Rabu, 23 Oktober 2013

... Dan Inilah Jakarta

Para perupa memandang Jakarta sebagai kota ‘seksi’ untuk dijadikan objek karya seni. Ini terbukti pada pameran bertajuk Ada Apa Jakarta? di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 21-29 Agustus 2013. Sejumlah perupa yang tergabung dalam Komunitas Artventure berhasil menafsirkan Jakarta ke dalam karyanya masing-masing.

Lukisan karya Afriani berjudul Melawan Tren (165 x 160 cm - 2012) memberikan kesan perlawanan terhadap serangan budaya modernitas yang tengah menggerogoti generasi masa kini. Lukisannya yang dituangkan melalui minyak di atas kanvas, menyempilkan pesan betapa pentingnya menjaga tradisi Ondel-ondel dari ancaman budaya barat.

Goresan kuas pada Melawan Tren menggambarkan para bocah tampak asyik bermain. Mereka berlarian seolah dikejar ondel-ondel. Tanpa alas kaki, raut muka polos dan penuh tawa, para bocah itu menikmati indahnya budaya tradisional Jakarta, Ondel-ondel.

Sepintas, lukisan tersebut tidak memiliki makna apa-apa atau hanya memotret fenomena belaka. Namun jika ditelaah lebih dalam, terdapat beberapa simbol tertentu yang ingin disampaikan Afriani. Ondel-ondel, tawa, dan pakaian para bocah adalah penanda kondisi Jakarta yang sesungguhnya.

Afriani sendiri mengaku dalam setiap pengkaryaannya, kerap melakukan riset ke lapangan. Dia masuk ke dalam kondisi keseharian Jakarta untuk menemukan ruang dan waktu penciptaan karya. "Kalau diperhatikan ekspresi Ondel-ondelnya saja, kita seolah-olah akan menangkap pesan yang mengingatkan kepada generasi muda untuk tetap mencintai budaya."

Yang ingin ditegaskan dalam lukisan ini adalah tradisi Ondel-ondel keliling. Mereka, para pelaku seni tradisi tersebut masih mempertahankan kesenian agar terus dihadirkan dalam kondisi kekinian Jakarta. Setidaknya, dalam penafsiran Afriani, hadirnya pengaruh budaya barat dengan mengguritanya permainan (game) anak-anak serba digital saat ini, masih bisa diimbangi dengan kesenian khas Jakarta.

Dalam penciptaan karya seni, tema berbau Jakarta memang tidak pernah habis dikupas dan ditelanjangi para seniman. Bermacam sudut pandang yang diambil pelaku seni berhasil diangkat dalam pameran Artventure ini.

Karya pelukis Z. Arifin berjudul Ironi (70 x 50 cm, oil on kanvas, 2013) bercerita tentang permasalahan banjir Jakarta. Ada beberapa penanda mewakili judul yang ingin disampaikan Arifin antara lain, Monumen Nasional (Monas), gedung-gedung menjulang, banjir, mobil dan burung.

Sebagian orang tentu tahu betul bahwa Jakarta adalah denyut jantungnya Indonesia. Simbol Monas dan gedung-gedung menjulang adalah sebuah kemewahan negeri ini. Namun, pada kenyataannya peradaban modern di negeri ini justru tidak singkron dengan permasalahan klasik yang terus berulang hampir setiap waktu, yakni banjir.

Di sinilah, Jakarta dan banjir, dalam pandangan Zaini tak bisa dipisahkan. Dengan sangat menukik, seniman ini menghadirkan simbol seekor burung dan kumbang yang tengah menyelamatkan diri dari genangan banjir di atas sebuah penunjuk jalan. Sementara, mobil-mobil mewah tenggelam dalam kubangan air banjir.

Karya lain, yang juga membedah sisi lain Jakarta adalah karya Rizal MS berjudul Jakarta Oh Jakarta (100 x 150 cm, oil on kanvas, 2012). Lagi-lagi, pelukis menghadirkan ikon Monas dan gedung-gedung tinggi di Jakarta.

Namun, yang menarik dalam karya Rizal adalah ironisme antara rumah-rumah kumuh yang disejajarkan dengan gedung-gedung menjulang tersebut. Goresan kuas Rizal sengaja lebih menonjolkan kawasan kumuh di Jakarta sebagai kritik terhadap fenomena yang terjadi selama ini.

Lukisan dengan tema serupa juga bisa dilihat dari karya T. Budhi berjudul Sisi Jakarta (145 x 150 cm, oil on canvas, 2013). Budhi mengangkat potret keseharian warga Jakarta yang hidup di dekat kali. Aktifitas keseharian warga seperti mencuci, kakus dan lainnya persis dituangkan secara implisit. Budhi ingin menghadirkan fenomena jamak yang dilakukan warga Jakarta.

Berbeda denga perupa lain, Yudi Hermunanto memamerkan karyanya  berjudul Blusuk’s Man (95 x 99 cm). Secara apik, Yudi menampilkan sosok Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi pada synthetic paint di atas kaca.

Pada karya Blusuk’s Man ini, Yudi tidak terlalu banyak menuangkan goresan. Dia hanya menampilkan dua bayang Jokowi dari tubuh asli saat mantan Wali Kota Solo itu tengah berjalan dengan senyum khasnya. Blusuk sendiri adalah sebuah kata yang dipredikatkan kepada Jokowi yang selalu mengunjungi langsung warga Jakarta.

Tentu saja, dari puluhan lukisan yang dipamerkan, masing-masing karya memiliki pesan dan simbol tersendiri. Meskipun, seniman yang tergabung dalam Artventure ini tidak melulu mencipta karya sesuai tema yang diusung. Pada prinsipnya, komunitas Artventure membebaskan seniman untuk mengeksplorasi karya yang dibuatnya.

Sebagai contoh, lukisan karya Khoiri, berjudul Keagungan yang Mengiringi (140 x 140 cm acrylic di atas kanvas 2013). Dia bercerita tentang falsafah hidup dengan menghadirkan simbol pada setiap goresan abstrak lukisannya. Dalam karyanya, Khoiri menampilkan ruang-ruang kompleksitas hidup yang mengunci jiwa dan hati manusia. Tiga arsiran bulat dalam goresan kuasnya adalah simbol pengunci diri bagi kehidupan seseorang yang harus tetap berpegang teguh terhadap sang pemiliki alam, Tuhan.

Adapun karya Sohieb, berjudul Symphony (120 x 145 cm, oil on kanvas 2013), menggambarkan keakraban seorang bocah yang tengah meniup seruling dan seekor kucing di hadapannya. Keduanya menandakan bahwa manusia dan binatang harus tetap saling mencintai satu sama lain.


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda