Minggu, 14 Juli 2013

Ya! Ini Tentang Pengobatan Herbal

Arijanto Jonosewejo, cukup kaget ketika suatu hari kedatangan seorang pasien dengan keadaan tidak bisa melihat. Dokter spesialis penyakit dalam itu menuturkan padahal sang pasien hanya menderita diabetes. Ternyata, sebelum berobat kepadanya, si pasien telah melakukan pengobatan tradisional yang ditayangkan di TV-TV.

"Dan biaya pengobatan yang dikeluarkan pasien saya sampai menghabiskan sekitar 28 juta untuk dua kali penyuntikan herbal," ujarnya dalam Talk Show Menyingkap Kebaikan Alam di Jakarta belum lama ini.

Bukan hanya itu saja, setelah dicek gula darah, sang pasien ternyata lebih dari 500. Arijanto mengatakan alih-alih si pasien dijanjikan kesembuhan selama dua minggu justru malah berefek besar terhadap penglihatannya.

Untuk itu, dia menjelaskan istilah pengobatan herbal yang saat ini tengah menjadi tren banyak salah ditafsirkan oleh sebagian kalangan. "Jadi kalau melihat tayangan di televisi (TV) banyak sekali yang menawarkan pengobatan tradisional, kadang masyarakat tidak mengerti dan cenderung tertipu."

Dia menuturkan, penilaian orang terhadap pengobatan herbal yang mengatakan 100%  aman tidak benar adanya. Menurut dia, segala jenis obat memang mengandung efek samping, tergantung cara pemakaian yang benar dan teratur.

Hal lain yang menurutnya salah kaprah dalam dunia herbal adalah pengklaiman sejumlah kalangan medis yang menyatakan telah menempuh proses uji kelayakan saat penelitian. Tak sedikit uji coba yang kerap dilakukan terhadap hewan diklaim sama untuk proses pengobatan manusia, ujung-ujungnya banyak terjadi mal praktik dan berakibat fatal terhadap pasien.

Menurutnya, kekayaan alam Indonesia yang melimpah bisa dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku pengobatan baik tradisional ataupun konvensional.

Di dunia pengobatan, lanjutnya dikenal ada dua istilah pengobatan komplementer yaitu penggabungan antara tradisional dan konvensional. Ada juga istilah tradisional yang lebih menekankan bahan baku dan proses secara manual yang dilakukan nenek moyang terdahulu. Dengan beragam tanaman alam, segalanya bisa diteliti untuk dijadikan obat.

Hingga saat ini, tercatat sekitar 30.000 jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan herbal yang hampir 7.000 diantaranya telah diidentifikasi dan digunakan untuk kepentingan medis.

Indah Yuning Prapti, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) Tawangmangu mengatakan kehadiran obat herbal dan pemanfaatan bahan alami untuk obat telah memberikan kontribusi besar bagi industri farmasi Indonesia.

Menurutnya, guna mencapai hasil maksimal, diperlukan usaha bersama antara para peneliti dan pihak pemerintah. “Banyak yang sudah mulai menyadari pentingnya pemanfaatan jamu. Selain memiliki multi benefit effect untuk kesehatan, obat tradisional juga meningkatkan ekonomi kerakyatan dan pelestarian budaya,” ujarnya.

Tren penggunaan obat dengan bahan alami, baik untuk peningkatan kesehatan maupun pengobtan penyakit di beberapa Negara berkembang seperti Indonesia sudah cukup meningkat. Hal itu bisa dilihat dari pengobatan dengan bahan alami yang digunakan.

Sementara itu, Anggota Solidaritas Istri Kabinet Indonesia bersatu (SIKIB) yang juga istri dari mantan Menteri Kesehatan Republik Indonesia ke-3 Inayati Ali Gufron menuturkan, jika beberapa waktu lalu banyak orang beranggapan meminum obat tradisioal seperti jamu itu kotor dan ribet, namun saat ini manfaat dan khasiat untuk jenis obat tradisional itu telah terbukti dan banyak diburu.

Menurut wanita yang juga seorang dosen farmasi di beberapa perguruan tinggi itu, kini tidak perlu lagi orang sibuk dan repot berobat ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan herbal. Karena beragam obat herbal sudah tersedia di Indoneisa.

Perkembangan tanaman di Indonesia, lanjutnya sudah ada sejak ribuan tahun lalu pada abad ke-17. “Di Indonesia sendiri sejak zaman Belanda juga sudah ada penelitian tentang tanaman herbal,” ujarnya.

Selain obat herbal bermanfaat bagi semua kalangan, efek samping yang ditimbulkan obat tradisional juga lebih kecil. Dia mengatakan penggunaanya tidak seketat obat sintetis seperti obat yang dikeluarkan oleh industri modern.

“Namun, tiap darah yang dimiliki seseorang potensinya berbeda-beda terutama obat yang berasal dari tanaman. Untuk itu, kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman bisa menjadi dasar pembuatan obat modern. Bila dikemas lebih modern mudah dibawa kemana-mana dan sangat praktis,” katanya.

Staf Senior Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Airlangga Pangestu Adi menuturkan banyaknya kalangan farmasi modern yang memanfaatkan berbagai potensi tanaman hayati di Indonesia menciptkan berbagai produk kesehatan yang membawa hal positif dalam pengembangan tanaman obat di Tanah Air.

“Indonesia harus menjadi tuan rumah untuk sistem pengobatan menggunakan bahan herbal hasil dari tanaman sendiri. Usaha ini harus terus dilakukan di kemudian hari,” ujarnya.

Bermain Dengan Komunitas Hong

Kang Zaini, begitu dia disapa. Perawakannya kurus. Jika bicara, nadanya cepat. Ciri khas yang mencolok dari pria berkacamata ini selalu mengenakan iket Sunda atau penutup kepala yang terlilit di dahinya.

Namun, siapa sangka, lulusan pascasarjana Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Desain Produk itu memiliki kebolehan yang luar biasa. Dia adalah seorang peneliti mainan tradisional Indonesia yang sudah hampir tiga tahun membentuk Komunitas Hong. Tujuannya hanya satu: mengembalikan permainan sebagai bahan ajar.

“Hong itu artinya panggih, atau amprok [ketemu]. Kalau di Sunda itu ada istilah kahongkeun [dipertemukan]. Nah, komunitas ini artinya ‘menemukan kembali’,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.

Pria bernama lengkap Mohammad Zaini Alif itu ingat betul, saat dirinya tengah menyodorkan rencana thesis S2 kepada dosennya. Dia mengajukan sebuah penelitian tentang permainan tradisional. Sang dosen pembimbing tidak setuju. Apa yang dilakukan Zaini tidak sesuai dengan jurusannya Desain Produk.

Namun setelah dijelaskan lebih detil tentang maksud dan tujuan, akhirnya sang dosen menerima rencana penelitian berjudul Perubahan dan Perkembangan Permainan Tradisonal di Indonesia itu. Zaini pun mulai bergerak ke sana-sini mencari referensi. Dia singgahi satu tempat ke tempat lain. Mencari tahu arti dan makna permainan tradisional khas daerah di Tanah Air.

“Saya membangun Komunitas Hong untuk menggali nilai-nilai dalam permainan tradisional. Jadi bukan hanya artefaknya saja yang saya kembangkan, tapi norma-norma yang terkandung dalam permainan tersebut,” ujarnya.

Dia meyakini setiap permainan tradisional memiliki pesan pembelajaran untuk kehidupan manusia. Permainan tradisional bukan semata-mata diciptakan para leluhur zaman dulu begitu saja. Tetapi, lanjutnya proses pendidikan tercipta melalui permainan tradisional.

Zaini mencontohkan, permainan congklak yang saat ini jarang dimainkan oleh anak-anak perkotaan memiliki falsafah dan ajaran mulia. Menurutnya, ke-16 lubang dalam permainan congklak menggambarkan falsafah hidup seseorang mulai dari hari Senin-Minggu. Di hari-hari itu orang sibuk beraktivitas dalam melangsungkan kegiatan hidupnya.

Dalam congklak, setiap pemain wajib mengisi delapan lubang oleh biji yang dimiliki pemain. Tujuh lubang yang diisi menyiratkan kehidupan seseorang dalam mencari nafkah selama satu minggu. Sementara satu lubang yang besar diibaratkan sebagai tempat untuk menabung dari apa yang dihasilkan setiap hari.

"Nah, permainan ini sangat mendidik bagaimana seorang anak harus menyisihkan penghasilannya untuk digunakan di kemudian hari," ujarnya.

Permainan lain, seperti galah asin atau gobak sodor memiliki makna pola pertahan dalam kehidupan. Dalam permainan ini para pemain yang terdiri dari 3-5 orang akan saling menghadang lawan untuk tidak melewati garis yang dimiliki masing-masing lawan. Untuk meraih apa yang ingin dicapai, para pemain harus bolak-balik melewati garis di area lapangan yang telah ditentukan.

Menurutnya, permainan ini mendidik anak bagaimana melatih mental dan kekuatan baik di dunia maupun persiapan pertahanan diri untuk menghadapi hari akhir. “Melalui batas-batas itulah kita belajar menembus apa yang diinginkan menuju kemenangan,” ujarnya.

Komunitas Hong saat ini sudah mencatat lebih dari 800 jenis permainan tradisional. Seiring komunitas itu berjalan, dia melakukan penelitian dan seminar-seminar ke guru-guru di berbagai sekolah. Zaini juga kerap menerima informasi terkait jenis permainan baru yang datang melalui sms, telepon dan email dari masyarakat.

Kegiatan yang dilakukan Komunitas Hong yaitu mengampanyekan permainan tradisional ke berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, masyarakat yang berada di Kawasan Dago Pakar Bandung diajak untuk berkreasi membuat sejumlah alat permainan yang bisa dijual. Hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat. Warga sekitar dalam setiap harinya membuat wayang-wayangan, mobil-mobilan, kolecer, dan lain-lain.

Saat ini, Komunitas Hong memiliki sejumlah lahan di kawasan tersebut yang sengaja duperuntukkan sebagai wahana bermain. "Dalam setiap minggunya tempat kami banyak dikunjungi wisatawan lokal dan asing," ujarnya.

Awalnya, lanjut Zaini, siapa saja bisa memilih permainan yang ada di Komunitas Hong. Namun lambat laun, seiring membludaknya pengunjung, dia membuat tarif khusus. Ini pula yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat sekitar berkembang.

“Sejak adanya Komunitas Hong, warga sekitar banyak yang jualan makanan, minuman, oleh-oleh dan lainnya. Uniknya lagi, setiap permainan kami iringi dengan musik khas dari tim kami.”

Berkat ketekunan yang dimiliki, Komunitas Hong sudah menyabet beberapa penghargaan dari mulai lembaga, pemerintahan hingga organisasi-organisasi asing. Namun, Zaini masih memiliki angan-angan luhurnya dalam mengembangkan permainan tersebut. Pekerjaan rumah yang saat ini belum didapat yaitu ‘melawan’ sejumlah permainan modern yang kurang bermanfaat.

Dia menuturkan kalangan masyarakat menyambut baik dengan Komunitas Hong tersebut. Termasuk kalangan pemerintah. Namun sayang, lanjutnya, pemerintah hanya mendukung saja. Mereka masih belum bertindak. “Padahal permainan tradisional ini sangat penting untuk perkembangan karakter anak bangsa," ujarnya.

Sebut Iren Saja

“Sebut Iren saja.” Kalimat itu terucap dari seorang gadis melalui saluran telepon. Nadanya lembut. Gaya bicaranya sopan. Dalam tampilan foto Blackberry Messenger, rambutnya terurai melebihi bahu. Bibirnya merah merekah. Kulitnya berwarna kuning langsat.

Iren, gadis berusia 22 tahun itu ingat betul selepas lulus sekolah di salah satu SMA di Bandung, dia mecoba bisnis kecil-kecilan. Dia berjualan batik yang dipasarkan melalui Blackberry Messenger. Maklum, sebagai gadis kelahiran Solo, dia banyak memiliki kenalan perajin batik yang dia jadikan partner usaha.

Namun, bisnisnya itu tidak berjalan lama ketika beberapa teman mengajaknya mencari pekerjaan lain. Sebuah pekerjaan yang dituntut tampil cantik dengan pakaian minim dan seksi, sebagai sales promotion girl (SPG). Iren tak menyia-nyiakan tawaran. Dia mengangguk setuju, toh dia merasa memiliki body memadai.

“Sekarang kalau dihitung-hitung sudah hampir dua tahun [jadi SPG]. Terkadang juga jadi usher untuk beberapa event-event perusahaan di Bandung. Tergantung tawaran juga,” ujarnya.

Iren, begitu dia disapa. Tingginya 161 centimeter. Berat badan 48 kilogram. Dia sudah merasa cocok mejadi seorang SPG. Di Kota Kembang, tempat kini tinggal, ia menyewa sebuah kos-kosan cukup murah yang sesuai isi kantong celana. Pekerjaannya saat ini memang membuat dirinya nyaman. Selain tidak menyita waktu, penghasilannya dirasa mencukupi untuk seorang lajang.

Pendapatan yang dibayar sebagai profesi SPG atau usher memang cukup menggiurkan. Dalam sehari, Iren bisa mengantongi kocek sebesar Rp200.000—Rp300.000, namun jika sudah datang tawaran sebagai usher, uang sekitar Rp500.000 ribu—Rp700.000 dia bisa bawa pulang.

“Enaknya sih jadi usher, hanya duduk diam, terkadang berdiri, ngasih senyum ke para tamu dan tidak terlalu capek. Tapi itu dia, tawaran usher jarang,” katanya.

Namun, yang namanya pekerjaan selalu menemukan titik jenuh. Iren suka kesal jika saat bekerja banyak mata jelalatan yang menggoda dirinya. Meskipun memang dia punya jurus tersendiri untuk menepis segala cemoohan tersebut.

Pandangan sebagian orang menilai profesi SPG atau usher memang tak semuanya posiif. Wanita-wanita plus-plus terkadang juga disematkan bagi mereka yang bisa di-booking [diajak kencan].

Dia mengakui, memang tak sedikit para oknum yang suka merusak nama baik profesi SPG. Sebagian SPG, sambungnya ada yang bisa di-booking. “Cuma tidak semua seperti itu [bisa di-booking]. Tergantung diri kita sendiri. Jika pun ada, itu sudah sudah mencoreng,” ungkapnya.

Iren mengaku pernah suatu hari digoda saat tengah bekerja. Beberapa pria menyebutnya tidak pantas menjadi SPG. Batin Iren terpukul mendengar ucapan tersebut. Namun dia sadar, tak ada pekerjaan yang tidak memiliki tantangan.

Kini, jika ada cemoohan-cemoohan miring seperti itu, Iren biasa membalas dengan senyuman, dan tentunya diiringi kesabaran yang tinggi. Toh, dia tidak menjadikan profesi SPG sebagai mata pencaharian utama.  Di luar itu, dia terkadang sibuk membantu salon kecantikan di tempat saudaranya di Bandung.

“Aku sih prinsipnya jika memang kita mencari pekerjaan halal, ya kenapa tidak, daripada menjual diri. Yang penting aku kerja dengan benar,” ungkapnya.

Perihal Sales Promotion Girl

Strategi marketing perusahaan sebuah produk saat ini memang sudah kreatif. Perusahaan kini lebih memanfaatkan jasa layanan sales promotion girl (SPG) yang bisa membuat calon pelanggan 'terhipnotis'. Cara yang dilakukan SPG menarik pelanggan yaitu dengan biasanya dengan sedikit rayuan dan tentunya penampilan seksi.

Sebagian perusahaan pun tak tanggung-tanggung memberikan reward bagi para SPG yang berhasil mencapai target selling produknya.

Yurika Alex, koordinator Red Management Agency menuturkan reward yang diberikan perusahaan biasa dilakukan jika memang para SPG berprestasi dan atraktif menarik pelanggan. Dia memberikan contoh, ketika sebuah perusahaan properti menyewa jasanya, beberapa SPG mendapat semacam hadiah dari perusahaan.

"Intinya perusahaan memberikan bonus saja. Kebetulan dulu mereka [SPG] diberikan beberapa gajet seperti iPhone dan lain-lain," ujarnya.

Fanny Nugraha, koordinator Co-Founder Synergy Link Agency mengatakan sejauh ini pihaknya belum mendapatkan sebuah bonus yang begitu berarti dari klien. Jika pun ada, beberapa SPG hanya diajak sekadar makan bersama setelah pekerjaan selesai. Sifatnya lebih sebagai ucapan terimakasih.

"Memang dulu saat kami kerja sama dengan perusahaan gajet, dalam sebuah pameran, klien memberikan bonus ke SPG, tapi bukan berbentuk uang. Pemberian Itu lebih ke diskon," ungkapnya.

Dia mengatakan, kalau pun perusahaan memberikan reward, pihaknya bakal langsung memberikan kepada para SPG, karena mereka, sambungnya yang lebih berhak menerima semua itu.

Lalu bagaimana para agency ini bersaing dan berlomba-lomba menarik klien? Tidak bisa dipungkiri, bisnis agency jasa layanan SPG atau usher ini memang cukup menjanjikan. Terbukti hampir di setiap kota selalu saja terdapat agency jasa layanan SPG berdiri.

Wahana Agency misalnya, menyiapkan segala cara melalui promosi internet. Salah satu agen SPG terbesar di Indonesia ini membuat situs yang mudah dicari. Shandy Ayu, koordinator Wahana Agency mencontohkan dengan sistem serba klik seperti saat ini, klien pasti terlebih dahulu mencari jasa layanan via internet.

"Kami siapkan situs-situs tentang SPG. Misal, bagi klien asal Surabaya ingin mencari jasa SPG, mereka tinggal klik saja 'SPG Surabaya' di situ pasti yang muncul pertama adalah situs kami 'spgsurabaya.com'. Artinya di setiap kota, Wahana sudah bikin situs sendiri sesuai nama kotanya," ujar Shandy.

Dia menilai upaya tersebut cukup efektif karena memudahkan bagi para klien yang ingin melihat-lihat terlebih dahulu seperti apa SPG yang tersedia. Dengan banyak membuat alamat situs seperti itu, Wahana Agency mengklaim para klien sudah biasa datang dengan sendirinya.

Fanny Nugraha menambahkan, pihaknya sendiri lebih menggunakan cara jemput bola kepada para klien. Pihaknya menempuh secara prosedural seperti menyodorkan proposal. Selain itu, proses networking yang sudah dibangun sejak lama juga membantu pihaknya mendapatkan klien. "Tentunya promosi melalui situs pasti ada, tetapi biasanya kami lebih menggunakan kenalan dan jaringan untuk merebut klien,” Katanya.

Kartu Kredit Bagi Si Lajang

Yanto Susanto patut bersyukur dengan hidup yang dijalaninya saat ini. Pria berusia 28 tahun yang bekerja di salah satu bank pelat merah di Jakarta itu kini sudah mengenal apa itu kartu kredit. Kini dia kerap kali berbelanja menggunakan kartu kotak berbentuk tipis tersebut.

Baginya, mahluk sakti tersebut sangat berguna bagi segala keperluan transaksi pembelian tanpa harus mengeluarkan uang tunai. Dengan hanya menggesek, semua urusan jadi beres.

Maklum, Yanto dulunya tinggal di sebuah daerah pelosok di Kabupaten Subang, Jawa Barat yang jauh dari alat-alat canggih semacam kartu kredit.

Namun, Yanto terbilang pria sederhana, meski sudah memiliki kartu kredit, dia menggunakannya sesuai dengan kebutuhan hidup. Sebagai pria lajang, paling-paling dia membelikan berbagai kebutuhan seperti makan, pakaian dan keperluan lainnya.

"Saya sih menggunakan kartu kredit sewajarnya saja. Kalau memang dibutuhkan ya pake kartu kredit. Dan tergantung limitnya juga sih," ujarnya.

Yanto sadar betul kehadiran kartu kredit memang kerap menggoda 'imannya' untuk melakukan berbagai transaksi tanpa batas. Hal itu dia temukan dari beberapa temannya yang sering melakukan pesta, makan dan melakukan aktivitas lainnya menggunakan kartu kredit. "Kalau saya tidak sampai seperti mereka," katanya.

Fioney Sofyan Ponda, perencana keuangan dari Independent Financial Advisor Fin-Ally mengatakan penggunaan kartu kredit di kalangan lajang yang sudah mapan memang tak jarang dicap sebagai gaya hidup tersendiri. Padahal menurutnya, kartu kredit adalah alat yang bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kalau aku berpikirnya kartu kredit itu kayak asisten pribadi, yang bisa memberikan kemudahan dengan apa yang kita inginkan. Tapi yang namanya lajang bukan berarti bebas risiko, justru risiko itu ya bagaimana bisa mengontrol diri sendiri," ujarnya.

Menuru Fioney, penggunaan kartu kredit oleh para lajang ini biasanya pada hari-hari weekend dan hari tertentu. Selain digunakan untuk  berhura-hura bersama para teman dan kerabat, terkadang untuk mentraktir apa yang diinginkan sang pujaan hati.

"Kalau saya sih tidak merekomendasikan apa pun bagi para pengguna kartu kredit lajang, biasanya saya selalu menasehati mereka [para lajang] agar setelah melakukan transaksi dibayar secepat mungkin," katanya.

Dia menuturkan bagi para lajang, yang terkadang emosinya tidak bisa terkontrol, ada baiknya jika penggunaan kartu kredit tidak lebih dari 50% dari limit yang dibatasi penyedia kartu kredit. Selain bisa mengerem keinginan, hal tersebut juga memberikan kepercayaan dari penyedia kartu kredit.

"Terkadang kalau melebihi batas 50%, itu berdampak tidak baik, akhirnya kredit bisa macet dan di-black list sama bank penerbit kartu," ujarnya.

Mohammad Andoko, President Director One Shildt Financial Planning mengatakan memiliki kartu kredit idealnya cukup satu saja, karena sebetulnya fungsi kartu kredit untuk menunda cash flow dan alat alternatif dalam melakukan transaksi.

Dia sadar betul, hobi anak muda yang rereta masih lajang tak bisa lepas dari gaya hidup yang glamor. Alih-alih menggunakan kartu kredit sebagai alat alternatif, justru malah kerap terjerumus seenaknya membelanjakan apa saja yang diinginkan.

Dia menuturkan sebaiknya para lajang yang sudah berpenghasilan jangan terlalu konsumtif dengan apa yang dimiliki. Biasanya, lanjut Andoko khususnya kalangan perempuan selalu jelalatan, mudah tergoda, dan tidak bisa menahan diri melihat barang-barang belanjaan.

"Untuk itu, jangan sekali-kali menggunakan kartu kredit untuk kegiatan-kegiatan entertainment, nonton, nge-gym dan hal konsumtif lainnya. Karena hal tersebut bakal menjadi candu. Kalau sekali-kali sih boleh asal jangan ketagihan," ujarnya.

Mengintip Timun Mas Era Modern

Panggung berukuran 22 x 11 meter itu berdiri tegak. Background setting sengaja dibuat polos. Dua panggung kecil berdiri di sebelah kanan dan kiri panggung utama, gunanya untuk menggambarkan tiga setting di atas satu panggung. Namun, sesekali background polos situ berubah menjadi latar yang sesuai dengan setiap adegan.

Adegan pertama, di sebuah kerajaan, sang raja (Chandra Satria) dan ratu (Nola Be3) tengah berbahagia menyambut kelahiran seorang putri pertama yang telah lama dinantikan. Akan tetapi kakak sang raja, Bude Thami (Ria Irawan) tidak menyambut baik kedatangan anak mereka. Bude Thami yang sudah memiliki anak bernama Mawar (Naura) merasa terancam jika anaknya kelak tidak akan menerima tahta kerajaan setelah kelahiran bayi tersebut.

Melihat hal itu, Bude Thami yang memiliki watak jahat mengadu kepada pemimpin kegelapan bernama Miss Mirrorski (Maera). Dia menyuruh bayi sang raja diculik melalui anak buahnya sang serigala bernama Wolfie (Indra Birowo). Setelah berhasil diculik Wolfie, sang bayi disembunyikan melalui timun raksasa di sebuah sungai. Namun, justru bayi tersebut selamat karena ditemukan oleh empat wanita baik. Sang bayi akhirnya dibesarkan oleh mereka hingga beranjak dewasa.

Setelah 17 tahun, sang anak diberi nama Timun Mas oleh keempat ibu tersebut. Mereka sangat mencintai Timun Mas yang cantik. Begitu pun sebaliknya, Timun menyayangi ibu asuh mereka, meski seringkali menanyakan di mana ibu kandungnya berada.

Sementara kesedihan sang raja dan ratu masih terus berkecamuk dalam diri mereka. Keduanya masih terus terbayang-bayangi oleh sosok sang puteri kesayangan. Akan tetapi sebuah kabar seketika beredar jika sang puteri masih hidup dan berada di sebuah desa. Dengan segera sang raja memerintahkan anak buahnya untuk memastikan keberadaan anaknya.

Kabar gembira kerajaan tersebut tidak sengaja terdengar oleh Bude Thami, seketika para gerombolan jahat mengadakan sebuah penghentian rencana kerajaan untuk mencari sang anak yang telah hilang. Konflik cerita dimulai. Peperangan antara golongan baik dan jahat terjadi. Beruntung karena Timun Mas memiliki beberapa jurus dan kesaktian yang diberikan oleh beberapa burung temannya di hutan, Timun Mas bisa mengalahkan kejahatan Bude Thami, Miss Mirrorski dan Wolfie. Timun Mas pun akhirnya bertemu dengan kedua orang tua tercinta.

Timun Mas sendiri merupakan pertunjukan yang diambil dari cerita rakyat secara turun temurun. Melalui arahan sutradara Rama Soeprapto, pertunjukan drama musikal Timun Mas diramu dengan mengusung teknologi moderen. Efek tata lampu, properti panggung dan musik orkestra sebagai musik pengiring yang menampilkan suguhan baru kepada penonton.

Rama mengatakan dirinya ingin mempersembahkan sebuah pertunjukan dengan mengusung unsur drama, komedi, edukasi dan alur cerita berbeda dengan memberikan nuansa segar. Dengan hal tersebut diharapkan legenda Indonesia bisa terangkat dan hidup kembali. "Namun saya tetap mempertahankan unsur cerita aslinya di drama musikal ini," katanya.

Dalam setiap adegan pertunjukan musikal yang digelar di Istora Senayan Jakarta 29-30 Juni 2013 ini, aksesori yang dihadirkan terkesan cukup megah dan mewah. Berbagai latar kerajaan dengan teknologi digital video mapping begitu mudah berganti di background panggung. Pertunjukan ini membuat penonton seolah berada langsung menyaksikan kehidupan sebuah kerajaan. Pada adegan lain seperti di hutan dan perkampungan, video mapping cukup memudahkan imajinasi penonton terlibat dalam adegan tersebut.

Pada drama musikal ini kita bisa dilihat juga saat masing-masing adegan dimainkan. Rama cukup berhasil menyajikan tiga unsur cerita, musik dan visual yang baik kepada penonton. Meskipun sebenarnya, ada sedikit yang kurang mengesankan dalam tata lampu yang terkadang kurang tepat disorotkan terhadap objek tokoh.

Ketiga unsur ini yang membuat pertunjukan biasa seolah menjadi luar biasa. Padahal ceritanya memang cukup sederhana yang notabene diperuntukan untuk anak-anak. Tetapi dalam kemasan apik, hal itu justru mampu menutup kekurangan-kekurangan di atas panggung. Bahkan jika dicermati, pertunjukan drama musikal Timun Mas ini seakan ingin mengedepankan video mapping dan unsur musikalitas yang lebih dominan.

Rama mengaku, pertunjukan yang diimpikan selama lima tahun ini akhirnya bisa tercapai dengan berhasil. Dia seselektif mungkin memilih para pemain yang tentunya memiliki karakter vokal cukup mumpuni. Apalagi sound sebesar 20.000 watt yang dihadirkan cukup mendukung dan bisa membuat efek dramatis pertunjukan lebih berkesan. “Proses seleksi para pemain dan vokal kami lakukan sebaik mungkin,” ujarnya.

Sarach Tak Pernah Lelah Berbisnis

Produk teh daun sirsak dengan brand Graviola Tea bukanlah usaha kali pertama yang dilakoni Sarach Diba Hidayat. Jauh sebelumnya wanita muda yang menikah pada 2009 itu telah lama bergelut di berbagai bisnis kecil-kecilan.

Otak bisnis yang dilakoni wanita pehobi nyanyi ini memang sudah tertanam sejak dirinya duduk dibangku SMA. Pada waktu itu, saat sejumlah temannya meluangkan waktu sekolahnya untuk bermain, dia lebih memilih jualan pulsa. Semangat berwirausahanya terus terpacu hingga dia masuk kuliah di Fikom Universitas Padajajaran Bandung. “Saya memang senang berjualan,” ujarnya.

Saat ini, dia baru saja meluncurkan kafe pertamanya di kawasan Surapati Bandung. Rencananya, usaha baru yang diberinama Stranough Café tersebut akan menyajikan beragam makanan dari mulai nasi goreng, spaghetti hingga aneka minuman dengan menu favorit teh daun sirsak. “Ini baru soft launching, nanti launching gede-gedeannya sehabis lebaran,” ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, guna memperluas bisnisnya, wanita yang sempat menyabet finalis Wirausaha Mandiri 2010 itu merenovasi sebuah bangunan untuk dijadikan kafe yang saat ini digeluti. “Saya bangun kafe ini menghabiskan Rp350 juta,” ungkapnya.

Konsep kafe yang ditawarkan spesial untuk anak muda ini cukup unik. Nantinya kafe tersebut diharapkan bakal menjadi tempat nongkrong kalangan remaja yang gemar bermain musik. Selain bisa memilih menu yag ditawarkan, Stranough Cafe juga memberikan keleluasaan kepada para penunjung untuk bisa tampil bernyanyi. “Sekalian bisa mempromosikan bandnya juga boleh,” tuturnya.

Sarach menuturkan, bangunan untuk usaha kafenya didesain khusus agar terlihat cantik dan unik. Beberapa sudut dinding diberi poster dan slogan-slogan tentang musik. Ada juga miniature alat musik seperti gitar dan alat lainnya.

Sementara, di lantai dua kafe, Sarach juga memanfaatkan sebagian lahan untuk menyewakan perlengkapan mainan untuk anak. Selain pengunjung bisa menikmati hidangan yang ditawarkan, sekaligus bisa mengajak anak-anak bermain. “Kebetulan saya punya anak balita, jadi kepikiran juga membuka usaha sewa perlengkapan mainan bayi,” katanya.

Daun Sirsak Sarach Diba Hidayat

Sarach Diba Hidayat tak pernah mengira, hobi meminum teh daun sirsak yang dilakukannya pada 2010 bakal mendatangkan sebuah peluang usaha. Awalnya, wanita berjilbab itu hanya mengonsumsi teh daun  sirsak sebagai jamu penurun berat badan yang akhirnya mendatangkan pundi-pundi rupiah.

Berat badan Sarach awalnya 66 kilogram. Setelah membaca berbagai buku tentang pengobatan herbal, dia menemukan sari daun sirsak yang memiliki khasiat tersendiri. Sarach mempraktekan, setelah memetik empat lembar daun sirsak lalu merebus dan meminumnya secara berkala, dalam sebulan berat badannya turun sebanyak 3 kilogram.

"Saat itu teman-teman saya banyak bertanya khasiatnya apa kok bisa langsing? Lalu saya kasih tahu saja bahwa saya sering minum daun sirsak, eh tau-taunya banyak yang pesan," Ujarnya.

Di situlah otak bisnis wanita kelahiran Bandung 25 tahun silam itu berputar. Dia mulai kembali membaca litaratur sebanyak mungkin tentang khasiat daun sirsak. Tak tanggung-tanggung, Sarach mendatangi PT Perkebunan Nusantara (PTPN VIII) untuk berkonsultasi dan menggali potensi yang ada dalam daun sirsak. Dalam benaknya  daun sirsak jarang dimanfaatkan sebagian orang, bahkan belum banyak dikembangkan.

Semangat Sarach tak pernah berhenti. Wanita lulusan Fikom Universitas Padjajaran itu mendatangi perkebunan sirsak di Cianjur. Dia berkomitmen mewujudkan misinya untuk membangun usaha  daun sirsak. Sampai perhitungannya matang, ibu satu anak itu mengumpulkan para petani sirsak di Cianjur dan membeli daun sirsak seharga Rp5.000 per kilogram. Daun yang dipergunakan sengaja diambil dari pucuk keempat batang pohon untuk mendapatan kualitas bagus.

Sarach pun mulai memikirkan jenis kemasan. Tak elok jika dia menjual dengan cara tradisional atau menjual dengan seduhan secara langsung. Maka, terinspirasi dari beberapa produk serupa yang beredar di iklan-iklan televisi, dia memutuskan untuk membuat kemasan yang lebih elegan.

“Saya pertama kali mulai memaklunkan kemasan yang tentunya higienis tanpa bahan pengawet. Saya kemas dalam bentuk  teh celup dan dibungkus alumunium foil untuk menjaga kualitas dan keawetan produk,” ujarnya.

Di situlah karir bisnis wanita yang kini melanjutkan studinya di pascasarjana Manajemen Pemasaran Universitas Padjajaran itu dimulai. Dia mencoba memproduksi sebanyak 100 kilogram yang menghasilkan 2000 boks. Sarach pun menamakan Graviola Tea sebagai nama brandnya. Dalam bahasa Portugis, Graviola berarti sirsak.

Awalnya, wanita penyuka es cokelat itu mempromosikan kepada teman-teman kampusnya. Respon positif bermunculan. Dia lalu menyebarluaskan penjualannya melalui situs miliknya, www.graviola-tea.com. Perlahan tapi pasti, dari mulut ke mulut nama Graviola Tea semakin berkibar, khususnya di dunia pengobatan herbal.

Produk  daun sirsak Graviola Tea dibanderol seharga Rp25.000 per boks. Dalam satu boks terdapat sebanyak 25 tea bags dengan masing-masing isi 50 gram. Bukan hanya kalangan teman-teman kampusnya saja yang mulai melirik produkya, bahkan tak sedikit para eksekutif muda yang mengonsumsi Graviola Tea.

Suami dari Muhammad Satria Nugraha ini mengaku para konsumen yang membeli Graviola Tea tahu akan khasiat yang terdapat dalam  daun sirsak. Terlebih produk yang dia ciptakan sudah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan.

Sarach mengatakan beberapa khasiat dari Graviola Tea antara lain membantu memperlancar pencernaan, melindungi sistem kekebalan tubuh, mengobati penyakit kista, kanker atau tumor dan memiliki daya kerja 10.000 kali lebih kuat dalam memperlambat sel kanker.

“Tapi tergantung juga dari metabolisme yang dimiliki seeorang, tidak dianjurkan wanita hamil mengkonsumsi ini. Jika penggunaan daun teh ini sebagai pengobatan pendukung, maka tetap konsultasikan ke tenaga medis, untuk mengetahui perkembangan atas penyakit yang diderita,” ujarnya.

Seiring perjanalan bisnisnya terus berkembang, Sarach mulai menggalakan promosi. Hingga mendekati tahun ketiga, wanita penyuka musik pop ini sudah memiliki sejumlah agen di berbagai kota seperti Jakarta, Bogor, Makasar, Surabaya, Semarang, Lombok dan kota-kota lain di luar pusatnya di Bandung.

Dia mengaku selain banyak diburu dari pasar domestik, buyer dari luar negeri sudah banyak berminat untuk mengembangkan Graviola Tea ini. Omzet dari hasil menjalankan usaha ini bisa meraup sekitar Rp25 juta per bulan. “Pada 2012 kami sudah ada buyer dari Taiwan yang memborong 500 boks untuk dijadikan minuman khusus di restoran sana,” ungkapnya.

Namun memang, dalam dunia bisnis selalu saja ada kendala yang dihadapi. Daun sirsak yang digunakan sebagai bahan baku, tak bisa didapatkan secara mudah begitu saja. Pohon sirsak memang tak banyak ditanam di beberapa kawasan. Untuk mendapatkan pucuk daun berkualitas, mesti menunggu waktu beberapa bulan. Sehingga proses produksi sedikit terhambat dalam soal ini.

Untuk itu, saat ini dia mengajak beberapa kerabatnya untuk mulai bertanam pohon sirsak yang nantinya bisa dijadikan bisnis keluarga ke depannya. Sarach oprimistis bisnis minuman herbal berkhasiat ini bakal berjalan mulus dengan melihat potensi yang sudah ada. Bahkan dia tengah memutar otaknya kembali agar minuman ini bisa dijadikan sebagai gaya hidup beragam kalangan.

“Saya sadar di Indonesia ini, banyak yang kurang begitu percaya terhadap minuman herbal. Padahal menurut beberapa pengakuan dokter, herbal sangat menyehatkan sekali buat tubuh. Strategi saya ke depan ingin membuat stigma herbal seperti produk yang saya buat bisa lebih diterima masyarakat banyak,” katanya.

Sabtu, 13 Juli 2013

Gerak Breaker Project Crew

Musik up beat yang keluar dari sebuah netbook menghentak di pelataran Taman Ismail Marzuki di suatu sore pekan ini. Sejumlah anak remaja tampak sibuk bergerak. Mereka menari. Sesekali kepala mereka berputar di lantai dengan posisi kaki mengacung ke atas. Break dance, mereka menyebut gaya tari itu.

Dito Davino, salah satu dari mereka tampak berkeringat. Nafasnya ngos-ngosan. Dia tiba-tiba berhenti ketika saya datang menghampiri dan menyapanya. Remaja lain masih terus menari. Mereka, yang tergabung dalam komunitas Breaker Project Crew (BPC) tengah berlatih.

Pada 2006 lalu, Dito rupanya sudah akrab dengan break dance. Sejak masih duduk di bangku sekolah dasar, dia sudah terjun berlatih. Namun sempat vakum selama beberapa tahun. Alasannya, tidak ada partner dan teman yang memiliki hobi sama. Dito mengenal break dance memang karena saat itu masih hangat-hangatnya menjadi tren di Indonesia. Beberapa suguhan musik yang ditayangkan MTV waktu itu kerap memutar lagu-lagu hip-hop. Lagu-lagu yang identik dengan break dance. Di situlah Dito mulai kepincut jenis tari ini.

"Pada 2009 saya mulai aktif lagi dan bertemu dengan orang-orang dari Breaker Project Crew. Sebelumnya, beberapa teman di SMP ada juga yang suka break dance," ujarnya.

Bagi Dito, break dance adalah sebuah seni tari yang juga bisa disebut sebagai olah raga. Gerak tubuh dan kelincahan seseorang dalam melakukan break dance bisa membuat badan sehat. Seni tari ini pun memiliki estetika yang terkadang beberapa breaker—sebutan bagi pemain break dance, menciptakan gerakan sendiri. Di BPC, Dito semakin leluasa mengeksplorasi gerak tubuhnya melalui break dance.

Komunitas BPC dibentuk pada 2009. Kevin Judith Praditya, adalah si biang keladi mengapa komunitas ini berdiri. "Awalnya iseng-iseng doang bikin komunitas break dance di SMP 4 Jakarta. Anggotanya cuma dua orang. Lama-lama eh, jadi makin banyak dan tertarik," katanya.

Kevin menceritakan, awal mula BPC berdiri, namanya sempat gonta-ganti. Dulu, pertama kali dibentuk komunitas ini diberi nama Freedom Crew. Sebuah nama yang memiliki filosofi sederhana, sebuah kebebasan dalam bergerak. Begitu kira-kira.

Lambat laun, ketika mereka sudah lulus SMP dan berpisah satu sama lain. Komunitas BPC ikut-ikutan redup. Namun bangkit kembali ketika mereka masuk beberapa sekolah SMA, malah semakin kompak. Memang, jumlah anggota sendiri dari waktu ke waktu mengalami pasang surut. Mereka pernah beranggotakan 50 orang lebih. Kini, meski anggota tersisa hanya sekitar 25 orang. Komunitas BPC masih terus berlatih dan sering berkumpul bersama.

Tempat berkumpul dan berlatih komunitas BPC di Taman Ismail Marzuki. Dalam setiap minggunya, mereka menghabiskan waktu. Mereka terbiasa sharing mengenai informasi terbaru dunia break dance dan berbagi gaya baru yang diciptakan setiap anggota.

Hingga kini, beberapa anggota BPC sudah mengembangkan gaya break dance sendiri. Beberapa gaya temuan tersebut antara lain Freeze Move atau gerakan yang cenderung diam tetapi si breaker masih aktif bergerak. Gaya ini bisa dilihat ketika si breaker diam berdiri namun tangan dan badannya berputar.

Ada juga gerakan Popping. Gaya ini masih bermain dengan menonjolkan gerak tangan. Si breaker dengan lihai menjadikan tangan seolah seperti gerak gelombang laut. Kadang dari kanan ke kiri kadang juga sebaliknya. Posisi gerakan ini indah terlihat saat si breaker berdiri tegak. Sementara tangan dan kepalanya ikut bergerak seperti gelombang ombak tadi.

Satu lagi, gaya yang diciptakan mereka adalah Hip-hop Lyrical. Gerak tari yang diciptakan yaitu mengikuti irama lagu hip-hop itu sendiri. Misal, jika lirik lagu pengiring mengucapkan kata ‘lompat’, maka si breaker akan beraksi melompat. Jika lirik lagu tersebut mengucapkan kalimat cinta, maka mereka juga akan berusaha menerjemahkan kalimat tadi dengan sebuah gerak yang unik.

Sejak berdirinya BPC, memang belum terlalu banyak prestasi yang dimiliki. Jika pun ada, hanya beberapa saja. Misal, pada 2012 lalu mereka berhasil meraih juara Mini Party Battle yang diadakan di SMA 1 Jakarta. Pada 2011 juga BPC menyabet juara Get Free Dance Competition di Jakarta.

Kevin menuturkan, komunitas BPC tidak hanya semata-mata sebuah komunitas yang berdiri sekadar kumpul-kumpul para pecinta break dance. Di luar itu, kehadiran BPC ini juga diharapkan menjadi sebuah wadah para breaker untuk saling bersilaturahmi.

Dalam sebuah komunitas, sambung Kevin, memang tidak selalu berjalan mulus. Setiap konflik pasti terjadi baik datang dari hal sepele atau besar sekalipun. Tetapi BPC masih memiliki trik jitu guna membuat komunitas tetap kompak dan bersatu.

"Masalah internal pasti ada. Tapi kami punya cara sendiri saat ada sebuah perselisihan antar anggota. Kami suka merembukkan dan melakukan pertemuan terbuka. Membicarakan apa masalah yang di hadapi. Di situ sebuah solusi akan didapat," katanya.

Sementara, Dito menambahkan, komunitas BPC secara tidak langsung mengajarkan seni sekaligus kedewasaan seseorang. Di luar itu, bahkan komunitas ini bisa menghasilkan lahan pendapatan bagi sebagian anggota.

"Kadang bisa menjadi ajang memperoleh uang juga, karena beberapa anggota BPC suka banyak ditarik untuk tampil di beberapa event," pungkasnya.

Tantia Andauri

Profesi usher banyak dilakoni oleh wanita berparas cantik sebagai ‘pemanis’ dalam sebuah acara yang digelar sejumlah perusahaan. Modal penampilan menarik adalah senjata andalan bagi mereka yang terlibat di jasa layanan ini.

Untuk itu, Bisnis mewawancarai Tantia Andauri, salah seorang usher dari salah satu agency terbesar Wahana Agency yang memiliki sejumlah cabang di kota-kota besar.  Berikut petikannya:

Bisa dijelaskan secara singkat tentang pribadi Anda?Saya mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Ekuitas Bandung jurusan Akuntansi, semester IV. Saya lahir di Karawang 13 April 1993. Datang ke Bandung 2011 lalu saat saya masuk kuliah.

Kapan Anda mulai bergabung menjadi usher?Sudah hampir setahun lebih sih, tepatnya ketika awal-awal saya masuk kuliah. Waktu itu saya diajak teman. Kebetulan ada agency yang membutuhkan freelance sebagai usher. Saya tertarik dan ikut.

Apa tujuan Anda menjadi usher?Yang jelas saya ingin menambah wawasan, apa saja event-event yang diselenggarakan di Bandung. Saya senang berkenalan dengan banyak orang, apalagi saya sering bertemu orang-orang penting. Menambah pengalaman juga.

Tujuan lain?Jujur sih, saya ingin mendapat uang tambahan. Karena lumayan juga dari usher, saya bisa membantu keuangan orang tua. Bisa jajan dari uang sendiri juga.

Berapa Anda mendapatkan penghasilan dari usher?Kalau pendapatan ya tergantung juga seperti apa event-nya. Siapa klien yang mengundang. Kalau saya, rerata per minggu bisa sampai empat kali tawaran. Kalau fee terendah itu bisa sampai Rp200.000 sekali event. Tapi kalau kliennya bagus bisa sampai Rp800.000 per event.

Sebagian orang berpendapat profesi usher itu tidak baik atau terkadang dibilang profesi yang bisa diajak kencan, menurut Anda?Orang menilai seperti itu sah-sah saja. Tapi lihat dulu siapa orangnya. Menurut saya usher itu tidak negatif kok. Bahkan di manajemen tempat saya bekerja justru menampik semua itu. Kebetulan di tempat saya kebanyakan para talent-nya mahasiswi dan baik-baik pula.

Pernah punya pengalaman yang tidak sesuai dengan klien?Pernah, waktu itu ada klien datang ke manajemen. Klien minta usher untuk sebuah acara. Besoknya klien datang lagi tanpa melalui manajemen. Permintaannya aneh-aneh seolah saya usher yang bisa diajak ini-itu. Ya sudah saya tolak mentah-mentah.

Anda melihat profesi ini menjanjikan?Dibilang menjanjikan sih iya juga. Karena fee yang didapat cukup besar.

Berarti Anda serius menjadi usher?Enggak juga, saya jadi usher hanya sampingan saja, sekadar meluangkan waktu kosong dan mencari uang jajan tambahan. Tentu saja setelah lulus kuliah bakal mencari pekerjaan yang lebih pasti dan menjanjikan.

Perceraian Ganggu Orientasi Seks Anak

Siapa sangka, perceraian orang tua berdampak besar bagi perkembangan psikologis dan karakter anak. Bahkan bisa merubah kelainan seks seseorang. Percaya?

Witrin Gamayanti, psikolog dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung pernah memilki pasien korban perceraian. Pada 1990, dia sempat menangangi kasus perceraian sebuah keluarga yang disebabkan oleh perselingkuhan suami.

Sang istri sakit hati dan tidak terima dengan apa yang dilakukan suami. Sang istri meminta cerai. Kondisi keluarga tersebut pun lambat laun mulai berubah. Sementara anak gadis, yang saat itu masih duduk di bangku SMA menjadi korban pertama perceraian orang tua.

“Dia [sang anak] menjadi tidak suka dan tidak percaya lagi terhadap lelaki. Saya kaget ketika dia jujur menyatakan bahwa dia seorang lesbi,” ujarnya.

Witrin menuturkan, sedikitnya ada dua jenis dampak perceraian terhadap anak yaitu yang berjangka pendek dan panjang. Hal tersebut bisa dilihat tergantung kasus perceraian itu sendiri. Jika dampak jangka pendek, biasanya anak, sebagai korban disebabkan oleh perceraian orang tua yang dilakukan dengan cara baik-baik. Sementara dampak panjang yang membekas pada anak disebabkan oleh kasus perceraian yang buruk.

“Kasus gadis lesbi tadi salah satunya contoh dampak perceraian orang tua yang buruk. Anak terlanjur shock dan tidak menerima kenyataan yang ada. Bahkan sampai saat ini orientasi seksnya tidak berubah,” ungkapanya.

Contoh lain, sambungnya dampak perceraian orang tua bisa menyebabkan mental dan emosi anak terganggu. Tak sedikit anak yang berkarakter aneh dari biasanya. Dia menjelaskan anak yang tadinya pendiam berubah jadi pemarah, bahkan bisa jadi brutal. Pergaulan yang tidak terkontrol mendorong pola pikir negatif dipilih anak.

“Kecenderungan anak korban perceraian memilih bergaul dengan teman-teman kurang baik, yang akhirnya memilih mabuk-mabukan atau berprilaku di luar kebiasaan,” katanya.

Efnie Indrianie, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Maranatha Bandung mengatakan sebagai korban perceraian, anak harus dibangkitkan kembali melalui memori kasih sayang orang tua. Apa pun yang terjadi, orang tua harus bisa memikirkan jalan keluar bagi anak . “Kalau bisa sampaikan kepada anak bahwa perpisahan orang tua tidak akan mengurangi rasa cinta kepada mereka [anak],” katanya.

Dia menjelaskan anak korban perceraian di bawah usia 12 tahun mesti benar-benar dijauhkan dari konflik berkenpanjangan orang tua. Usia tersebut merupakan fase pembentukan karakter hidup seseorang. Sementara bagi anak korban perceraian di atas usia 12 tahun, sebisa mungkin para orang tua memberikan pendampingan lebih kepada anak.

“Yang perlu dilakukan masing-masing orang tua adalah memperlakukan anak sebagai teman. Ajak mereka bicara baik-baik dan berusahalah ikuti keinginan mereka, karena jika tidak dilakukan, masa remaja seperti mereka sangat rawan,” ujarnya.

Menurut Efnie, pasangan yang sudah bercerai setidaknya bisa menyisihkan waktu khusus untuk anak, di mana kedua pasangan mesti rela memaksakan diri berada dalam satu waktu. “Minimal dua minggu sekali kedua orang tua duduk bersama membicarakan masa depan anak.”

Witrin menambahkan ada beberapa hal yang mesti diperhatikan orang tua jika hendak melakukan perceraian. Menurutnya, ada baiknya kedua orang tua jauh-jauh hari berbicara atau melakukan komunikasi kepada anak bahwa kondisi rumah tangga mereka tidak akan berjalan mulus. Hal itu penting bagi anak agar tidak mengalami stress dan trauma di kemudian hari.

“Meskipun perceraian itu tidak dianjurkan, tapi jika memang sebuah solusi dalam menyelesaikan masalah hubungan rumah tangga, [perceraian] bisa saja dilakukan. Dan kalau bisa jangan membawa anak dalam konflik perceraian tersebut,” ujarnya.


Tisna Sanja Bakal Bertandang ke Singapore Biennale 2013

Perupa asal Bandung, Jawa Barat, Tisna Sanjaya bakal menampilkan seni instalasi selama satu minggu di Singapore Biennale 2013 yang akan digelar pada Oktober 2013—Januari 2014.

Tisna mengatakan konsep pertunjukan pada ajang tersebut berupa sirkus melalui performance art yang diselingi orasi-orasi budaya. Tak tanggung-tanggung, Tisna akan menggaet sejumlah orang berpengaruh di berbagai kalangan di Indonesia ini.

"Saya akan ajak beberapa seniman, politikus, ekonom dan sejumlah pengusaha ke Singapore Biennale 2013. Nantinya mereka akan beraksi menyuarakan gagasan masing-masing dalam beberapa diskusi dan orasi," ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.

Tisna Sanjaya sebagai perupa yang memiliki semangat baru dalam dunia seni rupa Indonesia. Tisna juga kerap berkolaborasi dengan beberapa bidang seni pertunjukan lainnya seperti teater dan pembacaan puisi.

Sejumlah penghargan berkesenian yang diterimanya antara lain Artist in Residencies di HBK Braunschweig Jerman pada 1987-1988, Artist in Residencies di National Art Gallery Kuala Lumpur, Malaysia pada 1989, Artist in Residencies di Utrecht, Belanda pada 1996, dan Artist in Residencies di Ludwig Forum for International Art Aachen, Jerman pada 2001.

Ajang Singapore Biennale 2013 kali ini bertema If The World Change yang menampilkan berbagai karya seniman guna menyikapi tantangan masalah dunia melalui berkesenian. Sebelumnya ajang yang digelar sejak 2006 itu mengusung tema Belief yang menghadirkan 195 karya dari 95 seniman tergabung dalam 38 negara.

Tahun ini, lebh dari 50 seniman akan memamerkan karyanya dari berbagai negara Asean antara lain Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos dan lainnya. Sementara, ajang tersebut menghadirkan sekitar 27 kurator dari masing-masing negara.

Pertunjukan karya Tisna sendiri nantinya bakal menggunakan sejumlah artistik dan beragam aksesori dari mulai bahan makanan seperti sayuran hingga benda-benda sehari-hari lainnya.

Dia menambahkan, konsep pertunjukan sirkus dalam seni instalasinya akan memberikan pesan tentang sebuah perlawanan dari kalangan masyarakat yang dihadirkan nanti. Namun, Tisna belum bisa membocorkan secara detail terkait aksi seni instalasinya tersebut.

“Saat ini saya baru tahap mengajak beberapa rekan yang satu saja dalam berkesenian. Konsepnya sudah ada tinggal nanti terbang bareng-bareng ke Singapura dan beraksi saja,” ujarnya.

Investasi di Barang Seni

“The purpose of art is washing the dust of daily life off our souls.” Begitu sebuah kutipan dari seorang pelukis ternama beraliran kubisme Pablo Picasso. Seni, menurutnya adalah sebuah upaya pembersihan jiwa manusia.

Tidak berlebihan memang jika barang-barang seni seperti lukisan atau patung bernilai tinggi. Karena di dalam barang seni itu sendiri mengandung unsur estetika yang bisa membuat seseorang mencapai tingkat kepuasan batin si pemilik.

Benny Priyono, seorang investor barang seni mengatakan awal mula ketertarikan terhadap lukisan saat dirinya mendapat tugas sewaktu kuliah di Amerika. Ketika itu, dia mendaat tugas membuat ulasan mengenai beberapa lukisan di Cleveland Museum of Art.

"Sejak itu, saya selalu terkagum, dan mulai belajar untuk mengapresiasi lukisan yang dibuat oleh seniman-seniman luar atau pun dalam negeri," ujarnya.

Jenis lukisan yang dia suka pada awalnya adalah beraliran realis. Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan kerap bergaul dengan sejumlah pelaku seni, Benny lebih menyukai lukisan abstract dan kontemporer. Meskipun demikian dia menyukai lukisan apapun, dan tidak terpaku hanya dalam satu genre.

Pria yang juga berinvestasi di bidang tanah dan logam itu juga mengatakan terakhir membeli lukisan pada 2012 lalu. Beberapa lukisan yang sudah dikoleksi antara lain karya Nyoman Gunarsa, Men Sagan, J.B Iwan Sulistyo, Agapetus, Kristiandana, Bob Sick, Erica Hestu Wahyuni, Dipo Andy, Jumaldi Alfi, dan lainnya.

Menurutnya, awal membeli lukisan sebetulnya untuk mengisi hiasan rumah barunya di Jakarta. Namun, kebiasaan tersebut akhirnya menjadi koleksi pribadi yang cukup menjanjikan.

"Dan tidak menutup kemungkinan jika ada penawaran bagus, beberapa lukisan juga telah saya jual, atau pun kalo ada yang sudah bosan saya coba jual di balai lelang lukisan," tuturnya.

Tisna Sanjaya, pelukis dan seniman instalasi asal Bandung menuturkan tidak sedikit para pengusaha yang berinvestasi di bidang seni. Dia mengatakan sering berkomunikasi dengan beberapa pengusaha yang memiliki ketertarikan di bidang lukisan.

Bukan hanya mengoleksi saja, akan tetapi para pengusaha tersebut kerap aktif berdiskusi bahkan ikut mengkritisi beberapa karya lukis yang dinilainya menarik.

“Saya melihat postif ketika para pengusaha mau berinvestasi di bidang seni. Ketika seni dipandang hanya dimiliki oleh segelitir orang, ternyata kaum kelas menengah ini banyak yang serius terlibat,” ujarnya.

Tren kalangan menengah yang bierinvestasi di barang-barang seni rupanya bukan hanya di ranah koleksi saja. Tetapi jauh dari itu, para pengusaha tak sedikit yang aktif mendanai pertunjukan seni seperti performance art dan instalasi. Bagi Tisna, hal tersebut jauh lebih berharga bagi perkembangan seni di Indonesia.

Mohammad Andoko, President Director One Shildt Financial Planning menuturkan investasi di bidang seni saat ini sudah menjadi gaya hidup. Hampir di berbagai ruang perkantoran, sambungnya, terdapat berbagai lukisan atau barang seni lainnya yang dipajang.

Dia mengatakan, kalangan menengah atau para pengusaha sudah banyak tertarik berinvestasi barang seni khususnya di lukisan. Andoko mencontohkan, seorang taipan properti asal Inggris David khalili yang memiliki kekayaan bersih sekitar US$1 miliar rela menginvestasikan uangnya sebanyak US$930 juta untuk barang seni.

Biasanya, sambung Andoko, yang menjadi incaran para taipan atau investor barang seni yaitu lukisan, guci, mobil antik, jam kuno, dan barang-barang lainnya. Namun, barang seni bergengsi saat ini yang masih diburu adalah lukisan.

Andoko menjelaskan, dari jenis investasi real asset seperti properti dan emas, para investor banyak tertarik di lukisan. Menurutnya, jenis investasi ini cukup menggiurkan seiring ketertarikan orang terhadap seni sudah mulai terbangun.

“Jika meminjam sebuah istilah, lukisan ini bisa diibaratkan semakin tua semakin beirisi. Lukisan itu semakin usianya tua, harganya semakin mahal, terutama jika cara perawatannya baik dan tentunya karya asli dari senimannya langsung,” katanya.

Bagi para investor, ada beberapa yang harus diperhatikan dalam berinvestasi di barang seni, khususnya lukisan. Pertama, langkah yang harus diperhatikan terlebih dahulu siapa pelukisnya, baru setelah itu bisa melihat penilaian dari kurator lukisan.

Kedua, para investor juga wajib mencari tahu keaslian lukisan, karena tidak sedikit lukisan yang dijual atau dipamerankan hasil repro. “Lakukan juga penawaran harga sebesar 50% dari yang ditawarkan. Setelah dibeli jangan dokumentasikan, buat jaga-jaga suatu hari jika lukisan dijual lagi ada sesuatu yang bisa bernilai tinggi.”