Senin, 12 Mei 2014

Ketika Lukisan Berinteraksi dengan Pengunjung

Dua gadis belia tampak sumringah kala duduk di atas sebuah lukisan berukuran besar. Keduanya seperti terkejut ketika tiba-tiba bangunan yang mereka tempati roboh. Meja di sekitar mereka tercecer seolah ditimpa sisa bangunan.

Wajah mereka ekspresif seperti sedang merasakan sebuah gempa yang nyata. Padahal, apa yang mereka duduki dan injak hanyalah hamparan lukisan tiga dimensi karya seniman asal Amerika, Kurt Wenner yang biasa disebut anamorphic atau 3D street panting. Seni tersebut dikembangkan Wenner sejak 1984.

Kurt Wenner dicap sebagai penggerak kembali street panting pada awal 1980. Seni yang juga disebut pavement art tersebut ternyata sudah lama lahir di kawasan Eropa tepatnya di Italia. Wenner pertama kali melukis gaya tersebut di sebuah jalan di Roma, Italia. Dia menjadi pemenang dalam sebuah ajang yang menjadikannya menyabet gelar master street painter.

Karya tiga dimensi ciptaan Wenner menjadi bahan pembicaraan dunia seni rupa. Itulah salah satu alasan dia diundang untuk menunjukan karyanya di Indonesia. Bertempat di Ciputra Artpreneur Center, Ciputra World Jakarta, 11 karya Wenner menghiasi dan memukau pengunjung.

Pameran yang berlangsung pada 14 Desember 2013 - 26 Januari 2014 itu menghadirkan pula seniman lokal antara lain Hendra 'Hehe' Harsono, Zaky Arifin, Diela Maharanie, Rotua Magdalena P. Agung dan Nady Azhry.

Ke-11 karya Kurt Wenner dipajang dengan teknik street painting yang dikombinasikan antara konsep tradisional dan moderen. Pengunjung dibawa menikmati sebuah ilusi yang seakan nyata ketika menginjak karya-karyanya. Ciri khas Wenner dalam lukisan tiga dimensinya lebih mengedepankan tema-tema klasik. Dia banyak terinspirasi dari bangunan-bangunan abad 17.

Lihat misalnya bagaimana dia melukis sebuah bangunan kuno dalam satu karyanya. Bangunan itu sengaja diposisikan dekat dengan sebuah tebing untuk memberikan efek curam. Efek yang mempengaruhi mental dan emosi pengunjung tentunya bisa dilihat dengan jarak tertentu agar bisa terlihat jelas dan asli.

Memang, karya street painting ciptaan Wenner hanya bisa dirasakan ketika ada subjek hidup di atas lukisan tersebut. Pengunjung, yang menikmati lukisan akan dibawa melayang seperti berada persis dalam lukisan. Konsep ini disebut sebagai interaktif 3D pavement art yang dia ciptakan.

Pada karya lain, pengunjung akan dibawa ke dalam hikayat kuno negeri timur. Bangunan konsep yang dibuat Wenner terinspirasi atas kisah karpet terbang ala Aladin. Karakteristik dalam karya ini bisa dilihat dari arsitektur khas tanah Arab. Untuk itu, dalam lukisan tiga dimensi ini pengunjung seolah terbang dalam sebuah karpet melayang di atas bangunan tersebut.

Pameran bernama Artphoria bertema Art is Exciting yang digagas Trimitra Events ini sekaligus mengangkat karya seniman lokal. Sebuah karya milik seniman Zaky Arifin tak kalah menarik dengan menggoreskan kapur membentuk sayap kupu-kupu. Pengunjung yang hadir bisa mengekspresikan tubuh sesuka hati membuat sayap di punggungnya.

Karya-karya yang dipamerkan sengaja dihadirkan untuk menggugat paradigma kesenian khususnya seni rupa di Indonesia. Selama ini, seni terutama lukisan dipandang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Namun, Zaky berusaha mengubah paradigma tersebut sehingga pengunjung bisa datang dari berbagai kalangan sekaligus mengabadikan foto melalui karyanya.

Hendra 'Hehe' Harsono, seniman asal Yogyakarta menampilkan sebuah balon berukuran besar berbentuk kerucut. Dia membuat tiga macam bentuk ekspresi wajah pada permukaan balon. Masing-masing ekspresi wajah memiliki warna berbeda dan karakter sendiri.

Di sini, karya Hendra bisa direlasikan dengan karya seniman lain dalam pameran tersebut. Dia mencoba mengajak pengunjung dan menawarkan konsep seni untuk dinikmati kalangan anak dan remaja. Meskipun, tidak menutup kemungkinan karya tak berjudul tersebut bisa dinikmati kalangan dewasa.

Sementara itu, lukisan karya Nady Azhari menawarkan konsep berbeda dengan seniman lain. Dalam lukisannya dia menuangkan warna dominasi merah. Dia mencoba menggambarkan seorang perempuan tanpa bola mata tengah ditutup sebuah kaca bulat transparan.

Karya Nady yang semi abstrak ini terlihat ceria sekaligus berkesan murung dengan hadirnya pemilihan gestur wajah tanpa ekspresi. Dua karya lain yang ditampilkan Nady tak jauh beda yang lagi-lagi memilih objek perempuan, burung, ikan yang tentunya penuh dengan warna.

*Bisnis Indonesia Weekend

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda