Selasa, 28 Februari 2012

Someone Like You Adele vs Tenda Biru Desi Ratnasari

Jujur saja saya baru ngeh kalau lagu Someone Like You yang dinyanyikan oleh Adele begitu menusuk, itu pun ketika saya melihatnya di sebuah video yang saya unduh di Youtube hasil cover ulang seorang wanita hijaber yang kemudian saya tahu namanya: Indah Nada Puspita. Saya belum tahu sosok Adele saat itu. Namun dari balutan musik sederhananya, dengan nada piano yang minimalis, lagu ini berhasil membuat kuping saya agak merinding. Seolah-olah saya masuk ke dalam iramanya. Ke dalam dunianya. Ke dalam imajinasi tokoh tersebut. Bukankah ini yang disebut katarsis?

Beberapa hari yang lalu saya menyengaja mengunduh video live Adele di acara Brit Award 2011. Dan pastinya original. Tidak lipsync seperti yang selalu saya lihat di acara-acara musik di Indonesia. Saya terkesima. Suara rekaman dan aslinya tidak jauh beda. Saya sempat melongo dibuatnya dan memutarnya berkali-kali. Lalu saya mencoba mencari teks liriknya dan ikut bernyanyi berulang-ulang.


Someone Like You

I heard
That you're settled down
That you
Found a girl
And you're
Married now

I heard
That your dreams came true
Guess she gave you things
I didn't give to you

Old friend
Why are you so shy?
Ain't like you to hold back

Or hide from the light

I hate to turn up out of the blue uninvited
But I couldn't stay away, I couldn't fight it.
I had hoped you'd see my face and that you'd be reminded
That for me it isn't over

Never mind
I'll find someone like you
I wish nothing but the best for you too
"Don't forget me," I begged
"I'll remember," you said
"Sometimes it lasts in love
But sometimes it hurts instead."
Sometimes it lasts in love
But sometimes it hurts instead,
Yeah.

You know how the time flies
Only yesterday
It was the time of our lives
We were born and raised
In a summer haze
Bound by the surprise
Of our glory days

I hate to turn up out of the blue uninvited
But I couldn't stay away, I couldn't fight it.
I had hoped you'd see my face and that you'd be reminded
That for me it isn't over.

Never mind
I'll find someone like you
I wish nothing but the best for you too
"Don't forget me," I begged
"I'll remember," you said
"Sometimes it lasts in love
But sometimes it hurts instead."

Nothing compares
No worries or cares
Regrets and mistakes
They are memories made.
Who would have known
How bittersweet this would taste?


Adele, seorang penyayi asal Inggris, kelahiran 5 Mei 1988. Lebih muda satu tahun dari saya. Namun wajahnya saya pikir terlalu tua untuk seumuran segitu. Badannya agak gemuk, jauh dari postur penyanyi seksi yang kerap mempertontonkan tubuhnya. Setelah saya telusuri, ternyata bakat menyanyinya sudah terbentuk sejak ia kecil. Pantas saja di umurnya yang remaja ini karirnya cukup diperhitungkan. Melejit bak meteor yang melesat ke angkasa. Adele adalah salah satu pengecualian dari mitos “menjadi penyanyi itu mesti langsing dan erotis.”

Dari hasil pembacaan berulang-ulang, lirik Someone Like You mengisahkan seorang perempuan yang tengah dilanda kesedihan yang dalam. Kenangan yang dibangun si Aku lirik tampaknya begitu berat menghadapi kenyataan setelah ‘kepergian’ seseorang yang dikasihinya secara diam-diam (You). Dalam hal ini, antara keikhlasan dan kenaifan begitu tipis. Karena si Aku lirik tidak bisa berbuat apa-apa lagi setelah menerima kenyataan bahwa seseorang yang dicintainya menikah dengan orang lain.

Kalau saya boleh menafsir, lagu ini bercerita tentang cinta bertepuk sebelah tangan. Si Aku lirik (yang barangkali teman dekat si (You) di masa lalu) menyimpan perasaan cinta pada si (You), namun si Aku lirik tidak pernah menyatakannya. Sampai pada suatu momen yang begitu sakral, sebuah pernikahan yang membuat hancur perasaan si Aku lirik, dengan seolah berpura-pura memasang wajah dan mimik muka yang tidak mencerminkan kegalauan. Malahan dari beberapa baris liriknya, justri si Aku lirik menyadari tentang kekurangan yang ia miliki, baik dari segi fisik maupun materi atau yang lainnya. Ini bisa dilihat pada “I didn't give to you” yang jelas membandingkan dirinya sendiri dengan istri si (You) tersebut. Pada “That your dreams came true” yang saya bayangkan bahwa pernah ada keinginan dari si (You) untuk mempunyai seorang pendamping hidup yang bisa membahagiakannya, tapi sayangnya, dambaannya itu bukanlah si Aku lirik tersebut, malah orang lain yang menjadi istrinya sekarang itu, yang jauh lebih sempurna.

Fenomena yang terjadi, khusunya di Indonesia atau barangkali di Negara lain, ada sebuah nuansa lain jika kita menghadiri sebuah acara pernikahan, dalam hal ini kedua mempelai yang menjadi permasalahan adalah orang yang (pernah memiliki kedekatatan/hubungan spesial dengan kita) bisa jadi mantan kekasih atau orang yang masih kita cintai. Ini saya pikir terjadi dalam lirik/lagu yang dilantunkan Adele ini. Betapa terpukulnya si Aku lirik menghadapi kenyataan yang sangat berat. Namun si Aku lirik tetap memaksa dirinya untuk tetap tegar dengan kenyataan itu dan merelakan apa yang sudah ditakdirkan. Dan berharap bisa menemukan sesosok yang memiliki kesamaan dengan seseorang yang ia dambakan. “I wish nothing but the best for you too” Sampai akhirnya, keduanya bersikap saling dewasa satu sama lain. Meskipun berbagai kenangan pahit dan manis tak bisa dilupakan. Bayangkan saja, semisal dalam pemberian ucapan selamat di hadapan kedua mempelai, kita masih sempat membangun komunikasi yang semestinya kurang begitu tepat untuk diutarakan seperti halnya si Aku lirik dan si (You), "Don't forget me," I begged … "I'll remember," you said. Bukankah percakapan ini memiliki maksud yang penuh harap dari si Aku lirik? Bukankah "Sometimes it lasts in love But sometimes it hurts instead" adalah sebuah realitas dari sebuah hubungan percintaan?

Setelah memutar lagi ingatan, akhirnya saya menemukan bahwa kisah dalam lirik/lagu Someone Like You ini ada kemiripan tema dengan lagu lawas yang pernah dilantunkan Desi Ratnasari, seorang artis, penyanyi yang kadang mengisi sebagai pembawa acara, yang judulnya Tenda Biru. Saya sering mendengarnya diputar di rumah tetangga. Maklum, dulu saya tidak punya tape apalagi VCD yang sempat booming saat itu. Saya hanya memiliki radio dengan pemutar kaset yang kadang tidak berfungsi, jika nyetel kaset, vitanya selalu kusut.


Tenda Biru

Tak sengaja lewat depan rumahmu
Ku melihat ada tenda biru
Dihiasi indahnya janur kuning
Hati bertanya pernikahan siapa

Tak percaya tapi ini terjadi
Kau bersanding duduk di pelaminan
Airmata jatuh tak tertahankan
Kau khianati cinta suci ini

( korus)

Tanpa undangan , Diriku kau lupakan
Tanpa utusan . . . Diriku kau tinggalkan
Tanpa bicara . . . Kau buat ku kecewa
Tanpa berdosa . . . Kau buatku merana
Ku tak percaya . . . Dirimu tega
Nodai cinta . . . Khianati cinta


Kesamaan tema antara Someone Like You dan Tenda Biru ini bercerita tentang seorang perempuan yang ditinggal oleh seorang dambaan hatinya yang berakhir di sebuah pelaminan. Dalam lirik Tenda Biru, si Aku lirik merasa dikhianati tanpa kabar apapun yang datang padanya. Dalam sebuah ketidaksengajaan si Aku lirik mendapati rumah sang dambaan hatinya dipenuhi dengan hiasan-hiasan ornamen pernikahan. Ada tenda biru dan janur kuning yang melambangkan sebuah pesta pernikahan tengah terjadi. Dan dengan mata kepala si Aku lirik sendiri, ia melihat dengan jelas sang dambaan hatinya tengah duduk satu pelaminan dengan mempelai wanita. Betapa pedih dan lukanya hati si Aku lirik tersebut. Air matanya mengalir deras tanpa henti. Sebuah pengkhianatan jelas berada di depan matanya.

Kisah yang terjadi dalam lirik Tenda Biru ini mungkin sering kita jumpai dalam cerita-cerita sinetron, cerpen, novel dan yang lainnya. Namun, realitas tentunya menjadi acuan yang sangat dekat untuk sebuah proses kreatif. Alur yang dibangun sudah barang tentu apa yang ada dan terjadi di sekitar kita, tak terkecuali dari kisah kedua lirik di atas. Betapa mahalnya sebuah kesetiaan. Betapa pentingnya sebuah penghargaan cinta.

Jika dilihat dengan kasat mata, ada kesamaan bentuk dan pola antara lirik dan puisi. Masing-masing mempunyai unsur rima, aliterasi, irama, repetisi dan sebagainya, yang menurut Lindley (dalam Coyle, 1990:188) menyebutkan bahwa lirik termasuk ke dalam salah satu jenre puisi. Malahan dalam tradisi Yunani Kuno, lirik menjadi semacam budaya yang dinyanyikan sebagai himne-himne tertentu. Ringkasnya, lirik adalah, ungkapan seseorang yang mengekspresikan jiwa, pikiran dan perasaan (Abrams, 1999:146) yang kemudian lirik menjadi asal-usul dari lagu seperti yang kita kenal masa kini. Dengan iringan instrument-instrumen musik tertentu.

Namun kemudian, dari ekspresi perasaan yang dilantunkan Adele dan Desi dari kedua lirik di atas, dominasi keterpurukan dan kepedihan hati si Aku lirik berpusat pada diksi “married” atau “pernikahan” yang keduanya, meskipun memiliki perbedaan budaya, namun kesakralannya meluluhkan dan menjadi titik akhir atas nama sebuah hubungan. Masing-masing dari keduanya menyadari bahwa pernikahan adalah, hak mutlak, yang tidak bisa diganggu-gugat, yang pada akhirnya si Aku dari kedua lirik tersebut mau tidak mau menerima dan merelakan kenyataan, walau ada jejak dan bekas yang [mungkin] tidak bisa dilupakan dan diterima oleh hati yang terbuka dan bijaksana.

Inilah yang menjadi perbedaan dari kedua lirik tersebut. Walau pun kedua subjek pertama, si Aku lirik sama-sama mengalami kegundahan, keterpurukan dan kepedihan hati, namun pada Someone Like You, si Aku lirik berperan sebagai sosok yang legowo dan menerima keputusan yang terjadi. Meskipun ada sebuah penyesalan yang tidak bisa dipungkiri, bagaimana sosok pria yang pernah menjadi teman dekatnya itu tidak bisa menjadi pendamping hidup sepenuhnya. Ia hanya bisa berharap dan mencintai sepihak, dan dengan bijak, ia menyadari dan meyakini bahwa ia pun mampu mendapatkan dambaan hatinya seperti yang ia dambakan sebelumnya “never mind … I’ll find someone like you.”

Ini berbeda dengan kasus yang dialami si Aku lirik pada Tenda Biru. Ia serasa ditikam dari belakang. Peristiwa yang bisa melululuh-lantahkan jiwa seorang (perempuan). Merusak tatanan psikologis dan batin. Apalagi dalam hal ini yang menjadi korban adalah sosok perempuan, yang, sudah barang tentu dicap sebagai mahluk perasa. Mahluk yang mendominasi unsur-unsur emosi dan perasaan. Betapa tertusuknya hati si Aku lirik ini. Cinta yang dinodai. Pengkhianatan yang tak bisa dimaafkan. Lihat saja diksi-diksi kelam yang dihayati Desi: Lupakan, tinggalkan, merana, dosa, khianati, tega, airmata. Bukankah ini adalah diksi-diksi romantik yang menukik?

***

Tulisan ini dibikin seenaknya saja, sambil menunggu koneksi modem yang lelet, yang kuotanya udah abis. Hiks…shiks… Oh, Adele, oh Desi, lebih baik kalian berdua menjadi istri saya saja. saya jamin, saya tidak akan membuat kalian kecewa. Saya yakin kalian berdua masih merasa kesepian, bukan?

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda