Jumat, 29 Mei 2009

Maraknya Media Kampus Di UIN

Abraham Lincoln pernah membumingkan slogan yang dahsyat saat rakyat Amerika membebaskan diri dari kolonialis Inggris, “Freedom for the People, by the People and of the People”. Atau kalau bisa diterjemahkan bebas dengan bahasa mahasiswa bisa diartikan “berfikir merdeka, bersuara merdeka, hak mahasiswa merdeka.”

Tempo lalu saya diundang dalam acara Orasi yang diadakan radio kampus Mandalla. Acara ngobrol santai sambil diskusi ringan mengenai maraknya media kampus di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Disana ada dua perwakilan media, Lembaga Pers Mahasiswa SUAKA dan Independent Voice. Obrolan tak jauh dari seputar penerbitan, kerja redaksi sampai ideologi masing-masing media. Namun agaknya acara ini terasa hambar, melenceng dari tema yang disuguhkan Fenomena Maraknya Media Kampus tidak sepadan dengan tamu yang diundang. Tidak mewakili keseluruhan. Selebihnya, acara menarik untuk di simak para pendengar.

Pers, khusunya pers mahasiswa muncul awalnya untuk menjadi anjing penggonggong kekuasaan bukan menjadi anjing piaraan yang rutin setiap minggu datang ke salon binatang. Pers mahasiwa pun bisa professional malah lebih garang dari media mainstream yang hadir era ini. Pers mahasiswa adalah kerikil buat birokrat kampus yang lalai dalam menjalankan kewajibannya.

Ada hal yang harus diperhatikan dalam penerbitan pers mahasiswa. Mulai dari standar jurnalisme yang independen memberitakan kebenaran untuk mahasiswa dan publik civitas kampus. Disini haram adanya intervensi dari pihak manapun. Loyalitas dan sumber daya manusia dituntut keras dalam memenuhi disiplin pers mahasiswa itu sendiri.

Namun dari standar jurnalisme diatas, rupanya pers mahasiswa masih kedodoran dengan hal semacam itu. Tak sedikit penerbitan mahasiswa terkatung-katung dan molor untuk di terbitkan. Alasan sibuk kuliah, tugas numpuk, masalah pribadi yang harus di selesaikan, sampai problem yang lainnya yang lebih krusial menurut awak pers mahasiswa itu sendiri. Ini kerap menjadi alasan jarang hadirnya dari rapat redaksi. Dan yang paling klasik adalah masalah finansial. Titik.

Masalah lain yang harus di tengok pers mahasiswa adalah narsisme penerbitan yang cenderung onani. Tak sedikit pers mahasiswa khusunya di kampus UIN yang didominasi tentang pemberitaan seputar program-program yang telah terlaksana dari masing-masing organisasi mereka sendiri. Padahal ada yang lebih penting dari pemberitaan banci seperti itu.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

isi komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda