Sabtu, 02 Juli 2016

Di Balik Pembubaran The Bondoners


Medio 2007-2008 skena musik rock n roll sedang ngetren di UIN Bandung. Bermacam pertunjukan dan festival digelar di beberapa fakultas. Mahasiswa UIN saat itu sedang demam The Sigit, The Changcuters, The Rolling Stones, The Beatles. Pokoknya, Rock n Roll is back.

Di BSI, empat mahasiswa tampan, kurus, macho, idola para mahasiswi jurusan lain pasang aksi. Rambutnya serempak poni ala-ala Lennon dan personel The Sigit.

 
Yuga Anugrah, Puji Rahmatulloh, Yadi Kusmayadi dan Furqan Fauzi mendadak nyentrik. Lagu-lagu macam I Wanna Hold Your Hand, Help, Yesterday jadi makanan sehari-hari mereka. Tak lupa, tembang Black Amplifier hingga Live In New York jadi senandung paling kerap dinyanyikan di kosan-kosan bilangan Cipadung. Ya, mereka mengidap rock n roll.

Tak lama kemudian, terbentuklah sebuah band The Bondoners. Saya tak tahu apa tujuan mereka menamakan bandnya itu. Apa mungkin karena mereka kerap tiap malam main ke Cempaka? Ah entahlah.  Yang jelas band yang belakangan membawakan lagu-lagu The Sigit dan The Beatles itu digawangi Furqan 'Bram' Fauzi (vocal), Puji 'John' Rahmatulah (gitar), Yadi 'Kiong' Kusmayadi Bass, Yuga (vocal) dan kalau gak salah Dedi (drum).

Mereka adalah anak-anak band dari BSI kelas A dan B angkatan 2005 yang mungkin punya misi sama: Life is rock n roll. Gaya manggung mereka cukup atraktif, terutama Bram yang kalau sedang nyanyi kayak cacing kepanasan. Saat ngobrol biasa pun suaranya mirip Vino Bastian. Selain banyak koleksi tentang lagu-lagu rock n roll, Bram juga dikenal oleh teman-teman sebagai kolektor film-film 'Vocab' (dibaca bokep). Sampai-sampai di angkatan kami sudah kadung membudaya copy-paste 'Bokep Ti Bram' dari flash dish ke flash dish, dari komputer ke komputer.

Entah kapan tepatnya, saya masuk membantu The Bondoners jadi penggebuk drum. Mereka tak tahu, apalah saya ini tiba-tiba ditantang jadi pemain drum. Ah sudahlah saya terima saja. Saya beberapa kali berkesempatan berlatih dengan mereka. Lagu yang dimainkan tak jauh dari Beatles, Sigit dan belakangan mencoba lagu-lagu Keane.

Sayang, ketika sedang asyik-asyiknya The Bondoners berkarya, tiba-tiba di siang bolong, di bawah pohon mangga (kalau gak salah dulu posisinya di pinggir pascasarjana samping UKM lama) Puji memanggil para personil. "Ada rapat penting," katanya.

Saya, Yuga, Puji, Kiong dan Bram berkumpul. Suasana hening. Wajah mereka serius. Kami duduk melingkar. Rokok mengepul ke udara. Ada beberapa makanan. Saya lupa. Rujak atau gorengan.

Puji membuka percakapan.

"Sepertinya band harus dibubarkan," ujar Puji.
"Kenapa?" Saya tanya.

Saya lupa Puji menjawab apa. Mungkin karena kesibukan kuliah. Atau hal lain. Yang jelas semuanya setuju The Bondoners bubar.

Rokok kembali mengepul. Saya lihat Yuga dan Puji menghisap dalam-dalam. Tak lama kemudian, kami membubarkan diri dari kerumunan. Bram langsung pergi entah ke mana. Tak selang lama kami kembali berkumpul tanpa Bram.

Suasana mulai cair.

"Sebetulnya kita tidak benar-benar bubar," kata Puji.

Puji menjelaskan pembubaran The Bondoners hanyalah akting belaka untuk mengubah personel. Intinya posisi baru band yang kemudian bukan bernama The Bondoners digawangi Yuga (vocal), Puji (gitar) Kiong (bass) dan saya (drum).

Saya cukup berat menerima drama pembubaran ini. Namun, perlahan saya cukup tahu alasan mereka mengubah format band.

Kami mulai berlatih. Kebanyakan kami sewa studio di bilangan Ujungberung. Sayalah satu-satunya personel yang jarang urunan. Maklum, saya termasuk mahasiswa paling kere di BSI 2005. Jangankan buat kegiatan hura-hura macam ngeband, buat ngeprint tugas dosen saja suka nebeng sana-sini. Makan juga suka nebeng di kosan Yuga di An-Nur.

Kami mulai mencoba memainkan lagu-lagu Beatles dan Keane. Suatu hari, ada acara pertunjukan di Aula utama kampus UIN Bandung. Kami harus main beberapa lagu. Dua kalau gak salah. Beatles dan Keane. Tapi yang bikin degdegan justru bukan saat manggungnya. Tapi saat itu saya takut Bram melihat penampilan kami.

 
Alhasil, penampilan saat itu tidak berjalan maksimal. Saya misalnya beberapa kali lupa ketukan.

Dan entah kapan band ini bubar dengan sendirinya. Mungkin karena personel sudah mulai meninggalkan kampus. Puji dengan skripsinya tentang metafora dalam lirik Beatles lulus lebih dulu. Disusul Kiong dan Yuga. Sayalah yang paling terakhir lulus hingga hampir 7 tahun. Sedih, ketika teman-teman seangkatan sudah wara-wiri memakai toga, saya malah baru bangun tidur di salah satu kompleks UKM.

Dan Bram, entah ke mana dia sekarang. Saya juga merasa berdosa. Saya pernah diberi sejumlah uang olehnya untuk membantu mencari referensi dan buku-buku buat skripsinya.

Di postingan ini. Kami dari Ex-The Bondoners terutama saya ingin mengucapkan maaf sebesar-besarnya buat Bram yang mungkin telah merasa dizolimi. Jangan anggap serius kawan. Ini hanyalah salah satu ciri khas bercanda anak-anak BSI 2005. Yang kadang-kadang tak kenal batas. Ini hanya kisah seberapa tentang band. Belum tentang percintaan yang lebih dramatis yang dilakoni para mahasiswa BSI 2005.

Selamat hari raya Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir batin.