Rabu, 16 Februari 2011

Mengganti Warnet dengan Warbuk


SUATU HARI di sekitar daerah rumah saya, salah satu ketua Rukun Tetangga (RT) mendatangi pengusaha warung internet (warnet), sang ketua RT menasehati pemilik dan penjaga warnet itu supaya anak kecil (anak sekolah) dilarang bermain ke warnet tersebut. Sikap sang ketua RT itu bukan tidak beralasan, karena semenjak adanya warnet di daerah itu, sikap moral dan mental anak-anak di lingkungan sekitar menjadi aneh. hal ini sudah masuk tarap yang membahayakan.


Niatnya, anak-anak pergi ke warnet sekedar untuk bermain game online dan Facebook (situs jejaring sosial). Namun, lama kelamaan mereka lebih asik untuk membuka situs-situs porno, dan hal ini yang membuat risih para orang tua.

Zaman sudah modern, sudah serba digital dan serba ‘click’. Apapun yang kita inginkan bisa langsung cepat tersaji atas majunya alat komunikasi yang bernama internet. Sebut saja misalnya bisnis online, transaksi antara nasabah dan bank, pengiriman paket cepat antar kota maupun negara sampai pembayaran listrik sekalipun sudah menggunakan sistem canggih dengan alat yang bernama internet itu.

Dari contoh kasus diatas, tentu saja saya tidak menuduh bahwa internet adalah perangkat yang salah yang masuk pada salah satu desa atau daerah. Banyak hal positif dan negatif yang tentu saja terasa dengan adanya internet ini. Kita bisa mendapatkan informasi apapun yang kita inginkan dengan cara browse pada situs-situs tertentu. Dan banyak lagi hal yang positif lainnya. Namun, kabar miring juga tak sedikit yang tersaji di internet ini, salah satunya hal yang membuat moral kita hancur yaitu situs porno yang bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Dan banyak lagi hal positif dan negatif lainnya.

Peran Sekolah
Pihak sekolah tentunya sudah harus berantisipasi dengan masalah ini. Karena rata-rata pengunjung warnet terbanyak yang membuat riskan adalah siswa-siswa SD dan SMP. Seharusnya peran sekolah yang mempercayakan pada masing-masing wali kelasnya bertindak aktif untuk memberikan nasehat pada anak didiknya. Para guru bisa mengajarkan dan memberi informasi mengenai nilai positif dan negatif-nya internet—terlepas apakah itu internet rumahan, kantoran, sekolah, mobile sampai warnet.

Barangkali, trend yang terjadi pada masyarakat kita dengan adanya internet masuk pelosok desa bisa menjadikan pribadi seseorang memiliki nilai lebih dari pribadi lainya. Anak misalnya, dinilai lebih pintar dan gaul oleh teman lainnnya. Gara-gara dia lebih sering pergi ke warnet dan pulang dengan seabreg pembicaraan seputar game-game yang menarik atau situs-situs ‘keren’ yang suatu waktu bisa di click bersama teman lainnya.

Kecenderungan anak pada internet sekarang ini justru lebih berdampak negatif saja. Hal ini yang harus dicari jalan keluarnya oleh pihak sekolah. Peran aktif guru untuk membimbing siswa bukan di kelas saja tapi mereka (guru) bisa berkomunikasi dengan pihak orang tua murid untuk mendiskusikan dan kerjasama yang tentu saja continuity.

Hal ini bisa di analisa oleh pihak sekolah dengan menawarkan hal serupa, yang justru lebih menarik dan positif. Merubah image warnet menjadi warbuk (warung buku) di lingkungan sekolah bisa menjadikan daya tarik pada murid untuk bisa betah dan mengkonsumsi (membaca) banyak buku seperti halnya mereka berlama-lama di internet. Jika hal ini sudah diterapkan pada sekolah, maka sekolah itu sendiri tinggal menyiasati buku-buku apa saja yang bisa menarik perhatian siswa. Sekolah bisa merumuskan itu dari mulai judul buku, isi buku, sampul buku yang ekspresif sampai buku pelajaran yang di desain oleh banyak penerbit yang lebih inovatif dan menarik.

Pengelolaan Perpustakaan
Setiap sekolah mestinya ada sebuah perpustakaan yang bisa menopang kualitas belajar siswa. Namun sampai saat ini kabar miris terdengar bahwa perpustakaan sangat jarang sekali dikunjungi para siswa. Apa yang salah dari kabar ini salah satunya image perpustakaan itu sendiri menurut sebagian siswa menjenuhkan. Isinya cuma buku tentang pelajaran yang tidak sama sekali menarik perhatian siswa.

Inilah yang saya katakan tadi, Warbuk harus dioptimalkan dan ditampilkan sesuai menu bacaan siswa yang tadinya menjenuhkan menjadi sesuatu yang candu. Pengelola perpustakaan harus senantiasa menawarkan tata letak yang unik dan menyediakan berbagai buku diluar pelajaran juga. Ambil contoh buku-buku cerita, motifasi, sains dan teknologi, cerpen, novel ringan, bacaan olahraga sampai buku yang sangat trend sekalipun.

Namun, kendala yang nyaring dari sekolah sendiri ada pada pendanaan untuk pengadaan buku-buku tersebut. Karena sekolah tidak menjamin dengan budget mereka yang khusus dikeluarkan untuk sekedar belanja buku-buku semacam itu. Ada baiknya pihak sekolah bekerja sama dengan para intansi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berkaitan dengan pembangunan karakter siswa dengan membaca. Sekolah juga bisa mengajukan proposal pengadaan buku pada pemerintah setempat atau penerbit yang menyediakan buku-buku bekas layak pakai yang bisa di manfaatkan sekolah untuk kemajuan siswa.

Sikap Orangtua
Bagaimanapun kesibukan yang dijalani orangtua, yang berprofesi sebagai pedagang, buruh pabrik atau pegawai negeri sekalipun, hendaknya lebih bisa mengontrol gerak-gerik anaknya. Bagaimana prilaku sang anak, dengan siapa dia bergaul, kemana saja dia bermain harus bisa di monitor oleh orangtua, karena pendidik setelah guru untuk anak yakni orangtuanya sendiri.

Orangtua bisa mengontrol bagaimana sang anak menghabiskan uang jajannya, dan justru harus mencegah jika seluruh jatah jajan yang diberikan orangtua, dihabiskan sekejap oleh anak hanya untuk pergi ke warnet. Ini adalah salah satu candu yang sangat buruk, karena nantinya pada saat anak sudah terbiasa melakukan hal semacam itu, ia bisa lupa waktu dan bisa melupakan apapun. Kasus yang terjadi pada sekarang ini misalnya, anak pergi dari rumah untuk sekolah, namun di tengah jalan ia malah pergi ke warnet.

Inilah yang seharusnya orangtua prihatinkan, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. sikap orangtua seharusnya tidak egois yang bisanya hanya mementingkan diri sendiri dan pekerjaan, sementara sang anak terlanjur begitu saja dimakan zaman yang serba absurd dan fana ini. Maka dari itu, mulai sekarang marilah kita lebih melek pada keadaan sekitar, pada apa yang terjadi pada kita dan lingkungan kita sendiri. Karena mulai dari diri kitalah orang lain bisa berubah. Terutama pada generasi kita, pada anak-anak kita yang akan datang.

Sebetulnya banyak cara agar kehidupan dan keberlangsungan peningkatan kecerdasan anak sekolah bisa tercapai. Justru sebaliknya, bagaimana kita sendiri menyikapi dan menyiasati cara mencari jalan keluarnya. Bravo pendidikan Indonesia !


* Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda