Selasa, 07 Februari 2012

Little Kiss For Mama (curi-curi pandang)

Ini berawal ketika saya sedang berada di apotek Kemuning rumah sakit Hasan Sadikin. Antrian cukup panjang dan berjejer. Saya tinggal menunggu panggilan. Untuk membunuh rasa kesal, saya menyengaja menyalakan laptop. Mengetik catatan harian yang sudah terekam dalam otak. Saya duduk di kursi paling belakang. Tiba-tiba dua orang wanita setengah tua dan seorang gadis duduk di antara saya. Mungkin mereka ibu dan anak. Sang ibu berada di sisi kiri saya, sementara si anak di sebelah kanan saya.

Sudah dapat beberapa paragraf saya mengetik, saya merasa ada yang memperhatikan. Si gadis di sebelah saya matanya memandang pada jari saya yang terus mengetik. Tak lama saya langsung mematikan laptop. Saya merasa agak malu jiga ia mencuri pandang terus pada tulisan saya. Saya sekilas melihat wajahnya. Ia tersenyum. Saya balas dengan senyuman kembali. Ia dan ibunya mungkin tengah antri mengambil resep juga. Tapi entah untuk siapa. Mungkin untuk keluarganya.

Apoteker memanggil nama ibu saya. Saya cepat-cepat mengambil resep. Dua selang infus dan tiga labu natrium klorida. Segera saya pergi ke ruangan mama. Menggantikan labu kosong dan mengatur posisi mama yang kurang enak.

Besoknya, pagi-pagi sekali, sehabis bangun tidur, saya duduk-duduk di kursi lobi. Membaca-baca buku “Bermain-main Dengan Cinta” karya Bagus Takwin yang entah kenapa ada di tas saya. Oh, mungkin pacar saya nitip saat kami berdua berkunjung ke ITB Fair kemarin.

Setelah baca beberapa lembar, di depan saya terlihat si ibu dan si gadis melangkah melewati saya. Si gadis lagi-lagi mencuri tatap pada saya. Saya lalu menatap matanya. Ia memalingkan wajah sambil sedikit menyembunyikan senyum dengan punggung tangan kanannya. Dalam hati, saya ketawa ada apa dengan gadis itu.

Setelah dapat rujukan dari rumah sakit Ujung Berung, mama, sejak hari Kamis tanggal 3 Februari 2012 dipindahkan ke Hasan Sadikin. Kebetulan ruangan mama mudah dilewati orang-orang lewat yang hendak ke mushola. Ruangan mama saya pikir nyaman sekali. Hari pertama sampai hari ke empat, di ruangan ini hanya diisi oleh dua pasien. Dan itu sangat kondusif sekali jika dibandingkan ruangan lain.

Di suatu sore yang bercuaca baik, ketika saya berada di samping mama. Saya melihat si gadis hendak pergi ke mushola. Saya melihatnya dari jendela. Si gadis, mungkin tak sengaja melihat saya juga. Ia menatap saya. Tatapannya agak sedikit beda. Lalu bergegas pergi. Saya tak menghiraukannya.

Setelah maghrib berkumandang, seperti biasa saya mencari angin di belakang mushola. Membakar rokok dan minum kopi. Si gadis datang lagi membawa mukena. Mengambil wudhu dan mungkin langsung sholat. Saya matikan rokok dan pindah duduk menuju dekat jendela ruangan mama, yang pasti bakal dilewati sama si gadis itu. Saya duduk di sebuah selasar. Si gadis, kira-kira sepuluh meter dari saya tengah berdiri dan memainkan hape. Sesekali ia memencet nama-nama di phonebook. Lalu berbicara “haloo”. Ah, ia sedang menelpon seseorang. Saya masih duduk memandangnya. Ingin tahu bagaimana reaksinya. Ia lalu mencuri pandang. Saya segera membalasnya. Ia bergegas melempar pandangan dan berlari-lari kecil sambil tersenyum. Saya tak kuat menahan ketawa. Tadinya saya mau cegat dan pura-pura pinjam charger jika ia melewati saya setelah ia sholat. Namun ternyata ia kembali ke ruangannya bareng si ibu. Setelah melewati saya yang tengah duduk. Saya sedikit berdehem kecil. “ehmm.” Dan menunggu apa ia bakal melirik kebelakang atau tidak? Ah ternyata tidak. Saya lalu kembali masuk ke kamar mama dan tidak berhenti senyum-senyum sendiri.

Label:

1 Komentar:

Blogger angkringanwarta.com mengatakan...

kelanjutannya bagaimana? jadi penasaran. salam, ditunggu mampirnya. hehehe

20 Februari 2012 pukul 11.53  

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda