandang Banteng' di kawasan Lenteng Agung Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.<br />
<br />
Ya, memang sebelumnya Yusril pernah berseloroh bahwa dirinya lebih siap jika disandingkan maju di Pilgub DKI Jakarta dengan Boy Sadikin dari PDI Perjuangan atau Sandiaga Uno, salah satu orang terkaya di Indonesia yang sekarang pindah haluan menjadi politikus dari Partai Gerindra.<br />
<br />
PDI Perjuangan sendiri, seperti kita tahu adalah partai yang memiliki kursi terbanyak di DPRD DKI Jakarta pada Pileg lalu dengan mengantongi 28 kursi. Artinya, tanpa koalisi, PDI Perjuangan sudah bisa mengusung calon yang dipersyaratkan minimal 22 kursi.<br />
<br />
Yusril mengaku telah mendaftarkan diri pada penjaringan calon dari PDIP. Saat ini, terdapat beberapa nama yang sudah mendaftarkan diri dari penjaringan Partai Banteng itu, yakni Hasniati, Idris Khalid Amir, Margono, Sugiman, Mahfud Zaelani, Hasnaeni Moein, Riza Villano Satria Putera, Abdul Rani Rasyid, Teguh Santoso, Harun Al Rasid dan Yusril.<br />
<br />
PDIP tentu akan melakukan survey popularitas, elektabilitas dan segala tetek bengeknya untuk memunculkan satu dari sekian bakal calon yang mendaftar. Namun, dari sekian sosok tersebut, yang sudah mencuri start sedari awal adalah Yusril yang justru berhasil membuat seolah-olah telah terjadi pertarungan antara kubu Ahok vs Yusril. Ini bisa terlihat dari perang opini dan argumen di media sosial antara pendukung Ahok dan pendukung Yusril.<br />
<br />
PDIP sendiri dikabarkan saat ini tampak tidak harmonis dengan Ahok. Ini menjadi poin plus baru bagi Yusril untuk mencuri hati PDIP yang dikendalikan Megawati. Dan kita tahu, saat Mega menjadi presiden, Yusril sempat menjadi salah satu 'pembisiknya' untuk urusan hukum.<br />
<br />
Dukungan kepada Yusril juga berpeluang mengalir dari Partai Demokrat, PPP dan Golkar bahkan Partai Gerindra seiring para ketua umumnya sudah menghormati keputusan Yusril bertarung di DKI 1.<br />
<br />
Pendek kata, pertarungan Ahok vs Yusril pada Pilgub Jakarta 2017 kemungkinan besar akan terjadi apabila partai-partai yang notabene sebelumnya berada di Koalisi Merah Putih mendukung Yusril.<br />
<br />
Kemungkinan lainnya juga akan terjadi apabila Partai Gerindra resmi mengusung Sandiaga Uno dengan dukungan partai lainnya dengan syarat mengantongi minimal 22 kursi yang bisa memecah kemungkinan Ahok vs Yusril.<br />
<br />
Kita tahu jumlah kursi di DPRD Jakarta sebanyak 106. Sementara, Partai Gerindra mengantongi 15 kursi, PKS 11 kursi, dan PPP, Demokrat, Hanura masing-masing 10 kursi. Adapun, Partai Golkar 9 kursi, PKB 6 kursi, Nasdem 5 kursi dan PAN 2 kursi.<br />
<br />
Bahkan, kemungkinan-kemungkinan lain juga bisa saja muncul mengingat politik adalah sesuatu yang dinamis. Kita tidak tahu, bisa saja Ahok tiba-tiba urung mengikuti Pilgub DKI Jakarta karena kasus yang tengah menyeretnya seperti dalam kasus Sumber Waras. Atau mungkin, Yusril bisa saja gigit jari karena tidak ada partai yang mengusungnya karena PBB sendiri bahkan tidak memiliki kursi.<br />
<br />
Segala kemungkinan dalam dunia politik akan terjadi. Hanya saja, melihat gelagat yang terlihat secara tampak atau kasat mata, tahun ini adalah panggung politik bagi mereka yang bekerja keras sedari awal terutama untuk Pilgub DKI Jakarta.<br />
<br />
*Tulisan ini murni pendapat pribadi dari hasil pengamatan dan pembacaan beberapa informasi yang mengemuka</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-14215760542836387102016-01-25T08:05:00.001-08:002016-04-21T18:27:20.704-07:00Nur Mahmudi Buka KBBI Dulu Sambil Ngopi Dong!!!<div class="fullpost">
Ada yang menarik ketika, kalau saya tidak salah sebut, anggota Fraksi Demokrat DPRD Kota Depok, Endah Winarti sedikit memotong penutupan sidang Rapat Paripurna Istimewa dalam rangka Pengumuman Hasil Penetapan Calon Terpilih Walikota dan Wakil Walikota Depok 2016-2021 dan Penyampaian Catatan Rekomendasi terhadap LKPJ AMJ Walikota Depok Masa Jabatan 2011-2016 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Depok, Senin (25/1/2015).<br />
<br />
Sambil menenteng sebuah koran harian lokal Depok, Endah meminta Wali Kota Nur Mahmudi yang resmi lengser pada Selasa (26/1/2015) untuk kembali mengkaji sebuah program seriusnya dalam mengelola sampah di Depok bernama Partai Ember yang resmi dilaunching pada Minggu (24/1/2015) dengan menggandeng artis Indra Bekti sebagai 'juru kampanye'. Dia mengaku baru membaca berita tentang Partai Ember yang digagas Nur itu dari koran tersebut.<br />
<br />
'Interupsi' Endah tersebut sontak dinilai menjadi aneh atau semacam hal lelucon bagi para hadirin yang ada di Gedung DPRD tersebut termasuk beberapa awak media. Endah dinilai usulan atas koreksinya itu tidak perlu lantaran Partai Ember sudah resmi dirilis atau sudah kadung berdiri. Tetapi sesungguhnya apabila hadirin baik dari anggota DPRD, SKPD, Ormas, petinggi partai dan para awak media itu mau melek bahasa Indonesia, apa yang diusulkan Endah ini ada benarnya.<br />
<br />
Mungkin benar bahwa dengan penggunaan kata 'Partai', orang akan mengira bahwa Nur Mahmudi benar-benar telah membuat sebuah partai politik, meskipun kedengarannya lucu, yakni Partai Ember. Padahal niatannya sendiri membikin Partai Ember hanya untuk membentuk kelompok sadar lingkungan yang mengelola sampah organik, anorganik dan residu seperti yang diberitakan beberapa media antara lain Kompas.com, Tempo.co, Okezone.com, Viva.co.id dan media lainnya.<br />
<br />
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat tiga pengertian kata 'partai', 1. Perkumpulan (segolongan orang) yang seasas, sehaluan dan setujuan (terutama di bidang politik); 2. Penggolongan pemain dalam bulu tangkis dan sebagainya seperti untuk penggunaan partai ganda atau partai tunggal; 3 kumpulan barang dagangan yang tidak tentu banyaknya, contohnya "kita boleh membeli 'partai' besar atau 'partai' kecil."<br />
<br />
Pertanyaannya, pengertian kata 'partai' manakah yang dirujuk oleh Nur Mahmudi pada penggunaan Partai Ember yang digagasnya. Apakah merujuk pada pengertian pertama, yang berarti Partai Ember ini merupakan gagasan kelompok berpolitik yakni untuk mencapai kekuasaan, apakah pengertian kedua yakni Partai Ember ini tak lain adalah semacam kelompok pertandingan badminton, atau yang terakhir bahwa Partai Ember adalah barang dagangan? Nah, saya kira asumsi apapun dari tiga pengertian tersebut rasanya tidak relevan dengan penggunaan Partai Ember Nur Mahmudi.<br />
<br />
Hal ini mengisyaratkan bahwa wali kota yang sudah 10 tahun berkuasa di Depok itu tidak sadar bahasa Indonesia atau jangan-jangan membuat kata seenaknya asal terdengar sederhana, mudah diingat dan unik dalam melakukan programmnya, meskipun pembentukan Partai Ember itu menurut Tempo.co mengacu pada Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.<br />
<br />
Sampai di sini, bukan saya nyinyir atau sok tahu, dan bukan pula tidak setuju dengan niatan mulia mantan Menteri Kehutanan era Gusdur itu dalam membentuk Partai Ember. Saya dan mungkin anggota DPRD Depok, Endah Winarti agak merasa risih dengan penggunaan kata 'partai' pada Partai Ember itu, karena saya yakin sebagian besar orang akan memaknakan Partai Ember adalah berorientasi pada sikap politik, meskipun hal tersebut tidak benar sama sekali.<br />
<br />
Dengan demikian, ada baiknya penggunaan Partai Ember ini bisa dikaji kembali oleh Nur Mahmudi yang sudah tidak bisa lagi duduk di kursi empuk Balaikota Depok. Nur Mahmudi sebaiknya buka-buka sejenak KBBI sambil minum kopi biar woles kalau mau menggunakan kata-kata atau istilah yang ingin populer. Karena hal elementer ini akan sangat lucu dan bisa ditertawakan oleh orang lain. Apalagi Pak Nur dikabarkan akan bertarung memperebutkan 'kursi panas' Bakal Calon Gubernur DKI jakarta. Hmm...</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-37649313865215628572015-10-08T18:51:00.003-07:002016-04-21T18:34:16.255-07:00Sajak Sajak Ali Mifka<b>Ada yang Tak Kunjung Selesai</b><br />
<br />
Ada yang tak kunjung selesai<br />
Dari geliat narasi utopis<br />
Teka-teki hidup demikian akrab<br />
Sekaligus tak mudah dipercaya<br />
Fragmen-fragmen nasib bersilang acak<br />
Seiring menuntut segala sesuatu<br />
Untuk selesai di ribuan awal yang lain<br />
Hidup menyimpan tragedi bunuh diri jutaan jawaban<br />
Dari berbagai pertanyaan yang asing<br />
<br />
Kita ringkih, pedih, dan kesetiaan pada akhirnya<br />
Adalah kekhawatiran menerka peristiwa esok hari<br />
<br />
<b>Arungi Senyummu</b><br />
<br />
Dan ku arungi senyummu<br />
Di sepanjang senja yang kelu<br />
Aroma tatapmu<br />
Menerjemahkan air mata<br />
Di sela-sela doa yang hangat<br />
<br />
Aku hanya menemukan satu jatah langkah<br />
Dalam seribu langkah menemuiu<br />
Itupun hanya ikhlas menatapmu<br />
Namun diantara kertas, pena dan hatiku<br />
Dirimu utuh disini<br />
<br />
Dan kuarungi senyummu<br />
<br />
Sepanjang keheningan puisi<br />
Yang tergagu menahan rindu kuarungi senyummu<br />
<br />
<b>Apa Lagi</b><br />
<br />
Apa yang akan kita ceritakan lagi<br />
Tentang hidup hari ini<br />
Ketika angin terbenam di lembah<br />
Dan bayangan menggigil di ucap malam gelap?<br />
Tak usah kita mengendap-mengusir sungai-sungai<br />
Kita mencintai hidup seperti kehausan mencintai mata air<br />
Sepanjang kita setia pada hidup<br />
Kita masih bisa melupakan angin malam yang dingin<br />
Dan berangkat menuju ke sana;<br />
Ke atas bukit yang belum kita kenal<br />
<br />
<b>Kita Hanya Mampu Menjadi Puisi</b><br />
<br />
Kutulis surat ini untuk hatimu<br />
Ketika manusia begitu retak memahami cinta<br />
Riwayat mata kita telah berkarat, saudaraku<br />
Kita tak perlu terus berdusta membiarkan<br />
Air mengalir, membiarkan api menyala<br />
Udara kini adalah napas yang patut kita curigai<br />
Hari-hari kita untuk setia menganyam kesaksian<br />
<br />
Kita akan menjadi seribu usia, saudaraku<br />
Yang bicara lewat ziarah puisi<br />
Tentang mereka yang melepuh menyebut luka-duka<br />
Di surau-surau yang dihancurkan para kekasih yang berkhianat<br />
Tetapi kita tak mampu menjahit luka-duka<br />
Kita hanya mampu mengubah pisau-pisau<br />
Menjadi kain kasa dan kapas putih<br />
<br />
Kita mampu mencintai mereka, saudaraku<br />
Karena itu membuat puisi kita terjaga setiap malam<br />
Juga malam membuat kita harus menulis bulan<br />
Dan di pagi hari kita menggigil mengusung keranda kemanusiaan<br />
<br />
Bacalah, saudaraku…<br />
Luka-duka ini butuh semacam jeda<br />
Sebelum pedih menjawab semua tanda tanya dengan keajaiban<br />
Kita harus mulai menari, saudaraku<br />
Hari ini bukan sekadar sebuah pertemuan<br />
Tetapi puisi jalang yang menegaskan bisik<br />
Kabarkan segalanya menurut hatimu, saudaraku<br />
Aku adalah kematian bagi sejengkal ragu dan takutmu<br />
Bagi luka-duka kita hanya mampu menjadi puisi<br />
<br />
Kirim surat untuk kesetiaanku, saudaraku<br />
Jika hari-hari dirayapi sepi<br />
Dalam gelisah, ternyata, kita harus pergi<br />
Untuk ziarah pada setiap jejak sejarah<br />
Dan harus pulang untuk kembali berbenah<br />
<br />
Kutulis surat ini untuk hatimu<br />
Ketika dunia begitu tak sesederhana yang kita kira<br />
<br />
<b>Puisi Kematian Bulan</b><br />
<br />
Senja di rimba<br />
Lolong adalah runcing bahasa<br />
Yang membidik aum di taring kata<br />
<br />
Bulan ditusuk dingin<br />
Terpuruk di lubuk-lubuk cermin<br />
Geram di semak-semak<br />
Dendam di rongga dada<br />
<br />
Senja di rimba<br />
Bulan telah mati di sana<br />
<br />
<br />
<b>Tentang Suratmu</b><br />
<br />
Kepadamu:<br />
Surat-surat yang kaukirimkan<br />
Berserakan begitu saja<br />
Di kesunyian ruang gerakku<br />
Belum mampu aku membacanya<br />
Bahkan satu kata pun<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-20505367638872000872015-10-05T00:14:00.001-07:002016-04-21T18:28:05.777-07:00Menikmati Konser Anatomia Do Grunge<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-X0V-xtdWPD4/VhIjCOlDf5I/AAAAAAAAAOc/Yl_XXspbnjc/s1600/20151004_223242.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://4.bp.blogspot.com/-X0V-xtdWPD4/VhIjCOlDf5I/AAAAAAAAAOc/Yl_XXspbnjc/s400/20151004_223242.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Komunitas pecinta musik Grunge dan Negative Creep Clothing menggelar konser Anatomia Do Grunge di Rossi Cafe Fatmawati Jakarta, Minggu (4/10) hingga larut malam.<br />
<br />
Beberapa band Grunge dari berbagai daerah yang tampil antara lain Jangan Syirik, Mati Muda, Sugar Kane, Marigold, Kamar Busuk, Sociology, The Kill, The All Innocent, Wajik, Syndrome Noise, The Northside, Cacat Mental, Backdoor, Toilet Sounds, Shockbreaker dan Coburn.<br />
<br />
Ratusan penggemar musik Grunge sudah memenuhi area Rossi sejak siang dengan pakaian kucel khas celana jeans robek, belel, kaus oblong dan kemeja flanel.<br />
<br />
Mereka tampak asik menghayati tembang-tembang yang dimainkan band-band yang tampil. Ruangan yang tak begitu luas itu pun gaduh dengan teriakan.<br />
<br />
Menjelang malam, band asal Bandung, The All Innocent (T.A.I) tampil setelah Marigold, The Northside dan Cacat Mental. Band T.A.I yang sudah dibentuk sejak 1997 itu menggeber empat lagu yang membuat para pecinta Grunge tak hentinya bergoyang.<br />
<br />
Penampian T.A.I memang salah satu yang ditunggu oleh para pecinta Grunge. Gaya manggung sang vokalis, Achill yang liar dan tak mau diam seolah mengisyaratkan ekspresi dan emosi bermusiknya.<br />
<br />
Apalagi saat membesut tembang Trilogika yang dimainkan cukup unik dengan menggunakan dua bass sekaligus. Penonton tak mau beranjak dan terus moshing atau head bang sambil berloncatan di atas panggung.<br />
<br />
Konser Anatomia Do Grunge memang semacam ajang reuni para penggemar musik Grunge yang dipelopori oleh band-band asal Seattle Amerika, seperti Nirvana, Pearl Jam, Sonic Youth dan lainnya.<br />
<br />
Pengaruh musik Grunge itu hadir ke Indonesia era 90-an dan memunculkan event-event dari band Grunge lokal Indonesia baik di Bandung, Jakarta dan daerah lain.<br />
<br />
Salah satu band Grunge bentukan era 90-an adalah Shocbreaker yang juga ditunggu-tunggu. Empat lagu yang dimainkan cukup mengobati rindu para penggemarnya. Apalagi saat mereka memainkan tembang Cewe An***G. Hampir seisi ruangan Rossi Cafe bernyanyi bersama.<br />
<br />
Semakin malam, konser semakin memanas. Terlebih giliran band-band yang tampil cukup membuat heboh ratusan pecinta Grunge. Giliran band Backdoor memainkan lagu-lagu andalannya.<br />
<br />
Muhammad Abdul Qodir alias Dul, vokalis Backdoor langsung menggeber Come AS You Are milik Nirvana. Dul yang juga anak musisi Ahmad Dhani ini diacungi jempol oleh para pecinta Grunge. Dia dianggap sebagai salah satu ikon Grunge Indonesia yang cukup diperhitungkan.<br />
<br />
Penampilan Backdoor yang juga memainkan empat lagu semakin menambah suasana konser memanas. Kerumunan ratusan pecinta Grunge menghadirkan moshing yang tak teratur tetapi tetap damai.<br />
<br />
Di sela-sela penampilannya, Dul meminta para pecinta Grunge tetap menjaga kekompakan. "Saya minta semuanya solid ya," ujarnya sambil langsung memainkan tembang penutup dari Nirvana, Negative Creep.<br />
<br />
Tak berhenti di situ, puncak konser Anatomia Do Grunge dimeriahkan oleh Coburn, band yang tengah naik daun. Empat lagu yang dimainkan Coburn membuat ruangan tak berhenti berteriak mengikuti tembang yang dinyanyikan satu persatu.<br />
<br />
Adapun, band penutup konser Grunge tersebut adalah Toilet Sounds. Band ini sudah berkarya sejak 1998 lalu. Band yang digawangi tiga orang ini cukup membuktikan banhwa Grunge akan tetap hidup dan terus akan meregenerasi.<br />
<div>
<br /></div>
</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-15950905341674682502015-09-23T06:33:00.000-07:002015-09-23T06:43:06.739-07:00Para Gurandil PongkorUsai sudah nasib para penambang emas liar milik PT Antam (Persero) Tbk. yang berlokasi di Pongkor, Kampung Ciguha, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.<br />
<br />
Pada akhir pekan lalu, perusahaan bersama aparat kepolisian dan Satpol PP berhasil menutup 241 lubang dan membongkar 1.126 bangunan pengolahan emas gelundung serta 125 tangki pengolahan emas ilegal.<br />
<br />
Keberadaan para penambang liar atau sering disebut gurandil di Pongkor sudah dilakukan sejak Antam beroperasi pada 1994. Pada 1998, jumlah para gurandil semakin bertambah dan massif baik dari kegiatan penambang maupun pengolahnya.<br />
<br />
Dampak sosial pun terjadi akibat makin merebaknya para gurandil itu. Tingkat keamanan di kawasan lokasi penambangan rapuh. Salah satunya terjadi pembakaran kantor administrasi Antam pada unit bisnis pertambangan emas (UBPE) Pongkor.<br />
<br />
"Pembakaran itu mengakibatkan berhentinya operasi perusahaan selama 10 hari saat itu. Pembakaran kantor administrasi Antam di Pongkor terjadi pada Desember 1998. Hanya berselang 3 bulan setelah kerusuhan di Jakarta saat itu," ujar Tri Hartono, Sekretaris Perusahaan PT Antam (Persero) Tbk., pada Bisnis, Selasa (22/9).<br />
<br />
Penambangan liar di wilayah Kecamatan Nanggung sejak saat itu berjalan secara sistematis dan terstruktur. Issue illegal mining di wilayah Pongkor tersebut kerap dijadikan penelitian baik oleh institusi pendidikan maupun lembaga penelitian.<br />
<br />
Dalam banyak jurnal ilmiah disebutkan bahwa penambangan liar di Pongkor melibatkan banyak pihak diantaranya adalah pemilik modal yakni penyandang dana pembuat lubang dan pengolahan gelundung dan tangki, preman, oknum penjaga lubang, tukang pahat, tukang pikul, pemilik pengolahan gelundung dan tangki, hingga penadah hasil emas tersebut.<br />
<br />
Perputaran uang dari hasil bisnis penambangan liar pun cukup besar. Hal itu terlihat dari barang bukti yang diamankan Polres Bogor saat penutupan lokasi penambangan liar tersebut. "Dari penadah saja mencapai Rp400 juta," katanya.<br />
<br />
Menurut Tri, keberadaan gurandil semakin sistemik dan memengaruhi struktur sosial dan budaya di masyarakat. Terlebih, jika terdapat gurandil yang tertangkap oleh kepolisian setempat, mereka melakukan demonstrasi menuntut agar para gurandil dibebaskan.<br />
<br />
Tri mengatakan penegakan hukum tidak terjadi di wilayah Kecamatan Nanggung, seiring pada bisnis emas liar tersebut diduga dikuasai oleh kartel-kartel pemilik lubang dan pemilik pengolahan illegal. "Namun itu sulit untuk dibuktikan. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Kepolisian."<br />
<br />
Dampak dari penambangan liar lain adalah pencemaran lingkungan yang massif oleh para gurandil. Mereka menggunakan merkuri untuk mengolah emas, tetapi sebagian gurandil juga mengolah hasil galiannya menggunakan tangki sianida.<br />
<br />
"Keduanya tidak diolah limbahnya, tapi langsung dibuang ke lingkungan yakni di persawahan maupun ke sungai Cikaniki," paparnya.<br />
<br />
Menariknya, para gurandil yang mengincar emas di lokasi tambang Antam tersebut bukan masyarakat asli Kampung Ciguha, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, tetapi banyak warga pendatang.<br />
<br />
Akibatnya, seringkali terjadi konflik horizontal antara warga asli dan pendatang. Dampak penambangan liar bagi Antam secara teknis memengaruhi operasional penambangan.<br />
<br />
Para gurandil dalam aksinya mampu menembus operasi produksi di bawah tanah dan kemudian melakukan pencurian ore yang memengaruhi siklus produksi tambang dalam.<br />
<br />
Selain berpengaruh pada potensi kerawanan kekuatan batuan, keberadaan para gurandil itu menghambat proses peledakan dalam satu shift kerja perseroan.<br />
<br />
Tri menjelaskan peledakan adalah salah satu bagian dalam proses penambangan bawah tanah cut and fill. Jika hal tersebut terjadi, dilakukan strategi khusus agar target penambangan tetap tercapai.<br />
<br />
Antam sendiri, kata dia, tidak dapat menghitung secara spesifik kandungan dari lubang-lubang ilegal tersebut. Karena sebagian lubang penambangan liar mampu menembus lokasi operasi produksi.<br />
<br />
"Sebagian lain tidak menembus dan para gurandil membuat lubang yang tidak memenuhi ketentuan keselamatan kerja karena itu tidak safety untuk dimasuki," katanya.<br />
<br />
Produksi utama emas Antam sejatinya berasal dari dua wilayah antara lain tambang bawah tanah Pongkor, Bogor dan Cibaliung, Banten. Realisasi produksi ore di Antam UBPE Pongkor pada 2014 mencapai sebesar 382.000 WMT dan realisasi produksi emas (Au) sebesar 1,6 ton.<br />
<br />
Tri mengakui pada dasarnya Antam tidak dapat menghitung selisih produksi yang dihasilkan para gurandil dan Antam sendiri. Namun berdasarkan keterangan petugas Kepolisian Resor Bogor kepada para gurandil saat melakukan penertiban, satu tangki pengolahan emas mampu menampung kapasitas 300 karung/beban ore dengan rerata berat 30 kg/karung.<br />
<br />
Para gurandil itu, kata Tri, tidak menggunakan penghitungan teknis ekstraksi sianidasinya. Mereka, lanjutnya hanya menggunakan catatan pengalaman para gurandil lain dalam mengolah hasil galian.<br />
<br />
Dia memberi contoh, 30 kg sianida untuk satu tangki dan seterusnya. Sementara satu tangki berkapasitas 300 karung tersebut mengekstraksi emas selama 24 jam dan mampu menghasilkan lebih kurang satu kg emas.<br />
<br />
“Tentu data tersebut perlu diteliti lebih lanjut, tapi inilah data yang dihimpun melalui wawancara dengan para penambang liar oleh kepolisian," paparnya.<br />
<br />
Saat ini Antam memiliki tujuh tunnel produksi tetapi yang aktif ada empat tunnel yakni tunnel MHL500, dua tunnel Gudang Handak, dan tunnel L600. Adapun, Ijin Usaha Pertambangan (IUP) ANTAM UBPE Pongkor sampai dengan 2021.<br />
<br />
Tri menjelaskan target produksi emas dari tambang Pongkor Bogor dan Cibaliung Banten pada tahun ini hampir sama dengan target produksi pada 2014, yaitu di level sekitar 2,5 ton. Namun untuk penjualan emas pada 2015, pihaknya akan meningkatkan target dibanding tahun lalu di level 10 ton emas.<br />
<br />
Perseroan, kata dia tahu betul apa yang harus dilakukan setelah penutupan lokasi tambang liar yang disebut-sebut merugikan lebih dari Rp1 triliun itu. Salah satunya Antam akan bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan kampung Ciguha, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.<br />
<br />
Masyarakat asli Kampung Ciguha sendiri saat ini berjumlah sekitar 170 kepala keluarga. Jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pendatang. Dengan demikian pihaknya berkomitmen memperhatikan seluruh aspek baik lingkungan, ekonomi dan sosial budaya.<br />
<br />
"Persoalan penting dalam mencegah kembali munculnya para penambang liar adalah memerhatikan masyarakat yang dulu bergantung pada aktivitas penambangan liar melalui suatu program alih daya."<br />
<br />
Menurutnya, konsesi bersama dinilai penting terwujud agar para gurandil tidak kembali. Jika para gurandil tidak beraktivitas, dipastikan lingkungan setempat dapat terjaga.<br />
<br />
Perseroan juga, kata dia, mengharapkan penerapan program penanganan ilegal mining di Pongkor akan menjadi contoh penanganan penambangan liar di seluruh Indonesia.<br />
<br />
Kapolres Bogor, AKBP Suyudi Ario Seto saat menggelar rapat dengan Bupati Bogor Nurhayanti, Senin (21/9) ihwal perkembangan penertiban penambang liar di kawasan Antam akan menindaklanjuti hasil tersebut.<br />
<br />
Suyudi menjelaskan para otal gurandil akan dikenakan hukuman sesuai pasal 161 Undang-Undang No. 4/2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara dan Undang-Undang No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sanksi pidana.<br />
<br />
Dia mengklaim hingga akhir Agustus lalu pihaknya berhasil menangkap beberapa pelaku penambang liar. Menurutnya, penanganan penertiban PT Antam tidak bisa dilakukan secara parsial oleh salah satu pihak, melainkan melibatkan seluruh stakeholder.<br />
<br />
Sementara itu, Bupati Bogor Nurhayanti mengaku khawatir terkait kawasan Pongkor sebagai kawasan aneka tambang yang dihuni oleh para gurandil yang membahayakan keselamatan dan lingkungan.<br />
<br />
Pihaknya berencana akan membentuk tim bersama beberapa instansi, terutama terkait masalah alih profesi para gurandil yang sudah ditertibkan. Musababnya dari 100% gurandil, sekitar 30% adalah masyarakat Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor.<br />
<br />
“Kami akan lakukan upaya tindak lanjut dengan penuh kehati-hatian, agar penertiban ini tidak berdampak negatif terhadap warga masyarakat sekitar. Kami ingin penertiban ini justru bisa memberikan manfaat untuk masyarakat terutama di wilayah Kecamatan Nanggung,” paparnya.<br />
<br />
Sumber: Bisnis.com<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-20583440489953747992014-12-31T03:19:00.001-08:002016-04-21T18:28:48.470-07:00Menyeruput Kopi Terbaik JJ Royal Coffee<div class="fullpost">
Tak bisa diragukan lagi, budaya minum kopi di masyarakat Indonesia sangat tinggi. Di rumah, pos ronda, terminal, kantin, hingga kantor, kopi kerap kali tertuang dengan seduhan yang beragam. Apalagi, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia.<br />
<br />
Berdasarkan data Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian pada 2012, produksi kopi di Indonesia mencapai 691.163 ton. Sementara produktivitasnya mencapai 745 kilogram per harinya.<br />
<br />
Sayangnya, masyarakat Indonesia belum banyak mengenal seperti apa kopi terbaik yang seharusnya dikonsumsi. Mitos -mitos tentang kopi bahkan kerap berseliweran memenuhi pikiran. Konon, kopi bisa menyebabkan sakit perut, diabetes, asam lambung, gigi menguning dan banyak lagi.<br />
<br />
Padahal bila proses mengonsumsi dengan baik, kopi justru bisa berdampak positif. selain bisa menghilangkan kantuk, kopi juga baik untuk meningkatkan aktivitas seksual. “Asalkan yang dikonsumsi produk kopi murni,” papar Clarissa Halim, Head of Product Development and Advertising Sugar Group Companies kepada Bisnis belum lama ini.<br />
<br />
Kopi terbaik yang diproduksi 100% murni tanpa campuran bisa ditemukan di Indonesia. PT JJ Royal yang meluncurkan produk JJ Royal Coffee merupakan afiliasi usaha dari Sugar Group Companies. JJ Royal Coffee menghadirkan sekitar 14 macam kopi terbaik antara lain Arabika single-origin dari Toraja, Mandailing, Papua, Flores, Mandailing Decaf Organik, Gunung Biru, Kayu Mas Jawa, kopi blend serta kopi Robusta dari dataran tinggi.<br />
<br />
JJ Royal sebelumnya lebih memilih untuk mengekspor kopi terbaik Specialty Grad 1 dibandingkan untuk keperluan konsumsi lokal. Namun, seiring perlunya edukasi bagi masyarakat, JJ Royal meluncurkan produk terbaru yakni JJ Royal Kopi Tubruk yang dijual kemasan. Jenis kopi terbaru yang berkelas ini bisa ditemukan di pasar modern hingga warung-warung pinggir jalan. “Ini semata-mata untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya mengonsumsi kopi murni,” katanya.<br />
<br />
JJ Royal Kopi Tubruk Specialty Grade 1 merupakan perpaduan antara biji kopi murni Specialty Grade 1 dengan jenis kopi original lainnya. Sehingga, masyarakat bisa mengkonsumsi kopi kelas terbaik hanya dengan merogoh kocek Rp2.500 untuk satu gelas atau satu sachet kopi.<br />
<br />
Jenis kopi sendiri secara umum terbagi menjadi empat yakni Arabika, Robusta, Liberika dan Ekselsa. JJ Royal hanya memproduksi kopi Arabika dan Robusta saja. Produk yang diolah JJ Royal Coffee sudah tercatat berdasarkan Standar Special Coffee Association of Amerika (SCAA). Di dunia kopi, kelas premium bukanlah nomor wahid untuk kualitas kopi terbaik. Akan tetapi, Specialty Grad 1 lah yang menjai kopi kelas kakap. Clarissa mengklaim JJ Royal Coffee merupakan yang pertama kali mempelopori kopi kelas terbaik tersebut atau Specialty Grad 1. “Kebanyakan di Indonesia, para pesaing kita paling tinggi hanya menyajikan kopi premium saja,” ujarnya.<br />
<br />
Proses pemilihan kopi produksi JJ Royal Coffee masih menggunakan cara manual atau dengan memetik dengan tangan. Cara tersebut sengaja dilakukan guna mendapatkan kualitas kopi yang benar-benar matang. Sementara, jika menggunakan mesin, pemilihan kopi di pohon tidak akan akan tercampur dengan kopi mentah lainnya.<br />
<br />
Setelah dipetik pun, kopi produksi JJ Royal Coffee masih perlu diseleksi melalui proses lainnya seperti pencucian, permentasi, pengeringan, pelepasan kulit hingga penyortiran. Sehingga, dari semua tahap seleksi panen tersebut, kopi yang diolah rerata hanya mencapai 10% saja. “Untuk itu, harga JJ Royal Coffee lebih tinggi karena rejected-nya jauh lebih banyak.”<br />
<br />
Sistem panen kopi JJ Royal Coffee melibatkan petani kopi di berbagai daerah produsen seperti Flores, Jawa, Aceh dan daerah lainnya. Untuk memelihara kualitas dan cita rasa, perusahaan membina petani. Sementara sisanya, JJ Royal membeli secara lepas dari petani lain. Dia mengatakan, dengan melakukan strategi seperti itu, JJ Royal Coffee menjadi terdepan untuk produsen kopi kelas terbaik di Indonesia.<br />
<br />
Namun, kehadiran JJ Royal Kopi Tubruk belum lama ini memicu tanggapan dari berbagai kalangan. Pihaknya menerima beragam testimoni bahwa produk baru tersebut tidak akan berhasil dipasarkan di Indonesia. Mengingat, lidah kebanyakan warga Indonesia masih belum membedakan mana kopi terbaik dan mana kopi murahan. Cemoohan tersebut tidak menyurutkan langkah JJ Royal Coffee untuk terus melangkah. “Buktinya, antusiasme masyarakat sangat positif dengan adanya kopi Specialty Grad 1 berbentuk kemasan ini,” ungkapnya.<br />
<br />
Menghadirkan kopi tubruk dengan harga terjangkau tetapi berkelas, membuat pihaknya berharap stigma tentang kopi di Indonesia bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat. Untuk sekedar perbandingan, produk kopi luwak asal Indonesia ketika dijual di Amerika bisa tembus hingga US$100 per gelas. Di Prancis, kopi Gunung Biru tembus hingga €8, sementara kopi Toraja di Jepang sama dengan US$10 per gelas. Di Indonesia sendiri, untuk menikmati kopi JJ Royal Coffee terbaik tidak sampai memakan Rp3.000.<br />
<br />
Dari semua produk, JJ Royal Coffee menawarkan dua macam kopi bubuk dan biji. Clarissa mengklaim sejak hadirnya produk JJ Royal Coffee, tidak sedikit masyarakat membeli mesin kopi sendiri hanya untuk membuat sajian kopi biji produksi JJ Royal Coffee. Sementara untuk cara penyajian, pihaknya memberikan masukan agar setiap kopi diseduh dalam temperatur 80-100 derajat celcius. “Justru kalau diseduh dengan air mendidih, akan menghilangkan rasa dan aroma kopi,” ujarnya.<br />
<br />
*Diterbitkan di Bisnis Indonesia</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-34674936982778945062014-05-12T10:26:00.003-07:002016-04-21T18:29:39.917-07:00Icip-icip Kelezatan Rempah Kita<div class="fullpost">
Iringan musik Kolintang Agape, sebuah kelompok yang biasa bermain di acara-acara kegerejaan terdengar ritmis saat pembukaan restoran Rempah Kita di Plaza Indonesia Jakarta, Kamis (10/4). Betapa tidak, lagu-lagu khas daerah macam Si Patokaan, Ina Ni Keke, Lisoi, Anging Mamiri, Waktu Hujan Sore dan lagu lainnya mengalun indah.<br />
<br />
Tentunya, lagu-lagu tersebut menambah semarak tatkala pengunjung menyantap aneka menu makanan. Suasana pun terasa khidmat menambah kelezatan masakan serasa lebih Indonesia sesuai menu-menu yang disajikan.<br />
<br />
Restoran Rempah Kita berlokasi di mal Plaza Indonesia Jakarta. Sebelumnya, restoran tersebut bernama Lada Merah. Manajemen mengubah nama lantaran pemilihan nama Rempah Kita lebih mewakili Indonesia. "Karena semua menu yang ditawarkan khas masakan Nusantara," papar Michael Irawan, Chef Manager Rempah Kita.<br />
<br />
Dengan demikian, pengunjung dimanjakan oleh lebih dari seratus menu masakan khas Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan pulau-pulau di Nusantara lainnya. Dari ribuan masakan khas Indonesia, Rempah Kita menyeleksi menu-menu khusus yang sudah terdengar akrab untuk dijadikan masakan andalan.<br />
<br />
Masakan Padang, siomay Bandung, woku, soto Lamongan, gudeg Yogyakarta, dan menu lainnya merupakan sebagian dari masakan yang disediakan Rempah Kita. Siomay Bandung hasil racikan Rempah Kita misalnya, diklaim sebagai siomay terenak dibandingkan dengan siomay produksi lain.<br />
<br />
Dari semua menu Nusantara tersebut, kelebihan dan keunggulannya terdapat pada cara penyajian, proses memasak dan bumbu-bumbu racikan khas Rempah Kita. Setiap menu disajikan dengan unsur kearifan lokal Indonesia, seperti halnya dekorasi dan desain interior restoran. Selain untuk menambah kekhasan Nusantara, pemilihan desain interior juga membuat kenyamanan tersendiri bagi pelanggan.<br />
<br />
Untuk menikmati masakan khas Rempah Kita, Anda tidak perlu merogoh kocek mahal. Cukup dengan Rp35.000-Rp85.000, masakan yang dipesan sudah bisa mengenyangkan perut. nasi rempah kita ayam, misalnya dibanderol seharga Rp55.000. Salah satu menu andalan ini terdiri dari ayam goreng, pepes telor asin, udang goreng, sambal dan lalapan segar.<br />
<br />
Beberapa menu lain yang bisa membuat ketagihan antara lain seperti nasi Padang dendeng balado, nasi uduk Jakarta empal, nasi timbel pasundan, mie ayam Bangka, soto mie Bogor dan aneka menu lainnya.<br />
<br />
Bahan-bahan yang diracik untuk disajikan terhadap pelanggan dihasilkan dari sumber produksi berkualitas. Untuk itu, Rempah Kita menghadirkan sumber daya manusia yang sudah berpengalaman di bidang masak-memasak. Maka jangan heran, jika menu utama hingga camilan diproduksi sendiri tidak menggunakan bantuan tenaga lain.<br />
<br />
Camilan macam keripik singkong, kentang goreng, kroket, risolles, lumpia, pempek dan lainnya dibikin sendiri dengan racikan bumbu khas Remoah Kita. "Jangan khawatir bahwa semua camilan bukan dibeli dari pasar, tetapi kami bikin sendiri," ujarnya.<br />
<br />
Sementara, untuk aneka minuman, Rempah Kita menyajikan berbagai menu unik yang biasa dinikmati. Sebut saja es kopyor, cendol, es campur Jakarta, dan es tropis yang bisa mengusir rasa dahaga. Kesemua jenis minuman tersebut dibanderol seharga Rp10.000-Rp45.000.<br />
<br />
Lily Tanti, salah satu pemilik Rempah Kita mengatakan pihaknya tengah gencar berpromosi mengenalkan restoran khas masakan Nusantara tersebut. Rencananya, pada pertengahan bulan ini, Rempah Kita membuka promo all you can eat seharga Rp150.000 untuk per hari.<br />
<br />
“Jadi pelanggan untuk sehari tersebut bisa menikmati semua makanan sesukanya. Setelah makan misalnya, Anda bisa jalan-jalan, nonton, belanja kemudian setelah lapar, kembali lagi ke sini, makan lagi,” ujarnya.<br />
<br />
Konsep restoran berdekorasi gaya 1960-an tersebut rencananya juga akan menampilkan live music dengan pillihan musik khas Nusantara seperti halnya permainan yang ditampilkan Kolintang Agape pada pembukaan restoran. “Intinya, kami ingin mengangkat semua unsur Nusantara di restoran Rempah Kita ini,” paparnya.<br />
<br />
*Bisnis Indonesia Weekend</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-7022267323652410242014-05-12T10:25:00.001-07:002016-04-21T18:30:07.690-07:00Jpret <div class="fullpost">
Namanya Jpret. Sejak lahir, menginjak masa anak-anak, remaja hingga dewasa, tetap saja dia dipanggil Jpret. Lelaki miskin berambut panjang itu ngoceh sendiri membicarakan hiruk pikuk suasana politik di Indonesia. Sesekali para lawan mainnya menimpali. Namun sesungguhnya dia sedang ngomong sendiri dalam pertunjukan monolog Jpret dari Teaeter Mandiri yang digelar di Teater Salihara Jakarta, Minggu (13/4).<br />
<br />
Monolog Jpret dikemas dengan tata panggung sederhana. Sebuah layar terbuat dari kain terbentang. Di tengah layar sengaja dibuat bolong sebagai ilustrasi layar televisi. Satu kursi, kotak suara, toilet, meja makan dan remote control adalah artistik yang terpajang di arena pertunjukan. Monolog tersebut mengangkat sebuah kisah pahit-manis demokrasi dalam pemilihan umum di Indonesia.<br />
<br />
Jpret antusias untuk memberikan hak suaranya memilih calon anggota legislatif (caleg). Seperti diketahui, pada masa kampanye, kebanyakan para caleg memajang foto untuk dikenal publik di beberapa medium. Tiang listrik, pohon, benteng, angkutan kota dan sarana lainnya merupakan ajang promosi wajah-wajah para caleg. Terkadang wajah-wajah mereka, para caleg itu tampil di beberapa media dengan wajah yang sama, mengumbar senyum seolah mereka berperilaku baik dan manis.<br />
<br />
Adalah Putu Wijaya, penulis naskah dan sutradara Jpret yang sebelumnya naskah tersebut diberi judul Kroco. Kroco merupakan sebuah naskah untuk dilakonkan pada ulang tahun seorang aktor legendaris, Amoroso Katamsi yang ke-70 tahun. Naskah tersebut dibuat pada 1999 menjelang pemilu. Namun, karena beberapa alasan, naskah Jpret tidak jadi dipentaskan. Dan, bisa terlaksana tahun ini bertepatan dengan Pemilu 2014.<br />
<br />
Monolog Jpret dimainkan oleh Bambang Iswantoro, Alung Seroja, Lela Lubis, Dwi Hastuti, Ucok Hutagalung, dan Gandung Bondowoso dari Teater Mandiri. Jpret merupakan pementasan terakhir dari rangkaian ulang tahun Putu Wijaya yang ke-70. Naskah Bila Malam Bertambah Malam dan Hah sendiri ditampilkan pada 11-12 April 2014.<br />
<br />
Pada pementasan Jpret, cara penyutradaraan Putu Wijaya tampak terlihat jelas. Unsur realisme, humor, kritis bahkan absurd menjadi satu kesatuan yang utuh. Kita bisa melihat sendiri bagaimana Jpret bisa berbicara langsung dengan presenter televisi yang sesungguhnya berada pada dunia yang berbeda. Tetapi itulah Putu Wijaya, dia kerap mengobrak-abrik estetika dalam sebuah karya.<br />
<br />
Pemakaian bahasa yang menggedor daya kejut penonton menjadi ciri khas lain dalam menyampaikan pesannya. Politik misalnya, dia sebutkan secara tidak langsung sebagai praktik menyengsarakan rakyat. Bukan sebaliknya, memberikan kesejahteraan yang pantas.<br />
<br />
Alur pementasan Jpret tidak bisa ditebak. Teror mental yang sudah lama digaungkan Putu diam-diam menyelip di beberapa percakapan antara Jpret, presenter televisi, para caleg dan seorang nenek tua, yang dalam pementasan tersebut menjadi nenek tiri Jpret.<br />
<br />
Salah satu kritik pedas untuk menyindir Pemilu di Indonesia adalah ketika sang nenek dan Jpret didatangi para calon Presiden. Mereka menanyakan berbagai kebutuhan rakyat jika mereka terpilih jadi Presiden. Padahal sebagai pemimpin, seharusnya tahu keinginan rakyat, bukan sok peduli dan terjun ke lapangan.<br />
<br />
Adegan ketika Jpret mencoblos, disuap, dan dibunuh merupakan cerminan perilaku politik kotor yang terjadi di Indonesia. Siapa yang banyak uang, di situlah politik berkuasa. Kita bisa saksikan, bagaimana ketika seorang berada di tempat pemilihan suara (TPS) seperti Jpret didatangi para caleg untuk memilih mereka sendiri. Di sini, Putu dalam panyutradaraannya ingin menekankan bahwa cara-cara kotor tersebut betul-betul terjadi.<br />
<br />
Monolog Jpret memang cukup berhasil menggiring penonton menertawakan kondisi politik yang ada di Indonesia. Dari segi cerita dan pesan, Putu memang piawai menghadirkan dengan bahasa ungkap yang lugas. Namun, sekadar catatan, masalah teknis pada pementasan Jpret ini sangat disayangkan.<br />
<br />
Permainan cahaya, musik pengiring, jeda antar adegan tampak terlihat kurang persiapan dan latihan yang matang. Kalau boleh disebut, persiapan Teater Mandiri untuk pementasan Jpret kurang maksimal. Sehingga, penyorotan cahaya ketika setiap aktor dan aktris yang masuk ke arena teater kerap terlihat lambat. Beruntung, beberapa kekurangan tersebut bisa ditutupi dengan aksi-aksi improvisasi para aktor.<br />
<br />
*Bisnis Indonesia Weekend</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-26341367314381662872014-05-12T10:24:00.003-07:002016-04-21T18:30:36.057-07:00Traversing Cultures<div class="fullpost">
Sebuah boneka barbie menyerupai seorang perempuan tampak berdiri tegak. Boneka itu hasil modifikasi dua seniman asal Yogyakarta R. Bonar alias Otong dan Fahla F. Lotan alias Dila. Wajah boneka terlihat garang lantaran dipenuhi kaki-kaki tarantula.<br />
<br />
Menggunakan dinamo, boneka dinamakan Mother Wisdom itu berputar. Pengunjung pada pembukaan pameran Traversing Cultures di Galeri Indonesia Kaya Jakarta pada 8 April 2014 hanyut terbawa putaran indah sang boneka. Konon, putaran tersebut memiliki filosofi tersendiri.<br />
<br />
Dila dan Otong mengatakan inspirasi pembuatan boneka yang kini memiliki nilai seni itu datang dari Dewi Sri sebagai salah satu legenda perempuan di Jawa. Dewi Sri dinilai sebagai sosok bijaksana. Dia banyak menaburkan aura positif ke setiap orang. "Putaran boneka Mother Wisdom sendiri sebagai filosofi hidup perempuan untuk terus menebarkan kebaikan," papar Dila.<br />
<br />
Dila dan Otong merupakan seniman asal Yogyakarta tergabung dalam Thedeo MixBlood. Keduanya adalah kelompok seni yang terlibat dalam berbagai eksperimen seni rupa. Thedeo MixBlood banyak menghasilkan karya-karya eksperimen dan hiperbolis untuk mengungkapkan sebuah karya di hadapan khalayak.<br />
<br />
Pada pameran digelar 8-30 April 2014 ini, mereka menampilkan 6 karya seni rupa gabungan antara mainan anak dan hasil imajinasi menggunakan objek-objek modern. Mainan diambil dari koleksi pribadi dan hasil pengumpulan dari beberapa kerabat untuk dijadikan bahan seni yang bernilai tinggi.<br />
<br />
Ciri khas Thedeo MixBlood bisa terlihat dari daya liar imajinasi sang seniman. Pada karya The Big Mission misalnya. Boneka Donal Bebek sebagai dasar mainan disulap menjadi sebuah karya seni berupa monster yang biasa dimainkan atau dimiliki kalangan anak-anak. Baik Dila maupun Otong tampak gemar memainkan instrumen dan aksesori lain menjadi gubahan karya yang elegan.<br />
<br />
Namun demikian, penambahan barang-barang tidak terpakai pun tidak luput untuk mereka manfaatkan. Penggunaan kain pel misalnya, berhasil padukan pada celah-celah kosong untuk membuat warna karya terkesan unik dan menarik dipandang mata. Meskipun, pada dasarnya, boneka Donal Bebek masih menjadi objek utama dalam karya tersebut.<br />
<br />
Thedeo MixBlood juga tidak sungkan berimajinasi lebih liar mengubah sebuah mobil mainan menjadi karya seni yang sangat historis. Karya tersebut bisa dilihat pada Buraq Transformation. Otong mengibaratkan Buraq, sebagai kendaraan Nabi Muhammad ketika diangkat oleh Tuhan ke langit lapis tujuh. "Kami andaikan kendaraan Nabi saat itu lebih canggih dari kendaraan saat ini," papar Otong.<br />
<br />
Pada karya berjudul Dasamuka, mereka menghadirkan beberapa tokoh seperti Angry Bird, Joker dan pahlawan-pahwalan kartun yang kerap tayang dilayar kaca anak-anak. Karya tersebut digabungkan menjadi sebuah ksatria berpenampilan menyeramkan sambil memegang sebuah senjata.<br />
<br />
Sementara pada karya The Rising of the Guardian, lagi-lagi Thedeo MixBlood menampilkan bahan-bahan kain pel untuk menambah aksen warna. Tema karya yang diusung mereka tetap mengedepankan kisah-kisah kepahlawanan yang berkarakter kuat. Maklum, keduanya mengaku sama-sama pecinta mainan sejak kecil.<br />
<br />
Pameran Traversing Culture tersebut menyoroti lintas batas antara beragam nilai budaya seperti tradisional dan moderen. "Untuk itu kami hadirkan budaya lokal seperti mitos Dewi Sri yang pada beberapa karya lain mengedepankan tokoh hero yang akrab di berbagai kalangan," papar Dila.<br />
<br />
Sejak berkesenian bersama-sama pada 2009, keduanya kerap memamerkan karya di beberapa tempat. Mereka juga mengklaim menciptakan karya bukan sekadar untuk merayakan dan mengembangkan hobi. Namun, tak jarang beberapa kolektor jatih cinta terhadap karya-karya Thedeo MixBlood. “Kebanyakan kolektor kami berasal dari luar,” ujar otong.<br />
<br />
*Bisnis Indonesia Weekend<br />
<div>
<br /></div>
</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-36691908994506636612014-05-12T10:23:00.001-07:002016-04-21T18:31:00.374-07:00Menghajar Menu Restoran Hyde<div class="fullpost">
Kawasan Kemang, Jakarta Selatan dikenal sebagai salah satu pusat gaya hidup warga Jakarta. Di Kemang, terdapat beberapa tempat yang bisa dijadikan sebagai ajang pertunjukan, galeri, restoran, kafe, bar dan lainnya. Tidak heran jika banyak investor membuka usaha di kawasan Kemang. Selain menjanjikan, Kemang memang menjadi kawasan yang terus hidup.<br />
<br />
Bicara soal restoran, Kemang memang gudangnya. Hampir di setiap titik, tempat makan berjejer dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Masing-masing restoran memiliki konsep tersendiri guna menggaet calon pelanggan. Tak terkecuali restoran Hyde yang berlokasi di Jl. Taman Kemang 1A No. 8, Kemang Jakarta Selatan.<br />
<br />
Memasuki Hyde, Anda akan terpukau dengan suasana restoran yang mengusung konsep go green. Restoran sekaligus bar tersebut berdiri pada akhir 2013 yang menawarkan suasana interior yang artistik.<br />
<br />
Aneka macam bunga berwarna-warni menggantung di atap restoran akan menyambut Anda yang bisa menggugah selera makan menjadi bertamabah. Selain menggantung di atap, bunga-bunga indah juga menempel di segala penjuru dinding. Pemilihan meja makan yang elegan dibuat khusus untuk memanjakan pelanggan. Sehingga, interior restoran ini akan membawa Anda serasa menikmati pemandangan alam hijau nan asri.<br />
<br />
Di Hyde, pelanggan juga akan dimanjakan oleh aneka musik dan penampilan disk jockey (DJ). Alunan musik yang menghentak dari mulai R&B, jazz hingga musik klasik akan menemani Anda menyantap menu-menu yang disajikan.<br />
<br />
Pada akhir Maret lalu. Hyde menggelar acara perdananya Bubbly Brunch. Sebelum menikmati makan siang, pengunjung disuguhi aneka menu spesial yang tidak akan pernah didapatkan di restoran lain. Menu Scrambled Eggs on Toast menjadi salah satu jawara pada Bubbly Brunch tersebut.<br />
<br />
Menu ini terdiri dari daging sapi yang disajikan secara tipis, mushroom, telor dadar, tomat dan sosis. Sebelum menyantap makan siang, menu ini memang cocok untuk sekadar mengganjal perut kosong Anda setelah sebelumnya menyantap sarapan. Apalagi paduan untuk menu ini sangat cocok dengan minuman House Pouring Sparkling Wine. Setelah melahap daging dan mushroom, tentu wine yang ditawarkan mampu menetralisir rasa yang melekat dilidah.<br />
<br />
Untuk menu reguler, Hyde juga menawarkan aneka makanan yang banyak disukai lidah Indonesia. Spaghetti Aglio merupakan satu dari menu spesial di Hyde. Ditaburi cabai merah yang segar, spaghetti ini memberikan rasa ‘menantang’. Apalagi, taburan udang yang menggoda membuat masakan ini tidak boleh terlewatkan untuk disantap. Dijamin, mi kenyal pada spaghetti ini akan membuat Anda ketagihan.<br />
<br />
Bagi Anda penyuka burger, tenang saja. Di restoran ini, segala macam menu hampir semuanya tersedia. Cukup menunggu sejenak sambil menikmati suasana tempat yang membuat betah, Anda akan disuguhi Hyde The Cheese Burger. Inilah salah satu burger dikemas semi tradisional yang tampak indah terlihat.<br />
<br />
Dipadu dengan kentang goreng, telor setengah matang dan sayuran di atas talenan, penyajian burger tentunya terkesan unik dan membuat Anda penasaran. Lalu bagaimana cara menikmati burger ini? Monggo, sesuai selera Anda, mau mencicipi kentang terlebih dahulu atau langsung melahap burgernya silahkan. Yang jelas, kelezatan menu ini tidak akan mengecewakan Anda.<br />
<br />
Selain itu, aneka seafood juga tersedia. Anda bisa memesan Herb Crusted Salmon yang berisi ikan salmon, kentang dan kacang Prancis yang digoreng dicampur dengan lemon. Ada juga Seafood Vol Au Vent yang terbuat dari roti kering dicampur udang, tomat, bawang hijau dan tambahan wine putih. Racikan menu makanan ini tentu akan memberikan rasa yang tidak akan terlupakan di lidah.<br />
<br />
Dan jangan lupa, aneka minuman yang disajikan pun cukup beragam. Mulai dari Virgin Berry Kiss, Berry the Kiss Mocktail, Sour Samurai, Floating Avocado hingga Flavored Ice Tea dan aneka cocktail lainnya. Harga yang ditawarkan kesemua menu mulai Rp35.000-Rp1 juta. Uniknya lagi, di restoran Hyde menyajikan menu makanan untuk anak-anak seperti Junior Fish & Chips hingga Chicken Cordon Bleu yang merupakan sajian mini khusus untuk disantap kalangan anak-anak.<br />
<div>
<br /></div>
</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-68248173823198508042014-05-12T10:21:00.002-07:002014-05-12T10:21:42.890-07:00Menikmati Kelezatan Ayam Goreng Kyochon<div class="fullpost">
Berkunjung ke Gandaria City Mal di kawasan Jakarta Selatan tidak cukup hanya untuk berbelanja saja. Atau hanya sekadar nongkrong, jalan-jalan cuci mata dan nonton. Namun, ada banyak hal yang bisa dinikmati. Salah satunya wisata kuliner.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Menyantap seafood atau fast food? Ah, itu mah sudah biasa. Di Gancit, begitu orang biasa menyebut, tepatnya di Mainstreet Level UG Unit MU29-30 kini hadir restoran khusus yang menyajikan aneka ayam goreng. Kyochon namanya. Restoran asal Korea yang berdiri sejak 1991 itu baru saja membuka outlet terbarunya di Gancit.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Ingrid Firmansyah, Chief Executive PT Kyochon Indonesia mengatakan konsep restoran Kyochon memang berbeda dibandingkan dengan restoran serupa yang kini menjamur di Indonesia. "Konsep kita bukan fast food," paparnya. "Ayam yang disajikan melalui proses dan tahapan berbeda. Jadi wajar saja jika pelayannya agak sedikit lama. Namun kualitas tetap terjamin."</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Menu Kyochon Original Series misalnya. Ayam goreng ini terutama Original Wings kaya akan aroma bawang putih spesial. Dagingnya empuk dilapisi dengan tepung yang renyah dan saus kedelai yang lezat. Anda bisa memilih paha, dada dan sayap dengan cita rasa yang ditawarkan Kyochon.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Kyochon pada tahun ini sudah memiliki tiga outlet antara lain di Pacific Place Level 4 Unit 57-69, Kota Kasablanka di Food Society UG unit FSU10B dan tentunya di Gandaria City yang ukurannya lebih luas hingga bisa menampung 100 pelanggan. Rencananya, hingga akhir tahun, Kyochon akan membuka 10 outlet.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Outlet Kyochon di Gandaria City terbilang mudah dijangkau. Lokasi bangunannya yang masih baru cocok bagi Anda untuk menyantap sekadar makan siang atau ngemil. Selain disajikan sebagai lauk, ayam Kyochon nikmat sebagai makanan camilan. "Tetapi tetap saja yang namanya orang Indonesia tidak pernah lepas dari nasi. Makanya pelanggan yang berkunjung biasanya kebanyakan makan sama nasi," papar Inggrid.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Kyochon juga menawarkan aneka macam nasi seperti Galbi Chicken Steak dengan nasi goreng Kimchi dan Grilled Skewers Rice. Tak lupa, menu pelengkap lain yang bisa dilahap yaitu Chicken Salad, Rice Cake Soup dan Kimchi Soup. Coba juga Anda cicipi ayam goreng Red Series. Jenis ayam ini disajikan khusus oleh Kyochon dengan rasa pedas dari cabe merah segar asal Korea.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Rada pedas yang menyerap di seluruh daging akan membuat lidah ketagihan. Cabe merah yang tertuang dalam Red Series ini pas dan bikin segar. Menu ini cocok bagi Anda penyuka makanan yang pedas-pedas. Namun, tentunya belum lengkap jika menu-menu yang disantap tidak segera dinetralisir oleh minuman yang disediakan macam wine, bir, hingga minuman bersoda.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Semua menu yang ditawarkan di Kyochon akan dimasak setelah pelanggan melakukan pemesanan. Inilah cirri khas yang dikembangkan Kyochon. Proses memasak dengan metode benar dan teruji menjadikan aneka menu ayam goreng tetap terawatt kelezatannya. Maka tidak heran, jika di Korea dan beberapa negara termasuk Indonesia, Kyochon menjadi salah satu tempat favorit kawula muda untuk menikmati kelezatan ayam goreng renyah tersebut.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lalu menu apa lagi yang ditawarkan restoran yang sempat menyabet The Best Chicken Wing oleh BBC New York ini? Ini dia, Honey Series yang tak akan Anda dapatkan di restoran selain Kyochon. Menu spesial khususnya Red Wings bisa dinikmati dengan saus madu yang manis. Untuk tampilan ayam jenis ini, Anda akan terbuai dengen kerenyahan krispinya. Selain lembut, tepung untuk ayam goreng Honey Series ini sangat lezat untuk dinikmati.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Terakhir, yang tidak boleh Anda lewatkan adalah Salsal Series. Menu Soy Salsal Salad adalah dada ayam yang dikemas mungil-mungil ini diproduksi khusus kaya akan protein. Sajian dan tampilannya tampak indah dengan dibubuhkannya jeruk nipis. Hehingga aroma asamnya akan terasa kuat menusuk hidung. Namun, kerenyahannya lagi-lagi sangat pas terutama ketika Anda mencoba pada gigitan pertama.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-33170397192410597182014-05-12T10:20:00.003-07:002014-05-12T10:20:50.986-07:00Lukisan Bertolak dari yang Ada<div class="fullpost">
Tidak ada yang bisa menghentikan kreatifitas seorang Putu Wijaya. Meskipun dihantam penyakit kelainan pembuluh darah pada akhir 2012 lalu, yang menyebabkan tangan kirinya tidak bisa bergerak, Putu masih menghasilkan karya-karya baik cerpen, esai hingga lukisan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada Kamis malam (3/4) di Bentara Budaya Jakarta, Putu bersama anak lelakinya, Taksu Wijaya membacakan cerpen favoritnya, Merdeka dengan penuh atraktif. Meskipun tampil sambil duduk di kursi, semangat Putu masih terpancar dan menggebu-gebu. Demikian aksi Putu ketika membuka pameran lukisannya Bertolak Dari yang Ada 3-12 April 2014.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Sejatinya, Putu dikenal sebagai sastrawan, dramawan dan aktor panggung yang memiliki karakter khas. Karya-karyanya disebut sebagai pembaru kesusastraan Indonesia. Si peneror mental itu diam-diam memiliki aktvitas yang kini dilakoninya secara intens: melukis.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Dunia lukis sebetulnya bukan hal baru bagi Putu. Dia sempat belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta selama setahun. Kini, kegiatan melukisnya tengah digarap kembali. Terbukti, 27 dari 40 lukisan yang diproduksinya tengah dipamerkan yang membuat sebagian kalangan cukup apresiatif dengan kehadiran karya lukisan Putu.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Salah satu lukisannya berjudul Jangan Sentuh Kami (100 x 100 cm, cat minyak di atas kanvas, 1974) hadir menghiasi pameran. Jika dibandingkan dengan karya-karya terbarunya, lukisan Putu ini akan tampak berbeda baik dari cara pemilihan warna, tema hingga isi lukisan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Mungkin karena sudah terlihat tua, warna pada lukisan ini tampak usang. Namun, dari sini bisa terlihat bagaimana karakter lukisan awal Putu. Karyanya memberikan identitas sendiri dibandingkan dengan lukisan yang dihasilkannya pada masa berkeseniannya kini—Putu seolah asik bermain dengan warna cerah dan glamor dalam beberapa goresan di atas kanvasnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Memasuki 1998, Putu tampaknya sudah mulai menemukan objek dan tema lukisan. Dia mulai menggoreskan kuasnya dengan memilih tema pohon. Di sinilah relevansi antara karya sastra dan lukisnya terlihat. Bertolak Dari yang Ada, sesuai tema yang diusung pameran bisa dipahami sebagai ‘ideologi’ Putu dalam berkarya. Pada lukisan Cinta Tak Kenal Henti (60 x 70 cm, cat minyak di atas kanvas, 1990) Putu melukis pohon terbalik. Akar pohon yang seharusnya di bawah, dia jadikan di atas sebagai potret kondisi kekisruhan pada masa itu.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada 2000, karakter lukisan bertema pohon yang dihasilkan Putu tampak jelas. Lukisan Walau Angin Bertiup Kencang (60 x 70 cm, cat minyak di atas kanvas, 2000), menandakan Putu sudah menemukan bentuk objek lukisannya tersebut. Jika pada 1998 lukisannya masih mencari celah dan warna, pada lukisan ini, Putu sudah berani bereksplorasi dengan warna.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Hingga pada periode penyakit menyerang tubuhnya, pada 2012 itu, lukisannya sudah benar-benar berkarakter: pohon, warna dan garis yang cenderung ekspresif. "Lukisan saya kebanyakan menggambarkan tentang pohon. Tetapi saya mencoba keluar dari estetika yang ada. Saya melukis pohon tidak dengan warna yang seharusnya. Saya melukis daun dengan warna biru atau warna lainnya yang tidak melulu hijau," paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Meskipun tampak mendobrak estetika yang ada, namun lukisan-lukisan yang dipamerkan Putu setidaknya sejalan dengan apa yang dianutnya. Lukisan Matahari dan Pohon Kehidupan (120 x 90 cm, akrilik di atas kanvas, 2012) serta Wajah Kota yang Terbelah (120 x 90 cm, akrilik di atas kanvas, 2014) misalnya sangat terlihat tidak mencerminkan pohon pada umumnya. Tetapi, di sinilah sebenar-benarnya dunia Putu Wijaya yang tak mau sama dengan yang lain.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Kekhasan Putu, sekali lagi tidak bisa dilepaskan dengan cara berkesenian melalui sastra yang meneror mental. Maka menjadi wajar jika kurator pameran Ipong Purnama Sidhi mengatakan bahwa lukisan Putu diibaratkan seolah-olah pria kelahiran Bali itu sedang menata panggung teater. Bedanya, Putu tidak memainkan gerak, cahaya dan kata, tetapi lebih agresif bermain dengan warna dan garis.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada tafsiran Ipong, hasil karya lukis Putu merupakan memori yang terekam dalam otaknya. Terlebih, kreatifitas Putu pada lukisan semakin produktif ketika sakit menimpanya. Di situlah, lanjut Ipong, tangan kanan Putu dimaksimalkan untuk melukis dengan semangat dan daya imajinasi yang kuat.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
"Apa yang dilukis Putu ketika berkesenian baik di teater atau pun dalam menulis karya sastra disimpan baik-baik di otaknya. Kemdian dia menjadikan objek gambar yang dipindahkan di atas kanvas," paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Namun, Ipong menegaskan bahwa pada lukisan tersebut, Putu tengah mencari kepuasan. Dia menilai Putu tidak sedang mencari pasar atau hal-hal yang lebih dari sekadar lukisan. Tetapi tidak menutup kemungkinan, pada pembukaan pameran yang dihadiri oleh para kolektor, seniman dan budayawan itu bakal menjadikan babak baru dalam kehidupan berkesenian Putu Wijaya. Pasar seni lukis sepertinya bakal hinggap kepada pendiri Teaeter Mandiri itu. Selamat ulang tahun Putu Wijaya.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-86441646907557435472014-05-12T10:19:00.003-07:002014-05-12T10:19:31.182-07:00Pancaroba<div class="fullpost">
Seorang perempuan berpakaian seksi tampak meningkirkan rok mini merahnya dengan wajah penuh sinis. Mengenakan sepatu hak tinggi berwarna hijau dan tank top putih, kehadiran sosok perempuan berambut panjang itu menjadi sebuah pertanyaan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pertanyaan apa gerangan yang ingin dihadirkan pelukis Irul Hidayat dalam lukisannya berjudul Pancaroba Kepemimpinan pada medium akrilik di atas kanvas, berukuran 150 x 400 cm, 2014? Tampaknya, lukisan yang dipamerkan di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki Jakarta bertajuk Pancaroba-Pancaroba pada 18-29 Maret itu mengandung makna yang dalam.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Coba simak, selain perempuan seksi, sosok wajah para presiden negara Indonesia itu digoreskan dengan indah dan penuh satir. Mulai dari samping kiri, Irul menampilkan Presiden Indonesia pertama Soekarno disusul Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gusdur), Megawati hingga presiden saat ini Susilo Bambang Yudhoyono.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Wajah mereka dibubuhkan warna sesuai karakter ideologi partai yang diusung mulai dari merah, kuning, hijau hingga biru langit. Tentu saja, Irul tampak merelevansikan kondisi tahun ini yang disebut tahun pemilu sebagai masa pancaroba sebuah kepemimpinan. Sesuai judul lukisan, Irul ingin menyampaikan pesan dalam lukisannya bahwa masa peralihan kepemimpinan saat ini menjadi sangat urgent untuk kepentingan semua warga negara.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Jika merujuk pada penanda pakaian yang dipakai perempuan seksi itu, maka secara tidak langsung akan berkaitan pada lambang negara Indonesia yakni merah putih. Artinya, pesan yang ingin disampaikan Irul pada lukisan tersebut sudah cukup jelas bahwa rakyat tengah was-was menyambut lahirnya pemimpin baru. Hal tersebut juga didukung oleh hadirnya penanda-penanda lain seperti lambaian tangan yang seolah mengharapkan sebuah pertolongan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada pameran yang diikuti oleh komunitas Garis Cakrawala ini, para seniman memposisikan diri dan memberikan pandangan bahwa seni dihadirkan untuk mengkritik sebuah kebijakan pemerintah. Komunitas tersebut lahir dan tumbuh di Kota Solo. Anggota Garis Cakrawala pada awalnya terdiri dari para mahasiswa Seni Murni ISI Surakarta. Saat ini, Komunitas Garis Cakrawala bergerak pada seni rupa moderen dan kontemporer.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Menyimak beberapa lukisan dari pelukis Hendra Purnama melalui lukisannya Ketika Negara Menghargai Rakyatnya, nuansa kerakyatan akan terasa kuat bagaimana lukisan bermedium minyak di atas kanvas, 135 x 135, 2011 itu cukup memberikan sebuah sindiran pedas.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lagi-lagi, simbol kenegaraan dalam hal ini lambang negara Garuda menjadi pusat dari objek lukisannya. Mari simak bagaimana Hendra menempatkan posisi burung Garuda yang lebih besar sebagai tafsiran atas sebuah kepemimpinan dibandingkan burung-burung kecil yang berterbangan. Burung-burung kecil dan beberapa sosok manusia tersebut menjadi isyarat adanya saling harga menghargai antara pemimpin dan rakyatnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pancaroba-Pancaroba, seperti tema dalam pameran ini juga menyoroti bagaimana sebuah budaya dipahami dan disikapi oleh sosok seorang pemimpin dalam sebuah negara. Pandangan tersebut sekiranya akan berdampak terhadap perkembangan sebuah budaya yang dijunjung.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Dalam catatan Hendra Himawan, kurator pameran mengatakan hilangnya nilai spiritualitas dalam kebudayaan pop digambarkan pada salah satu lukisan karya Indra Kamesyawara. Lukisan bertajuk Ungodless (akrilik di atas kanvas, 150 x 100 cm, 2014) berbicara tentang kesunyian, kesendirian yang tergambar pada sosok figur menyerupai manusia berkepala burung.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
“Simbol-simbol seperti babi, ekor ikan terpotong menjadi presentasi akan nilai-nilai kemanusiaan yang tersekat. Terbelah oleh keadaan dan wacana-wacana bohong yang abai esensi,” paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-81496846482850311642014-05-12T10:18:00.002-07:002014-05-12T10:18:48.725-07:00Wajah Cantik Shailene Woodley <div class="fullpost">
Wajah cantik, polos dan anggun Shailene Woodley tampaknya banyak yang tidak akan mengira bisa berakting sangar. Dalam film terbarunya Divergent, dirilis pada pertengahan Maret tahun ini, pemeran Beatrice Prior alias Tris itu berhasil mematahkan anggapan sebagian orang sebagai artis remaja yang hanya bermain dalam film drama.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Divergent yang diadaptasi dari novel berjudul yang sama karya Veronica Roth sukses difilmkan oleh sutradara Neil Burger. Keterlibatan Woodley dalam memerankan Tris menjadi hal yang menarik untuk disimak. Dengan segala kemampuan aktingnya, Tris melahirkan keterpukauan sebagian para penonton Divergent. Bahkan dia mampu berduet dengan kate Winslet yang berperan sebagai Jeanine Matthews sebagai tokoh jahat.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Film Divergent bertempat di Chicago. Sesuai alur cerita, di Chicago, orang yang sudah dewasa harus memilih ke dalam lima faksi yakni Candor (jujur), Erudite (genius), Amity (damai), Dauntless (pemberani) dan Abnegation (penolong tanpa pamrih). Tris sendiri dibesarkan dari keluarga faksi Abnegation. Sampai suatu waktu, pemerintah setempat mewajibkan bagi Tris untuk memilih faksi yang sesuai dengan hasil tes yang dilakukannya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Tris mulai tegang. Mengetahui hasil tes tersebut tidak termasuk dalam lima faksi, Tris bersikukuh untuk masuk kelompok pemberani yakni Dauntless. Namun, seorang perempuan yang menguji dirinya mewantikan agar hasil tes tersebut dirahasiakan. Hasil uji Tris dikelompokkan dalam Divergent atau orang yang memiliki kelainan. Jika tida masuk ke dalam lima faksi tersebut, Tris akan terbuang sebagai gelandangan. Keinginannya masuk dalam faksi Dauntless tidak bisa diganggu gugat. Padahal, jika faksi Dauntless mengetahui hasil tesnya masuk dalam Divergent, nyawa Tris bisa terancam.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Tris yang mulanya anggun dan berpenampilan laiknya perempuan, mulai berubah. Keberaniannya melawan rasa takut melekat kuat dalam dirinya. Sejak masuk Dauntless, dia banyak dipuji lantaran dicap sebagai perempuan yang tidak memiliki rasa takut. Tris berani loncat dari kereta api, loncat dari ketinggian hingga berkelahi melawan lelaki ketika masa pelatihan dan pengenalan di faksi Dauntless. Poin penilaian Tris pun semakin bagus dan disebut sebagai salah satu anggota Dauntless yang berprestasi.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Faksi Dauntless yang didominasi oleh kalangan lelaki menjadi perbincangan tersendiri oleh hadirnya Tris. Perempuan berusia yang dalam cerita berusaa 16 tahun ini merupakan satu dari beberapa perempuan yang berani masuk faksi Dauntless. Secara tidak langsung, jika disimak secara seksama, film Divergent setidaknya berbicara tentang feminisme. Film yang menceritakan bagaimana kaum perempuan menuntut hak yang sama seperti halnya lelaki. Tris tampak mendobrak budaya di mana dia dibesarkan sebelumnya. Dia merasa keberanian bukan hanya dimiliki kaum lelaki.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Di Dauntless, semua kemampuan anggota baik lelaki dan perempuan dianggap rata. Tidak ada perbedaan sama sekali. Di sinilah, Tris dan Christina, teman seangkatannya yang diperankan Zoe Kravitz 'dipaksa' untuk hidup bertahan sesuai peraturan faksi Dauntless. Mereka berlatih dan bertarung dengan penuh nuansa kekerasan. Tak hanya mental, fisik mereka pun dianggap sama tanpa terkecuali.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Film Divergent memang sebagian besar menyoroti peran Tris. Meskipun di tengah-tengah adegan, film berdurasi lebih dari satu setengah jam ini memasukan pemain lawan, Four alias Tobias Eaton yang diperankan Theo James. Four dalam kisah film ini berakhir menjadi kekasih Tris yang ternyata sama-sama pernah berprestasi lantaran masuk dalam golongan Divergent di faksi Dauntless.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Namun, secara tidak terduga, Natalie Prior yang diperankan Ashley Judd, sebagai ibunda Tris ternyata mantan anggota Dauntless. Natalie Prior menikah dengan Andrew Prior (Tony Goldwyn) ayah Tris dari faksi Abnegation, sehingga Natalie Prior harus ikut sang suami. Kenyataan ini baru diketahui ketika faksi Erudite dan Dauntless bersekongkol untuk menghabisi faksi Abnegation guna merebut sebuah kekuasaan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Dengan kemampuan yang sudah dimiliki, Tris kecewa dengan Dauntless yang ternyata memiliki rencana jahat. Dibantu Four, Tris menyelamatkan ribuan faksi Abnegation yang didalamnya termasuk keluarga tercinta yang harus diselamatkan. Namun, di sinilah Tris baru mengetahui bahwa sang ibunda ternyata memiliki kemampuan dan keberanian melebihi lelaki Abnegation. Natalie Prior ikut dan terjun sama-sama menumpas kecurangan faksi Dauntless. Meskipun, dia sendiri harus tertembak dan tewas di tangan Dauntless.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Film Divergent lagi-lagi ingin menonjolkan bahwa perempuan juga berhak untuk berani melawan kejahatan. Akting Tris, Natalie Prior dan Christina, tanpa mengesampingkan pemeran utama lainnya menjadi penanda bahwa kebebasan perempuan terutama di Chicago layak untuk diapresiasi dan didukung semua pihak. Di luar itu, film ini memang layak untuk ditonton. Pembagian kelima faksi tersebut juga menjadi keunikan tersendiri bagaimana suatu negara begitu peduli terhadap perkembangan kemampuan pada diri seseorang.</div>
<div>
<br /></div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-55909388261546115992014-05-12T10:16:00.003-07:002014-05-12T10:16:50.641-07:00Sudita Nashar<div class="fullpost">
Jika ada seorang tukang ojek yang pandai melukis, jawabannya pasti dialamatkan kepada Sudita Nashar. Dengan bangga dan percaya diri Sudita Nashar yang juga putra dari salah seorang pelukis besar, Nashar menamakan dirinya sebagai Ojek Berkarya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pria berusia 52 tahun ini menggelar pameran tunggalnya di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 20-28 Maret 2014. Tema yang diangkat pada pameran Sudita Nashar adalah gitar. Sebanyak 25 lukisan yang dipamerkan mengambil unsur gitar yang ditafsirkan secara bebas yang tampak menarik untuk dinikmati.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Di tangan Sudita Nashar, gitar bukan lagi berfungsi sekadar alat yang mampu menghasilkan bunyi atau suara. Dia memposisikan gitar sebagai objek lukisannya menjadi metafora realitas dan fenomena yang terjadi. Pada lukisan Dialog Menuju Kemunafikan (cat minyak di atas kanvas, 125 x 145 cm, 2013), Sudita menggoreskan tiga buah gitar tanpa senar dan kepala gitar.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Gitar itu disusunya dalam segitiga berbentuk piramida berwarna putih yang menjadi latar belakang lukisan. Sementara, senar-senar tersebut yang berbentuk garis merah dia simpan seolah terpisah dari gitar yang seharusnya terpasang pada tiga gitar tersebut. Jika dicermati, pada lukisan ini dia ingin mencoba bermain dalam warna.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Bisa dilihat, warna kuning, merah, hijau, biru dan putih tampak menghiasi lukisan tersebut. Artinya, pada lukisan Dialog Menuju Kemunafikan, Sudita Nashar ingin mengaitkan wacana politik yang kerap kali tak seirama dengan apa yang dilakukan oleh para politisi. Penggunaan objek gitar pada lukisan ini setidaknya, membawa Sudita untuk menyampaikan sindirannya terhadap hiruk pikuk perpolitikan yang terjadi di Indonesia.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Simbol yang digunakan pada warna-warna lukisan tersebut mengacu pada karakter dan warna partai politik yang tengah bertarung di pemilihan umum. Dengan demikian, kiranya Sudita Nashar telah mafhum bahwa kemunafikan yang mengacu pada lukisan tersebut tercipta berdasarkan gagasan atau ingatannya terhadap janji-janji para politisi.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada lukisan lainnya, Sudita Nashar juga mencoba mengembalikan makna gitar. Atau setidaknya, alat musik yang menggunakan senar ini memiliki fungsi utama yakni menghasilkan sebuah harmoni yang indah untuk didengar. Namun, lagi-lagi, Sudita masih menggunakan metafora gitar untuk membentuk imaji visual lainnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lukisan berjudul Penyatuan Harmoni (cat minyak di atas kanvas, 140 x 140 cm, 2013) misalnya, Sudita menggambarkan lima batang gitar tanpa tubuh. Kelima gitar tersebut berdiri tegak yang seolah menghadap sebuah surau atau tempat ibadah. Batang-batang gitar tersebut juga memiliki warna beragam.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Di sinilah, Sudita ingin menyampaikan pesan bahwa refresentasi gitar ditujukan kepada aktivitas masyrakat Indonesia. Lukisan tersebut menunjukan sebagaimana orang melakukan sembahyang. Pada lukisan ini juga, Sudita mencoba mengaitkan relasi kelompok masyarakat satu agama yang memiliki fanatisme yang berbeda. Kelompok masyarakat tersebut tampak harmonis satu sama lain ketika berada dalam satu tempat ibadah.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Artinya, beberapa penanda seperti gitar, senar dan sebuah surau menjadi penting sebagai bentuk relasi estetika yang dihadirkan Sudita Nashar. Sang pelukis tentu saja sadar, fenomena sosial yang terjadi di masyarakat kerap diributkan oleh ormas Islam dan percekcokan satu sama lain. Namun, pada lukisan Penyatuan Harmoni ini, Sudita seolah mengajak semuanya untuk saling rukun dan damai.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Menyimak sejumlah karya yang dipamerkan, Sudita Nashar tampaknya merupakan salah satu pelukis yang akrab merenungkan kehidupan. Dia bisa saja menggoreskan kanvasnya dan berbicara tentang apa yang tengah terjadi di sekitarnya. Bukan urusan dunia saja, dalam beberapa karyanya, Sudita mengisahkan tentang pengalaman batiniahnya selaku manusia yang percaya terhadap ajal dan kematian.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lukisan bertema kemurungan tersebut bisa dilihat pada Perempatan Maut (cat minyak di atas kanvas, 145 x 145, cm), Matahari Tenggelam (cat minyak di atas kanvas, 140 x 140 cm, 2011) dan Menuju Angan-Angan (cat minyak di atas kanvas, 145 x 145, cm). Pada lukisan tersebut, Nashar dengan apik membentuk perumpamaan gitarnya masing-masing sebagai jalan yang berliku, jalan lurus menuju cahaya dan jalan menuju ke atas—kepada Sang Pencipta.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Maka tidak heran, dari kesemua lukisan yang menggunakan objek bertema gitar, Sudita menjadikan gitar sebagai barang seni yang tidak hanya menghasilkan bunyi. Akan tetapi, gitar menurut pandangan Sudita adalah ruang yang mewujud, estetis dan sebagai karya yang indah bagi penikmat seni seperti halnya suara gitar.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
*Bisnis Indonesia Weekend</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-1377270463447229652014-05-12T10:15:00.003-07:002014-05-12T10:15:58.279-07:00Pameran Jakarta Contemporary Art Space<div class="fullpost">
Lantai 2 Kantor Pos Indonesia di kawasan Kota Tua Jakarta itu dipenuhi beragam karya seni rupa. Ratusan wajan belah, pecah dan bolong disulap menjadi sebuah karya seni. Salah satunya instalasi berjudul Answering My Own Wave karya Teguh Ostentrik. Instalasi seni tersebut tak lagi berwujud wajan sebagaimana fungsi aslinya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Teguh menyulap wajan-wajan itu menjadi sebuah suguhan yang menyerupai gelombang ombak laut. Wajan, sebagaimana diketahui adalah produk sosial masyarakat yang digunakan untuk memasak. Kehadiran wajan yang awalnya berasal dari Cina itu telah menyebar ke penjuru dunia, termasuk Indonesia.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Gagasan Teguh dalam melahirkan instalasi dari wajan ini dihadirkan sebagai penghormatan atas peralatan masak yang kerap diremehkan. Wajan jarang dimunculkan atau dibicarakan kecuali hanya di dunia masak, dapur dan kuliner. Dengan gagasan tersebut, Teguh ingin memunculkan paradigma baru dalam berkesenian. Artinya, medium yang diciptakan tak melulu dihasilkan dari barang atau komoditas yang banyak digunakan seniman lain.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Karya instalasi ini juga sekaligus dijadikan sebagai pengingat bahwa metafora yang dihadirkan adalah untuk menghargai hal-hal kecil yang sebenarnya berharga. Dengan demikian, sejauh mungkin wajan dalam instalasi ini mencoba menjauh dari pemaknaan sebagai alat masak. Namun, pengunjung dibebaskan untuk menafsir seleluasa mungkin.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Selain karya Teguh Ostentrik, dalam pameran pembukaan Jakarta Contemporary Art Space (JCAS) ini juga menghadirkan para seniman kontemporer lain. Dengan total 46 seniman, karya-karya yang dihadirkan baik melalui lukisan dan instalasi memiliki benang merah yaitu semangat Fatahillah, Kota Tua Jakarta. Pameran berlangsung dari 13 Maret hingga 13 September 2014.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Berbeda dengan Teguh, instalasi Made Wianta, seniman asal Bali memamerkan karyanya berjudul Air Pollution. Sebuah karya dari tumpukan beragam knalpot motor yang dilas menyerupai gunung sebagai wujud kritikan pedas terhadap kondisi lingkungan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Baik Teguh maupun Made, dalam pameran ini mengedepankan medium yang jarang digagas seniman lain. Merujuk pada karya seni kontemporer, medium yang dihadirkan para seniman memberikan pemaknaan jauh dari fungsi utama atas medium itu sendiri. Artinya, batas-batas makna pada medium tersebut bukan lagi bicara ihwal tafsir yang utuh, tetapi kehadiran makna lainlah yang dengan sendirinya berbicara tafsiran baru.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Seni rupa kontemporer, sebagaimana yang dilakukan seniman Tisna Sanjaya pada kesempatan yang sama berhasil mengkombinasikan dua gagasan seni lukis dan seni tradisional Reak yang menarik. Tidak kurang dari satu jam, Tisna menghasilkan lukisannya berjudul Hudang (Bangun) yang merujuk pada eksistensi seni tradisional itu sendiri.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada proses melukisnya, Tisna jauh berbeda dibandingkan dengan peserta seniman lain. Tisna melukis on the spot pada empat kanvas yang masing-masing berbicara soal seni tradisi. Gagasan yang ada dibenaknya ketika melukis diiringi irama kesenian tradisional Reak mewujud dalam empat kanvas tersebut. “Lukisan ini berbicara tentang semangat untuk membangkitkan kembali seni tradisional yang selama ini seolah tidur dan jarang diminati masyarakat moderen,” paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lain Tisna, lain juga dengan seniman Angki Purbandono. Seniman yang mengaku pendatang baru ini menghadirkan karyanya berjudul Taxi Lover. Angki menyusun 52 potret aneka macam taksi berukuran 27 x 52 cm dan 4 potret taksi berukuran 57 x 107 cm. Konsep berkesenian Angki cukup unik. Dia menyusun potret-potret tersebut dalam light box sehingga potret yang dihasilkan tampak menarik untuk disimak.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Gagasan dan tema karya Angki tampak fokus memilih suasana, interior dan sisi unik taksi yang mengaspal di Jakarta. Dia memposisikan sebagai penumpang yang kemudian memotret kondisi Jakarta di dalam taksi. Di tangan Angki, ide tersebut justru menjadi seni yang unik dan patut diapresiasi. Dengan penyusunan potret-potret tersebut secara rapi. Warna-warni Jakarta dari sudut taksi terlihat menarik.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Sementara, seniman Mella Jaarsma mencoba menampilkan karya berjudul Surat Terakhir. Medium yang dihadirkan Mella antara lain pakaian, kayu, kaca, gelas untuk menyerupai sosok manusia. Cermin kaca yang dijadikan kepala manusia itu, dalam pandangan Mella justru menjadi titik menarik dalam karyanya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Karya yang disuguhkan Mella mencoba mengaitkan dengan Kantor Pos, di mana dia sedang melaksanakan pameran. Surat Terakhir hadir dengan mengacu pada gagasan gedung bersejarah itu yang tengah memasuki tahap baru. Dengan tujuan, menemukan cara lain untuk mengirim pesan melalui seni.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Sebagaimana diketahui, kawasan Kota Tua termasuk Kantor Pos merupakan bangunan hasil masa Belanda. Dengan karya yang diciptakan, empat pakaian bercorak putih yang digantungkan itu kerap digunakan oleh para elit kaum Belanda. “Saya terinspirasi oleh lokasi ini. Kantor Pos ini menjadi pusat komunikasi untuk waktu yang sangat lama, saat surat memegang peran dalam komunikasi antara Indonesia dan Belanda,” paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pelukis Agus Suwage menampilkan lukisan berjudul Belajar Pada Alam (oil on canvas, 150 x 200 cm, 2013). Lukisan itu berbicara sebuah pemandangan laut yang dikombinasikan dengan metafora buku di tengahnya. Beberapa kata Rawatlah dan Jagalah dalam lukisan tersebut merupakan ajakan dari Agus untuk memelihara alam sebagai nafas bagi manusia.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
*Bisnis Indonesia Weekend</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-58392327448271274972014-05-12T10:14:00.003-07:002014-05-12T10:14:51.302-07:00Demonstran<div class="fullpost">
Teater Koma mementaskan lakon Demonstran karya sutradara Nano Riantiarno di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 1-15 Maret 2014. Lakon Demonstran berkisah ihwal pencarian identitas mantan aktivis bernama Topan yang kelak sudah mapan atas hasil jerih payahnya turun ke jalan selama 20 tahun.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Tokoh Topan diperankan Budi Ros. Semenara Bunga, istrinya dimainkan oleh Cornelia Agatha. Keduanya menikah dan berumah tangga. Bunga sangat setia terhadap Topan selama berjuang menjadi demonstran. Kondisi ekonomi Topan dan Bunga sudah mapan setelah menjadi saudagar sukses dan terkenal. Topan tidak mau lagi demonstrasi karena menganggap sudah tak ada lagi yang dia cari.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Beberapa kawan anak buah seperjuangannya, Niken, Wiluta dan Jiran masih bersemangat berdemonstrasi. Beberapa kali mereka membujuk Topan untuk turun ke jalan. Namun, Topan menolak bahkan menyuruh mereka mencari sosok demosntran baru. Padahal, sosok Topan setiap tahunnya diperingati sebagai seorang pahlawan. Sampai-sampai, seorang Pejabat-T membuatkannya Patung Topan sebagai penghormatan. Topan dianggap berjasa telah menumbangkan rezim otoriter 20 tahun silam.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Kondisi berubah. Bunga, sang istri Topan yang dekat dengan Pejabat-T menjadi titik balik seorang Topan untuk kembali turun ke jalan. Dia merasa hasil yang telah diraupnya itu tidak berarti apa-apa. Niat busuk Pejabat-T yang ingin menjadi presiden menjadikan Topan sebagai tumbal. Di tangan ajudan Pejabat-T bernama Bujok, Topan tewas terkena timah panas di kepalanya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lakon Demonstrans ditulis Nano Riantiarno pada 1989. Awalnya lakon ini berjudul Topan, Sang Demonstran. Namun nano mengubahnya menjadi Demonstran saja. Lakon Demonstran mengandung satir, kritik dan sindiran yang pedas. Kisahnya sangat relevan dengan kondisi dan fenomena yang terjadi di Indonesia.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Bukan Teater Koma nananya jika setia lakon yang dipentaskan tidak keras mengkritik. Bahkan hal yang tak terpikirkan misalnya, ketika Topan diwawancarai para jurnalis yang mendorongnya maju sebagai calon pemimpin. Usai Topan diwawancara, para jurnalis tersebut dibagi hadiah dan amplop berisi uang. Cerminan tersebut cukup menyentil fenoman media di Indonesia.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Namun itu tak seberapa, dalam Demonstran, beberapa adegan malah lebih banyak lagi menyindir situasi politik dan ekonomi Indonesia. Kecurangan, korupsi, kolusi dan nepotisme nampak hadir menghiasi sepanjang pementasan lakon. Konon, upaya sindirian dan kritikan pedas sudah menjadi ciri khas Teater Koma.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lakon yang diproduksi ke-132 ini berdurasi sekitar 180 menit. Tata panggung yang cukup wah memberikan kesan tersendiri terhadap penonton. Improvisasi tim artistik cukup berhasil menata tata letak yang dibutuhkan. Sehingga, pertunjukan berjalan tanpa gangguan pandangan penonton.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lakon Demonstran juga mampu mengatur waktu dan jeda beberapa adegan. Pemilihan adegan serius dan humor sebagai pemanis lakon berhasil membuat sebagian penonton betah untuk menuntaskan lakon hingga usai. Sayangnya, dalam Demonstran, Teater Koma sepertinya masih belum percaya diri menampilkan tokoh utama yang diperankan oleh generasi muda.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Dalam Demonstran, bisa dilihat para aktor muda sebagian besar diposisikan sebagai pemeran pembantu. Sementara beberapa aktor senior dipercaya menjadi pemeran uatama. Tentu saja, sebagai teater yang fenomenal dan masih kuat bertahan, Teater Koma punya asalan sendiri memilih siapa aktor utama. Namun, sebagian penonton tentu saja ingin menyaksikan bagaimana sepak terjang para aktor pendatang baru. Bukan hanya menyajikan para aktor senior yang sudah diakui keaktorannya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-57520416271621007622014-05-12T10:13:00.003-07:002014-05-12T10:13:54.190-07:00 Mengakrabi Garis dan Warna Lukisan Sahat Simatupang<div class="fullpost">
Dua anak kecil itu berkunjung ke Graha Cipta II, Taman Ismail Marzuki Jakarta pekan lalu. Mereka datang bersama orangtuanya. Dengan wajah kebingungan, salah satu dari sang anak itu menatap lukisan karya Sahat Simatupang berjudul Wajahnya (cat minyak di atas kanvas, 80x100 cm, 2012). “Yang ini judulnya Wajahnya,” kata sang anak sambil menunjuk lukisan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Jika dilihat sekilas, lukisan Wajahnya tampak seperti corat-coret semrawut. Warna merah, hijau, kuning, biru, hitam tampak tergores kuat. Namun, Sahat tentunya bukan semata-mata menggoreskan garis dan pada lukisannya. Jika dicermati lebih detail, corat-coret itu membentuk sebuah wajah. Mata, hidung dan bibir terlihat tertutup seolah telah terdistorsi garis dan bentuk-bentuk lain yang menyatu.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Sahat, dalam Pameran Tunggal Lukisan Sahat Simatupang yang berlangsung pada 4-14 Maret 2014 itu memang dikenal sebagai generasi pelukis abstrak. Kerapkali, Sahat melukis dengan bentuk yang 'tak jelas' tetapi tetap memiliki makna terkandung. Pada lukisan berjudul Irama (cat minyak di atas kanvas, 70x90, 2012). Sahat melukis dengan menghadirkan sosok manusia yang tengah saling berjabat tangan dalam sebuah putaran.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada lukisan ini Sahat membuat garis menyerupai bentuk tubuh manusia. Tubuh-tubuh itu bersatu sama lain dengan jumlah delapan tubuh manusia. Garis-garis subjek manusia pada goresannya memang tidak terlalu tebal. Ketebalan garis justru digoreskan sebagai unsur latar belakang lukisan ini. Artinya, Sahat menonjolkan latar belakang warna merah dan kuning untuk memunculkan garis manusia tadi yang hanya berwarna putih dan hitam.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada lukisan Merokok (cat minyak di atas Kanvas, 35x35 cm, 2002). Sahat cukup apik menggoreskan garisnya pada wajah seorang perempuan yang tengah menghisap rokok. Lukisan ini hanya membubuhkan warna hijau tua dan krem. Tetapi komposisinya cukup pas sehingga memberi kesan garis wajah perempuan tersebut seolah menampilkan wajah seseorang yang sempurna.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Pada lukisan Bermain Dengan Malam 2 (cat minyak di atas kanvas, 75x150 cm, 2014). Sahat lebih ekstrem membubuhkan lukisan abstraknya. Berbekal dari karya-karya sebelumnya, Sahat sepertinya telah menemukan pengalaman batin baru dalam memainkan warna. Lukisan ini bisa menjadi salah satu buktinya. Dia menggabungkan komposisi warna kuning, putih, merah, cokelat dan hitam.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Eksperimen warna juga bisa dilihat pada lukisan Bermain Dengan Malam 1 (cat minyak di atas kanvas, 75x150 cm, 2014). Dominasi warna hijau tua dan muda tampak lebih kuat. Sehingga pada lukisan ini Sahat seolah ingin tampil atau muncul dengan warna yang segar, tidak cenderung kelam dan gotik seperti pada karya-karya sebelumnya. Kedua lukisan Bermain Dengan Malam sendiri bercerita tentang kehidupan malam yang penuh dengan warna-warni, baik sebagai simbol, metafora atau fenomena yang nyata terjadi di dunia.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Kecintaannya terhadap garis juga diperlihatkan pada lukisan berjudul Wanita Garis Putih (cat minyak di atas kanvas, 60x80 cm, 2003). Lukisan berusia lebih dari 10 tahun ini dipenuhi oleh warna merah, kuning dan kombinasi warna biru dan hijau. Sementara, garis yang membentuk seorang perempuan tengah duduk menyamping hanya menggoreskan warna putih saja.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Inilah dalam pandangan Prisade, seorang karib Sahat Simatupang melalui catatan kuratorialnya menyebutkan keakraban Sahat tidak bisa dipisahkan dengan garis. “Garis yang dihidupkan secara terus menerus [pada karya-karya Sahat Simatupang] bisa juga dikatakan bahwa garis itu tidak lain adalah dari garis hidup dirinya sendiri,” katanya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Dari beberapa lukisan yang dipamerkan, tampak sekali evolusi garis yang digoreskan Sahat. Jika pada era 2000-an Sahat lebih memilih menggoreskan garis tipis, maka setelah pada 2010-2014, garis-garis pada lukisan Sahat yang cenderung abstrak itu lebih tebal dengan pemilihan warna yang kaya pula.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Prisade menambahkan, kendati lukisan Sahat beraliran abstrak dengan garis-garis yang membentuk banyak tema itu, Sahat masih memposisikan diri sebagai pelukis yang konsisten dengan prinsipnya. “Jadi, ketika melukis, Sahat tidak melukis dengan suatu pikiran yang kosong dan perasaan yang buta,” paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
*Bisnis Indonesia Weekend</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7856343755531462148.post-86175102685117153822014-05-12T10:12:00.003-07:002014-05-12T10:12:55.820-07:00Masakan Cina<div class="fullpost">
Berkunjung ke Lotte Shopping Avenue, Ciputra World I, Jakarta, rasanya tak afdol jika tidak mampir ke restoran Modern Asian Diner (MAD) yang berada di lantai 4. Restoran ini tidak hanya menyajikan beragam menu makanan. Namun, pengunjung akan dimanjakan dengan arsitektur yang unik dan elegan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Tak percaya? Cobalah lihat sekeliling restoran. Mata Anda akan langsung dibuat kagum dengan konsep desain bangunan MAD ini. Pemilihan warna cat, dekorasi hingga ornamen yang tertera di MAD akan membuat betah dan nyaman. Anda tak perlu repot menunggu hidangan yang dipesan. Tinggal duduk dan menikmati pemandangan kota di balik jendela, pelayan akan mengantarkan menu pesanan tak sampai 20 menit.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Menu yang ditawarkan sebagai hidangan pembuka tentu sangat menggugah selera. Truffle Dumpling, Cream Crab Croquet dan Spicy Salmon Spring Roll adalah appetizer yang patut dicoba. Dihidangkan dengan alas yang unik, Anda akan buru-buru melahap terlebih dahulu Truffle Dumpling yang kenyal dan kaya akan rasa. Isinya, tentu saja aneka sayuran sebagai pemancing selera makan.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Lalu iciplah Cream Crab Croquet. Meski berukuran mini, makanan yang lebih dikenal dengan keroket ini mempunyai tekstur yang enak dipandang mata. Rasanya pun sangat lezat dan empuk. Tepung dan saus dalam hidangan ini terasa pas untuk lidah orang Indonesia, meskipun MAD sendiri dikenal sebagai Chinese food.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Untuk menu Spicy Salmon Spring Roll, Anda akan mencium sedikit wangi yang khas. Menu ini juga berisi sayuran dari bahan berkualitas. Salmon yang dihancurkan hingga rata ini bahkan tidak tercium bau amis. Teksturnya sederhana dengan tambahan mentimun yang dipotong bulat dan tampak segar.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Nah, setelah melahap semua menu pembuka, minuman Strawberry Shortcake yang juga disediakan MAD akan segera menetralisir makanan yang dilahap tadi. Dalam gelas bulat yang cantik, bentuk minuman ini tampak kemerahan. Aroma strawberry tercium. Rasa asam yang segar membuat lidah ingin terus menyeruput hingga habis.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Keunggulan di restoran MAD ini membuat pengunjung merasakan kehebatan kuliner berkelas. Sentuhan kulinari timur yang sarat akan eksotisme rasa serta kombinasi kuliner barat tampak terasa. Namun, bedanya di restoran MAD ini, Anda akan disuguhkan dengan suasana modern dan santai.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Menu yang disajikan tentunya merupakan menu pilihan. Wagyu Beef Claypot Rice adalah salah satunya. Menu ini akan membuat Anda ketagihan dengan berisi truffle oil dan telur onsen yang memikat pandangan mata. Cara penyajian menu utama ini terlihat cantik. Potongan-potongan beef ditempatkan tepat diatas nasi. Sementara telur olsen ditumpuk di tengah.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Daging pada menu ini sangat empuk dan Anda tidak akan sama sekali menemukan daging yang liat. Rasa dagingnya gurih dan lezat. Lalu, cobalah rasakan aroma dari nasinya yang lembut dengan lumuran truffle oil yang membuat bentuk nasi ini tampak menggugah. Dan yang terpenting, sausnya terasa pas sehingga, rasa beef dan nasinya tidak hilang.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Maka, kiranya ungkapan Johan Handojo, salah satu pemilik MAD benar. Dia mengatakan, restoran MAD berdiri bukan hanya sebagai tempat untuk makan dan mengenyangkan perut semata. MAD yang dibangun oleh Tung Lok Restaurant Ltd, grup restoran di Singapura ini bahkan bisa disebut sebagai destinasi gaya hidup kaum urban Jakarta.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Restoran MAD sendiri memiliki kapasitas 200 kursi dengan tampilan open concept kitchen and bar. Restoran MAD juga mengklaim sebagai restoran yang memiliki robotic kitchen di Indonesia. “Tentunya kehadiran MAD diharapkan mampu bersinergi dengan kebutuhan kuliner dan gaya hidup masyarakat saat ini,” paparnya.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
Johan menambahkan, selain MAD, Tung Lok Restaurant juga sekaligus meresmikan My Humble House yang juga berlokasi di Lotte Shopping Avenue lantai 5, Ciputra World Jakarta. Restoran ini memiliki luas 700 meter dengan kapasitas 200 kursi. Interior My Humble House dirancang sangat artistik berbahan kayu dan bebatuan. Restoran ini dibuka untuk weekdays pada pukul 11.00-23.30. Sementara untuk weekends dan public holiday buka pada 10.00-23.00.</div>
<div class="fullpost">
<br /></div>
<div class="fullpost">
*Bisnis Indonesia Weekend</div>
<div class="fullpost">
</div>
<div class="blogger-post-footer"><p style="align: center"><a href="http://www.amazingcounter.com"><img border="0" src="http://cb.amazingcounters.com/counter.php?i=2614785&c=7844668" alt="Hit Counter"/></a><br/><a href="http://www.officedeals.info/vista-print.htm">custom card logo</a></p></div>mikoalonsohttp://www.blogger.com/profile/13790036784416269730noreply@blogger.com0