Rabu, 21 November 2012

Perempuan Berjaket Merah

Ini terjadi ketika saya hendak pulang dari kerja. Biasanya saya pulang melewati jalur Soekarno-Hatta. Tapi entah saya mendadak ingin mengambil jalur Cicaheum. Oh, iya, alasannya karena hujan sedang melanda Kota Bandung. Saya berfikir jalur Soekarno-Hatta bakal macet. Karena hujan.

Tepat di kawasan pasar Cicadas. Ada sebuah motor Mio menyalip saya. Pengendaranya perempuan. Mengenakan jaket kulit berwarna merah. Rok hitam pendek. Mulus dan seksi.

Sejenak saya mengejarnya. Sekadar ingin tahu seperti apa wajahnya. Namun usaha saya tak kesampaian. Motornya lebih kencang dari yang saya pakai. Maklum motornya masih bermesin bagus. Sementara motor saya sudah tua dimakan usia. Sabar!

Namun, saya tak kehabisan akal. Saya terus berusaha mendekatinya. Setidaknya memalui kaca spion yang ada di motornya. Beruntung saya pun bisa melihat raut wajahnya yang manis. Pipinya putih. Karakter alisnya tebal. Bibir tipis. Dia tidak sadar kalau saya melihatnya sepanjang jalan.

Gerimis tetap saja turun dengan sederhana. Saya terus membuntutinya di belakang. Terminal Cicaheum pun sudah saya lalui. Oh tidak, lampu merah membuat saya kehilangan jejak perempuan berjaket merah itu. Kemana dia?

Pasrah sudah saya menghadapi kenyaatan pahit. Usaha saya untuk melihat lebih dekat dirinya pun sirna. Sepanjang jalan Cicheum-Cibiru saya masih membayangkan bagaimana jika saya melihatnya lebih dekat lagi.

Beruntung, saya masih bisa mencatat plat nomornya D 6903 GS. Mungkin suatu waktu jika memang dipertemukan di jalan, saya bisa melihatnya lagi mengenakan jaket kulit warna merah.

Tetesan hujan terus membasahi kepala saya. Jok motor sudah lama tidak bersahabat. Jika hujan, tentu saja air menggenang. Celana saya suka basah dibuatnya. Sekali lagi saya harus bersabar.

Namun, kejutan pun muncul. Tepat di depan Borma Cipadung, saya melihat kembali jejaknya. Itulah dia, hey si perempuan berjaket merah. Saya harus mengejarnya. Sayang, ia terus berpacu dengan kecepatan tinggi. Sementara motor saya hanya berjalan seperti bekicot.

Tapi setidaknya malam itu saya sudah melupakan kemacetan dan dinginnya gerimis yang membasahi tubuh saya. Selamat jalan perempuan berjaket merah. Kapan saya bisa membuntutimu lagi?

Hujan terus membesar di kawasan Cipadung. Tubuh saya basah. Kaus kaki jadi bau. Sepatu apalagi. Saya bergegas ke kosan kekasih saya. Sekadar membuang kangen malam itu. Tak lupa saya sedikit menggombalinya seperti biasa. 19 November, malam yang basah.


Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda