Minggu, 26 Agustus 2012

Sandal TAPAK Bandung Terbang ke Amerika

Foto: Rachman/Bisnis Indonesia


Bermodal kecintaannya terhadap pernak-pernik dari suku Indian, pada 1990 Syaiful Gunadi mencoba mencari peruntungan membuka usaha aksesori seperti gelang dan kalung secara handmade dari bahan kulit.

Pada tahun tersebut, konon tren aksesori suku Indian di Indonesia khususnya di Bandung sangat digemari oleh kalangan anak muda. Syaiful, yang juga pemain band itu berpikir tidak ada salahnya jika hobinya itu bisa dijadikan lahan mencari uang.

Awalnya, pria yang gemar bercanda itu  membuat aksesori kalung dan gelang kecil-kecilan yang dibuat secara manual oleh tangannya sendiri dengan cara dianyam. Dia lalu mencoba menawarkan kepada teman-teman band setongkrongannya. Komentar positif dari para temannya itu bermunculan. Semangat Syaiful  pun mendadak terbakar untuk memproduksi aksesori lebih banyak lagi.

“Gara-gara kecintaan saya terhadap etnik Indian, saya mencoba bikin aksesori dari bahan kulit sapi. Alhamdulillah, setelah teman-teman saya merespon positif, saya langsung fokus bikin banyak untuk dijual secara luas,” katanya kepada Bisnis, Minggu (22/7).

Keinginan kuat Syaiful dalam memajukan bisnis aksesori, semakin membuahkan hasil. Setelah mencoba menjualnya di tataran Bandung dan luar kota, seorang temannya memperkenalkan dia dengan seorang buyer untuk dipromosikan ke luar negeri.

Aksesori buatan Syaiful dinilai memiliki keunikan tersendiri dengan ciri khas anyaman tersebut. Akhirnya, aksesori hasil tangannya itu diterbangkan ke Amerika untuk dipamerkan. Seorang buyer itu tidak tanggung-tanggung memesan sebanyak 1200 kalung dan gelang yang dibuatnya.

“Jujur, waktu dapat pesanan sebanyak itu saya keteteran. Tapi mau bagaimana lagi, masa dapat rezeki kok ditolak,” kata Syaiful  bangga sambil tersenyum lebar.

Nominal yang didapat Syaiful saat itu membuat dirinya terhenyak. Untuk pertama kali dalam seumur hidupnya, ia baru menerima uang sekitar Rp50 juta dari hasil usahanya itu.

Syaiful  memang pria beruntung, berbekal hobi, sekaligus ia bisa mencicipi dari hasil kecintaannya terhadap aksesori itu. Namun, keberuntungan pria yang ramah senyum ini berdampak positif. Dia merasa tertantang untuk berpikir membuat inovasi lebih dari usahanya itu.

Menginjak tahun 2002, apa yang selama ini dipikirkan pria berambut a la John lennon itu  akhirnya muncul juga. Keinginannya membuat produk baru berupa sandal kulit anyaman telah dipikirkannya jauh-jauh hari.

Dengan mencoba hal serupa, sandal buatan tangannya itu ditawarkan terlebih dahulu kepada teman-temannya. Dengan berawal membuat tiga jenis sandal kulit anyaman, respon positif dari teman-temannya itu kembali terucap.

Namun, Syaiful  kembali memutar otak. Usaha yang akan ia jalankan itu terkendala modal. Akhirnya dengan bantuan salah satu perusahaan Biofarma, pria berwatak gigih itu diberi pinjam modal untuk memajukan usahanya.

Awalnya, Syaiful  hanya bisa memproduksi dua pasang sandal per hari. Namun, ketika sedikit demi sedikit orang sudah mengenal kualitas sandal yang diproduksinya, permintaan pun semakin bertambah.

“Awalnya, produk sandal saya hanya dijual door to door melalui teman dan saudara, tapi tidak tahu kenapa banyak orang yang memesan,” katanya.

Waktu pun perlahan bergerak dari tahun ke tahun, usaha Syaiful  semakin membuahkan hasil. Kini dia fokus dengan produksi sandal kulit anyamannya, sementara produksi aksesori distop sejenak karena menurutnya sandal lebih menjanjikan.

Namun, di tengah naiknya pangsa pasar sandal buatannya, pria penyanyang istri dan anak itu  mesti menelan pil pahit. Sebuah produk yang hampir sama dengan buatannya beredar di pasaran, dan menggeser produksi sandal miliknya. Barang tiruan yang mirip dan lebih murah itu membuat anjlok usahanya.

“Tahun 2001, saya merasa sakit hati ketika seorang teman meniru barang yang saya bikin. Pasar sandal saya jadi kurang laku,” katanya berkisah.

Dengan pelajaran yang didapatnya itu, Syaiful  akhirnya mematenkan sandal kulit anyamannya itu dengan nama Tapak, yang memiliki arti jejak. “Tapak itu memiliki filosofi yang sangat dalam, yakni jejak hidup dan usaha saya,” katanya.

Usaha sandal anyam Syaiful  sudah mulai merambah pasar luas. Dari pameran ke pameran, nama Tapak kerap dipajang di mana-mana. Sampai-sampai produknya untuk kali kedua dipajang di pameran Amerika dan Jerman.

Sandal anyam Tapak memang mengutamakan kualitas, walaupun dalam satu pasang sandal bisa menghabiskan satu hari produksi. Namun, bagi Syaiful  kepercayaan pelanggan adalah nomor satu. “Dalam prinsip usaha saya, barang yang saya jual harus memuaskan pelanggan, artinya, saya harus mengutamakan kualitas terlebih dahulu,” katanya.

Seiring usahanya semakin berkembang, pria berkulit sawo matang itu kini merekrut sembilan karyawan demi memajukan usahanya. Selain itu ia menyewa sebuah tempat untuk produksi, karena sebelumnya produksi dilakukan di rumahnya di Jl. Sejahtera 8 Nomor 97, Rajawali Barat, Bandung.

Bukan itu saja, untuk urusan marketing, ia mempercayakan kepada sang istri tercinta, karena ia menganggap pengelolaan keuangan oleh istrinya sangat apik dan baik.

Sandal Tapak yang kini sudah memiliki dua toko di kawasan Cihampelas itu sudah mulai dilirik oleh pelanggan dari luar negeri yang sengaja mampir ke tokonya itu.

Harga sandal kulit anyaman tapak sendiri bervariasi dan terjangkau oleh semua kalangan. Dari mulai Rp80.000-Rp150.000, dengan varian jenis pria dan wanita dewasa.

Menurut Syaiful, yang kini telah memiliki sebuah rumah hasil usahanya itu, mengatakan kini usahanya semakin berkembang sering berjalannya waktu. Ada momen-momen tertentu kapan produknya laku, dan kapan usahanya melambat.

Kini, menginjak bulan Ramadan dan menyambut lebaran, penjualan sandal kulit anyaman Tapak semakin deras. Dari bulan yang biasanya hanya mampu produksi 200-300 pasang sandal, kini penjualan naik 100% hingga 600 pasang.

“Kalau menginjak Ramadan penjualan meningkat 100% hingga 600 pasang per bulannya. Itu baru yang di toko saja, belum yang pesanan,”katanya.

Sementara itu, dari selama usaha yang telah dilakukannya, pria pecinta kopi itu  mendapat pelajaran yang sangat bermanfaat dari berbagai pengalamannya. Dia berharap ke depannya bisa memiliki mesin press agar usahanya lebih maju.

Namun, saat ini saja pria berperawakan tinggi yang telah memiliki lima anak itu mengaku sudah bahagia. Kecintaannya terhadap aksesori masih berlanjut. Dia bangga telah bisa menghidupkan keluarga dan memberi peluang kerja bagi para tetangganya. Dengan omzet rata-rata Rp50 juta per bulannya itu, kini Syaiful  terus berinovasi dengan produk-produknya.

“Dalam hidup saya, berkeinginan dan bekerja keras adalah modal utama dari sebuah kesuksesan. Artinya, saya percaya jika saya berjuang keras maka hasilnya pun bakal memuaskan,” kata Syaiful  penggemar The Beatles ini menutup pembicaraan.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda