Minggu, 14 Juli 2013

Ya! Ini Tentang Pengobatan Herbal

Arijanto Jonosewejo, cukup kaget ketika suatu hari kedatangan seorang pasien dengan keadaan tidak bisa melihat. Dokter spesialis penyakit dalam itu menuturkan padahal sang pasien hanya menderita diabetes. Ternyata, sebelum berobat kepadanya, si pasien telah melakukan pengobatan tradisional yang ditayangkan di TV-TV.

"Dan biaya pengobatan yang dikeluarkan pasien saya sampai menghabiskan sekitar 28 juta untuk dua kali penyuntikan herbal," ujarnya dalam Talk Show Menyingkap Kebaikan Alam di Jakarta belum lama ini.

Bukan hanya itu saja, setelah dicek gula darah, sang pasien ternyata lebih dari 500. Arijanto mengatakan alih-alih si pasien dijanjikan kesembuhan selama dua minggu justru malah berefek besar terhadap penglihatannya.

Untuk itu, dia menjelaskan istilah pengobatan herbal yang saat ini tengah menjadi tren banyak salah ditafsirkan oleh sebagian kalangan. "Jadi kalau melihat tayangan di televisi (TV) banyak sekali yang menawarkan pengobatan tradisional, kadang masyarakat tidak mengerti dan cenderung tertipu."

Dia menuturkan, penilaian orang terhadap pengobatan herbal yang mengatakan 100%  aman tidak benar adanya. Menurut dia, segala jenis obat memang mengandung efek samping, tergantung cara pemakaian yang benar dan teratur.

Hal lain yang menurutnya salah kaprah dalam dunia herbal adalah pengklaiman sejumlah kalangan medis yang menyatakan telah menempuh proses uji kelayakan saat penelitian. Tak sedikit uji coba yang kerap dilakukan terhadap hewan diklaim sama untuk proses pengobatan manusia, ujung-ujungnya banyak terjadi mal praktik dan berakibat fatal terhadap pasien.

Menurutnya, kekayaan alam Indonesia yang melimpah bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku pengobatan baik tradisional ataupun konvensional.

Di dunia pengobatan, lanjutnya dikenal ada dua istilah pengobatan komplementer yaitu penggabungan antara tradisional dan konvensional. Ada juga istilah tradisional yang lebih menekankan bahan baku dan proses secara manual yang dilakukan nenek moyang terdahulu. Dengan beragam tanaman alam, segalanya bisa diteliti untuk dijadikan obat.

Hingga saat ini, tercatat sekitar 30.000 jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan herbal yang hampir 7.000 diantaranya telah diidentifikasi dan digunakan untuk kepentingan medis.

Indah Yuning Prapti, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu mengatakan kehadiran obat herbal dan pemanfaatan bahan alami untuk obat telah memberikan kontribusi besar bagi industri farmasi Indonesia.

Menurutnya, guna mencapai hasil maksimal, diperlukan usaha bersama antara para peneliti dan pihak pemerintah. “Banyak yang sudah mulai menyadari pentingnya pemanfaatan jamu. Selain memiliki multi benefit effect untuk kesehatan, obat tradisional juga meningkatkan ekonomi kerakyatan dan pelestarian budaya,” ujarnya.

Tren penggunaan obat dengan bahan alami, baik untuk peningkatan kesehatan maupun pengobtan penyakit di beberapa Negara berkembang seperti Indonesia sudah cukup meningkat. Hal itu bisa dilihat dari pengobatan dengan bahan alami yang digunakan.

Sementara itu, Anggota Solidaritas Istri Kabinet Indonesia bersatu (SIKIB) yang juga istri dari mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia ke-3 Inayati Ali Gufron menuturkan, jika beberapa waktu lalu banyak orang beranggapan meminum obat tradisioal seperti jamu itu kotor dan ribet, namun saat ini manfaat dan khasiat untuk jenis obat tradisional itu telah terbukti dan banyak diburu.

Menurut wanita yang juga seorang dosen farmasi di beberapa perguruan tinggi itu, kini tidak perlu lagi orang sibuk dan repot berobat ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan herbal. Karena beragam obat herbal sudah tersedia di Indoneisa.

Perkembangan tanaman di Indonesia, lanjutnya sudah ada sejak ribuan tahun lalu pada abad ke-17. “Di Indonesia sendiri sejak zaman Belanda juga sudah ada penelitian tentang tanaman herbal,” ujarnya.

Selain obat herbal bermanfaat bagi semua kalangan, efek samping yang ditimbulkan obat tradisional juga lebih kecil. Dia mengatakan penggunaanya tidak seketat obat sintetis seperti obat yang dikeluarkan oleh industri modern.

“Namun, tiap darah yang dimiliki seseorang potensinya berbeda-beda terutama obat yang berasal dari tanaman. Untuk itu, kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman bisa menjadi dasar pembuatan obat modern. Bila dikemas lebih modern mudah dibawa kemana-mana dan sangat praktis,” katanya.

Staf Senior Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Airlangga Pangestu Adi menuturkan banyaknya kalangan farmasi modern yang memanfaatkan berbagai potensi tanaman hayati di Indonesia menciptkan berbagai produk kesehatan yang membawa hal positif dalam pengembangan tanaman obat di Tanah Air.

“Indonesia harus menjadi tuan rumah untuk sistem pengobatan menggunakan bahan herbal hasil dari tanaman sendiri. Usaha ini harus terus dilakukan di kemudian hari,” ujarnya.

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda