Senin, 23 Mei 2016

Jangan Ada Lagi Sandiwara Sapi

Rencana impor sapi indukan sebanyak 25.000 ekor menyisakan dilema bagi pemerintah. Satu sisi pemerintah ingin impor melalui jalur lelang sesuai aturan yang berlaku. Di sisi lain skema penunjukan langsung dinilai lebih tepat.

"Tapi, kita tahu, skema lelang hanyalah sandiwara belaka. Seolah formalitas, padahal yang menangnya sudah ditentukan terlebih dahulu," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladono Bashar di Bogor akhir pekan lalu.

Pernyataan Muladno tersebut tentu bukan isapan jempol belaka. Dia berkaca pada pengadaan sapi indukan tahun-tahun sebelumnya yang dianggap menjadi permainan segelintir pihak untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya melalui lelang.

Memang, saat ini, berdasarkan pengakuan Muladno, pemerintah telah menetapkan skema lelang untuk impor sapi indukan tersebut. Bahkan sudah ada 6 calon pemenang. Masalahnya, peserta yang lolos tahap lelang tersebut bukan berasal dari perusahaan bonafit. Pendek kata, kredibilitas dan profesionalitas calon pemenang lelang dipertanyakan.

Dia khawatir, perusahaan peserta lelang tersebut setelah ditetapkan sebagai pemenang ujung-ujungnya menggunakan jasa perusahaan berpengalaman untuk mendatangkan sapi impor ke Indonesia.

"Nah nanti di situ ada tata niaga lagi. Perusahaan yang menang memakai jasa perusahaan berpengalaman yang biasa tangani sapi dan tentu harga akan semakin mahal."

Muladno tak ingin permainan tersebut terus terjadi di pemerintahan saat ini. Artinya, dia mengisyarakatkan jika pun lelang impor sapi indukan sudah mengerucutkan 6 calon pemenang, pihaknya akan mengupayakan agar skemanya diubah menjadi penunjukan langsung.

Pihaknya sudah mengajukan ke Kemenko agar impor sapi indukan sebaiknya dilakukan penunjukan langsung. Tentunya nanti dipilih perusahaan yang benar-benar kredibel dan profesional.

"Tinggal menunggu Pak Jokowi apakah nanti jadi penunjukan langsung," ujarnya.

Muladno juga mengisyaratkan bahwa Jokowi akan menyetujui untuk mengambil langkah penunjukan langsung siapa yang akan mendatangkan sapi dari Australia tersebut.

Pasalnya, pemerintah saat ini cukup concern memberantas permainan-permainan yang tidak sesuai dan berpotensi merugikan negara. Hitung-hitungan Kementerian Pertanian, total anggaran untuk pengadaan 25.000 sapi indukan Brahman Cross mencapai Rp700 miliar.

Pemerintah, lanjutnya, tentu tidak ingin menggelontorkan uang sebanyak itu berujung percuma. Dia ingin pengadaan sapi indukan tahun ini lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang dinilai banyak terjadi 'sandiwara'.

Dari segi teknis, setelah sapi tiba di Indonesia, sapi-sapi tersebut selanjutnya dibawa ke tempat instalasi hewan selama sebulan. Dia ta kinging sapi langsung didistribusikan langsung ke para peternak yang akan mengelola. Di samping itu, pemerintah akan melatih para peternak terkait bagaimana mengurus sapi agar bisa beradaptasi dan diurus serta beranak pinak dengan baik.

"Pokoknya kami ingin mengatur sapi ini nanti secara ketat agar semuanya berjalan baik, termasuk soal ketersediaan pakan. Nah ini yang harus dimatangkan lebih dalam," ujarnya.

Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) Rochadi Tawaf tak mau ikut campur terkait skema apa yang akan dilakukan pemerintah soal pengadaan sapi indukan tersebut.

Dia tak ingin memikirkan apakah nantinya pemerintah meneruskan skema lelang atau penunjukan langsung siapa importir sapi indukan dengan nilai ratusan miliar itu.

Tawaf mencatat, pemerintah harus serius menindaklanjuti distribusi dan pemeliharaan setelah sapi tiba di Indonesia. Dia mengimbau agar 25.000 sapi indukan tersebut nantinya dikelola oleh BUMN yang menangani khusus soal persapian.

"Setelah jinak baru didistribusikan ke peternak untuk diurus. Kalau langsung diserahkan peternak rakyat, nanti tidak bakalan bener, bisa-bisa nanti sapi-sapinya pada mati," ujarnya.

Namun, berbeda dengan pandangan Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana. Dia menilai rencana pengadaan sapi indukan dari Australia tidak akan berhasil sama sekali.

Pemerintah dinilai tidak akan bisa mengambil pelajaran tahun-tahun sebelumnya yang kerap gagal mengelola sapi indukan. Bahkan dia mengkritik pemerintah untuk menghentikan program tersebut karena dinilai hanya memborosokan uang negara semata.

"Dari awal kami sudah ingatkan lebih baik pemerintah fokus membiayai bagaimana caranya menekan sapi betina produktif yang setiap tahunnya dipotong sampai sejuta ekor," ujarnya.

Teguh sadar betul, rencana penambahan populasi sapi indukan tersebut tidak akan berjalan efektif. Logikanya, kata dia, para peternak rakyat yang nantinya dibebankan mengurus sapi tidak akan kuat mengurus sapi dalam jumlah banyak.

Selain itu, ketersediaan pakan harian dianggap sulit dilakukan oleh peternak rakyat sehingga kesehatan sapi akan menjadi hambatan dalam pembibitan.

"Saya berani taruhan, lihat saja kalau program impor sapi indukan ini jadi, tidak akan berjalan lancar kalau melihat pengalaman yang sudah-sudah," ujarnya.

Apalagi, kata dia, saat ini kuota impor sapi indukan mencapai 25.000 atau lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Belum lagi, lanjutnya, daerah yang mampu memelihara sapi dalam jumlah banyak hanya bisa dilakukan Jawa Timur dan Jawa Tengah saja.

Dia beralasan mengapa pemerintah seharusnya fokus menekan pemotongan sapi betina produktif dibandingkan impor sapi indukan. Dalam catatannya, ketersediaan sapi betina dan jantan pada 2011 mencapai 14,5 juta ekor. Adapun, pada 2013 mencapai 12,5 juta ekor.

"Ini kan stoknya terus berkurang karena setiap tahun berkurang. Nah, tahun ini jumlah sapi yang ada tidak mungkin lebih dari 12,5 juta ekor karena pemotongan sapi produktif yang kian masif," katanya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Muhammad Yamin menyetujui rencana impor sapi indukan oleh pemerintah dan menekan pemotongan sapi produktif seperti yang ditegaskan kalangan pengusaha sapi.

Menurutnya, keduanya sama-sama bisa menambah jumlah ketersediaan sapi yang selama ini terus mengerucut. Sehingga, kata dia, ke depan Indonesia bisa swasembada daging seperti yang diharapkan pemerintah.

"Apa yang diungkapkan pengusaha sapi soal pemerintah harus menekan jumlah pemotongan sapi produktif itu baik. Dan rencana impor 25.000 sapi indukan juga baik untuk menutupi sapi-sapi produktif yang dipotong tersebut," ujarnya.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda