Senin, 12 Mei 2014

Kamis Ke-300: Film Pembela HAM

Lelaki paruh baya itu terbaring di sebuah kasur. Tubuhnya tak berdaya dan tak bisa bergerak. Dia sakit, sampai menggerakan tangan pun tak mampu. Tetapi, jiwa dan semangatnya masih kuat. Dia terus berjuang meneriakan keadilan.

Amoroso Katamsi, pemeran sang kakek dalam film Kamis Ke-300 karya sutradara Happy Salma tampak menghayati peran. Dalam kondisi sakit, dia mengajarkan pada sang cucu untuk terus melawan lupa. Pada adegan awal, film pendek berdurasi sekitar 14 menit itu cukup memberikan pesan kuat.

“Bapak ibu yang terhormat. Kepada Presiden, pemimpin bangsa yang tercinta. Kami hanya rindu, kami hanya rindu pada bapakku yang dibawa pergi,” begitu ucap sang cucu di hadapan kakek yang terbaring.

“Kepalkan tanganmu!” Ujar sang kakek.

“Saya kan lagi membuat tugas kek,” jawab sang cucu. Tangan kanannya dikepal. Sementara tangan kirinya memegang sebuah buku. “Tidak ada kata tidak untuk perjuangan,” sanggah sang kakek.

Inilah salah satu adegan yang membuat film ini tampak hidup dan berhasil menyampaikan pesan secara mendalam. Kisah dalam film ini menggambarkan perjuangan rakyat kecil. Sebuah kisah sedih tentang keluarga akibat penghilangan dan pembunuhan paksa oleh oknum aparat.

Pada beberapa adegan lain, film menceritakan unjuk rasa damai yang dilakukan para aktivis HAM di sejumlah ruas jalan Jakarta. Mereka mengenakan pakaian dan payung serba hitam sebagai rasa simpati kepada korban.

Film tersebut dibuat dengan gambar hitam putih. Saya rasa pemilihan gambar sangat tepat untuk mendukung tema cerita. Simbol perlawanan, nuansa berkabung hingga semangat perjuangan yang tampak menjadi satu.

Film pendek Kamis Ke-300 diangkat dari cerita pendek Happy Salma berjudul Kamis Ke-200 yang dimuat di sebuah surat kabar pada 2010. Film tersebut dipersembahkan bagi para pejuang HAM yang konsisten membela keadilan dalam upacara Kamisan.

Untuk diketahui, upacara Kamisan merupakan sebuah gerakan yang dilakukan oleh sejumlah aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM. Upacara dilakukan sebagai bentuk perjuangan yang disampaikan kepada pemerintah yang telah berjanji menghukum pelaku pelanggaran HAM. Namun hingga saat ini, keluarga korban hanya menerima janji-janji palsu dari pemerintah.

Film ini diputar di Goethe Institut, Jakarta dua pekan lalu sebagai peringatan tujuh tahun aksi Kamisan. Pemeran film terdiri dari Sita Nursanti, Nugie, Aji Santoso dan Amaroso Katamso. Happy Salma, sebagai sutradara menggaet Bambang Supriadi, Key Mangunsong, Andhy Pulung, Ricky Lionardi dan Ritchie Ned Hansel dari kalangan film Tanah Air.

Sepak terjang Happy Salam dalam dunia seni memenag tidak bisa diragukan. Kebanyakan karyanya memuat protes dan perlawan terhadap tindak ketidakadilan. Dalam film Kamis Ke-300, poin yang ingin disampaikan adalah pembelaannya terhadap kaum lemah yang 'dijajah' kuasa pemerintah.

Seni, baik pertunjukan maupun film menjadi senjata ampuh untuk melakukan pemberontakan kesewenang-wenangan pemerintah. Latar belakang aksi Kamisan dimanfaatkan secara berhasil oleh Happy dalam membangun cerita. Sehingga, meskipun film berdurasi pendek, namun, intisari yang dihasilkan membuat penonton berdecak kagum.

Sebagai seorang seniman, tentu Happy merasa prihatin dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM yang tidak jelas penyelesaiannya. “Inilah yang mendasari saya membuat film ini sebagai dukungan moril kepada para pejuang HAM,” ujarnya.

*Bisnis Indonesia Weekend

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda